Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini menjabat sebagai anggota DPD RI dari Provinsi DKI Jakarta, Jimly Asshiddiqie menilai pemangkasan dua level eselon yang dicetuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di pelantikan Presiden kemarin merupakan langkah yang ekstrim.
Jimly menyarankan, sebaiknya Presiden memangkas satu level eselon saja. Sehingga, masih ada tiga jabatan eselon di dalam struktur pemerintahan.
"Nah soal eselon Presiden mau dari empat eselon menjadi dua saja. Saya bilang terlalu ekstrem. Menurut saya tiga sajalah, jangan terlalu ekstrem. Kalau secara nasional itu bisa geger," kata Jimly usai menghadiri diskusi penerapan omnibus law dalam mendorong penguatan tata kelola regulasi di Indonesia, di kantor Bappenas, Jakarta, Senin (21/10/2019).
Selain itu, menurut Jimly wewenang pengambil keputusan sebaiknya ditetapkan sebagai wewenang eselon 2. Sehingga, fungsi eselon 1 hanya sebagai staf pendukung Presiden.
"Jadi tiga saja, tapi tiga bukan hanya jumlah. Mekanisme pengambilan keputusan itu harus di eselon 2, bukan eselon 1. Eselon 1 itu fungsinya staf pendukung pimpinan. Tapi yang memberi arahan itu adalah direktur. Makanya namanya direktur, memberi direction. Arahan itu datangnya bukan dari Dirjen(Direktur Jenderal), tapi direktur," jelas Jimly.
Ia mengatakan, dalam setiap penetapan keputusan sebaiknya berakhir di level direktur atau eselon dua. Hal itu, kata Jimly, perlu didukung dengan kinerja PNS yang multi-tasking, agar terjadinya modernisasi dalam organisasi pemerintahan.
"Makanya semua keputusan harus selesai paling tinggi di direktur. Diikuti dengan semua PNS harus bisa multi tasking. Dia harus bisa mengerjakan pekerjaan 3-4 orang sebelumnya. Itu adalah modernisasi organisasi saat subyek-subyek bisa mengerjakan banyak pekerjaan," terang dia.
Pada intinya, Jimly menegaskan, semua langkah ke depan pemerintah dalam pemerintahan baru Jokowi-Ma'ruf Amin sebaiknya memangkas birokrasi agar tak terlalu 'gemuk'.
"Kita butuh reformasi institusional. Birokrasinya jangan kegemukan seperti sekarang dan itu perlu sekali keputusan-keputusan yang mungkin tidak populer dan berpengaruh kepada ASN. Jadi para PNS di seluruh Indonesia harus siap karena Pak Jokowi ini mau berbuat," pungkasnya.(dtc)