Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Orang kreatif tak pernah kehabisan akal. Mereka fasih membaca peluang. Dalam hal memanfaatkan situasi, mereka ahlinya. Di tangan mereka, sesuatu yang sebelumnya tidak terbayangkan, bisa jadi sumber mata pencaharian.
Begitu juga Taruna. Pria asli Medan ini berinovasi membuat rokok rakitan. Memang, dia tidak langsung menjual rokok yang sudah dirakit, namun bahan-bahan baku rokok dan alat perakitnya.
"Mula-mula aku menjual cerutu, tapi di Medan, kurang laku," katanya kepada medanbisnisdaily.com, Sabtu sore (19/10/2019) saat dijumpai di lapaknya, di Literacy Coffee, Jalan Jati II No 1, Teladan Timur, Medan.
Satu set bahan dasar rokok itu terdiri dari satu bungkus tembakau, kertas rokok bermacam jenis, filter dan alat perakit rokok sederhana. Rokok itu dilabeli dengan embel-embel "kampus" karena memang pasar utamanya mahasiswa. Meski rakitan sendiri, namun rasanya nyaris sama dengan rokok yang dipasarkan di warung-warung. Hal itu karena tembakau yang digunakan, kabarnya masih satu produksi dengan tembakau rokok konvensional.
Bahan baku rokok itu ia pesan dari Jawa. Di Jawa, katanya, tembakau itu sudah biasa dijual per bungkus. Begitu juga kertas rokok, filter dan alat perakitnya itu adalah hasil inovasi orang-orang kreatif di sana.
Dari sisi harga, rokok rakitan itu memang jauh lebih murah dibandingkan rokok jadi. Misalnya, satu bungkus tembakau itu bisa dirakit sebanyak 120 batang. Padahal harga sebungkus tembakau, kertas dan filter dijual hanya Rp 20 ribu.
Selain rasa, rokok rakitan itu memang nyaris tidak ada bedanya dengan rokok yang dijual bebas di pasaran. Apalagi kertas rokok yang dijual memang agak mirip dengan jenis rokok yang beredar di Indonesia. Meski namanya beda (sedikit plesetan) dan ada tambahan kata "kampus". Warnanya juga sedikit lebih cerah dibanding rokok konvensional.
"Menurutku, ini solusi juga buat perokok. Kalau 120 batang rokok kita beli di warung, mungkin harganya bisa sampai Rp 200 ribu. Tapi kalau kita rakit sendiri hanya Rp 20 ribu," katanya
Soal termasuk legal atau tidak, Taruna mengatakan apa yang ia lakukan adalah bagian dari industri kreatif. Tidak ada aturan yang dilanggar. Dan sejauh ini tidak ada masalah, padahal dia sudah sering membuka lapak dimana-mana.