Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Tak semua rakyat Indonesia, apalagi pejabat negara, menyadari bahwa, 12 Oktober 2019 lalu, ada seorang pejuang kemanusiaan bernama Suhendra Hadikuntono, yang bekerja dalam senyap. Dia telah mencegah terjadinya konflik politik dan sosial antara pemerintah pusat dan rakyat Aceh yang bila tidak dicegah bisa berujung terjadinya konflik bersenjata yang berpotensi memakan korban jiwa yang tidak sedikit.
Disebutkan, sejumlah elite politik dan rakyat Aceh geram bukan kepalang kepada pemerintah pusat karena tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memanggil Muzakir Manaf, mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk dimintai keterangan suatu kasus yang sebenarnya sudah ditutup rapat.
Seperti diketahui, dalam Perjanjian Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005, salah satunya memuat klausul bahwa kedua belah pihak sepakat untuk menutup rapat kasus atau konflik lama yang pernah terjadi antara Pemerintah Indonesia dan GAM. Bahkan berdasarkan perjanjian Helsinki itu, semua milisi GAM telah mendapatkan amnesti.
Upaya Komnas HAM atau siapa pun yang menjadi inisiator pemanggilan tokoh yang sangat dihormati di Aceh tersebut seolah mengoyak luka lama, dan tentu saja hal ini membuat tensi politik di Aceh mulai dari Wali Nanggroe Aceh hingga elite politiknya meningkat tajam. Mereka beranggapan pemerintah pusat tidak mempunyai komitmen untuk mematuhi kesepakatan yang telah disetujui bersama.
Dalam menyikapi konflik yang berpotensi memburuk ini, tampillah tokoh bangsa Suhendra Hadikuntono. Putra Sumut ini meredam gejolak yang terjadi dan meyakinkan semua elemen pemimpin dan elite politik di Aceh bahwa tindakan Komnas HAM tersebut salah dan bukan merupakan sikap resmi pemerintah pusat.
Terlahir dengan bakat dan pengetahuan teknik intelijen yang mumpuni, Suhendra akhirnya dapat meredam potensi konflik dengan baik, dan semua itu ia lakukan dalam senyap. Suhendra Hadikuntono telah mencegah terjadinya pertumpahan darah di Bumi Serambi Mekah ini.
Inisiatif putra kelahiran Sumut itu dalam mempertahankan rajutan Sabuk Nusantara sebelumnya juga tidak kalah heroik. Untuk membantu pemerintah pusat meredam gejolak di Papua, Suhendra menggagas ide program “Memeluk Papua dengan Sepak Bola”. Program ini inisiatif murni dari seorang Suhendra, bahkan beliau berniat menanggung seluruh biaya yang timbul dari realisasi program kemanusiaan tersebut.
Secara garis besar program tersebut adalah mengajak mantan pemain Timnas Indonesia yang berasal dari Papua dan Indonesia timur seperti Rully Nere, Johannes Auri dan lain-lain untuk membagi ribuan bola kepada masyarakat Papua sekaligus mengadakan coaching clinic sepakbola kepada talenta-talenta muda di Papua. Bukan rahasia lagi bahwa rakyat Papua “gila” akan sepak bola.
Pada saat program tersebut dipresentasikan di hadapan Presiden Joko Widodo, beliau sangat tertarik dan menyetujui untuk dilaksanakan. Bahkan Presiden berkeinginan untuk terlibat langsung dalam program inisiatif murni masyarakat tersebut.
Naluri intelijen yang dimiliki Suhendra selalu diimplementasikan secara cermat, detail dan efektif, serta mempunyai out put yang signifikan bagi bangsa dan negara. Yang lebih luar biasa, semua itu ia lakukan dengan gerakan senyap dan mandiri. Melalui jaringan yang dimiliki, Suhendra bisa dengan mudah memetakan masalah dan membuat analisis intelijen yang komprehensif, sehingga ujung atau hasilnya pun efektif.
“Saya hanya ingin Sabuk Nusantara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke serta dari Miangas hingga Pulau Rote tidak terkoyak sedikit pun. Segala sumber daya yang saya miliki akan saya kerahkan untuk membentengi agar jalinan Sabuk Nusantara tetap utuh, tidak tercerai-berai,” kata Suhendra yang juga Ketua Komite Perubahan Sepakbola Nasional (KPSN) itu dalam siaran pers yang diterima medanbisnisdaily.com, Sabtu (19/10/2019) pagi.