Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pengusaha yang juga pendiri Gojek, Nadiem Makarim, diangkat Presiden Jokowi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Hal itu menjadi tantangan tersendiri, mengingat rekam jejak Nadiem selama ini tidak bersentuhan dengan dunia pendidikan. Tantangan Nadiem pun bertambah berat, karena dia juga harus mengurus perguruan tinggi (Dikti) yang sebelumnya ditanggungjawabi Menristek Dikti.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed) Dionisius Sihombing kepada medanbisnisdaily.com Rabu (23/10/2019) mengatakan, mengurus pendidikan bukan hal yang gampang. Menurut Dion ada dua esensi dari pendidikan, yakni pembentukan karakter dan pembudayaan nilai-nilai humanis.
"Saya apresiasi pilihan Presiden Jokowi, namun sekaligus bertanya keseriusan beliau mengurus pendidikan Indonesia. Soalnya Nadiem Makarim tidak berpengalaman dalam pengelolaan pendidikan," kata Dion.
Dijelaskan, Ketua Lembaga Konsultasi Pendidikan Citra (LKP) Citra Sumatra Utara (Sumut) ini, selama ini rekam jejak Nadiem dikenal sebagai pengusaha aplikasi teknologi, sementara mengurusi pendidikan tidak semudah menghadirkan aplikasi teknologi.
Namun demikian, sambung Dion, sebagai warga negara yang berbudaya, ia menghargai dan hormat dengan keputusan Presiden Jokowi. Ia berharap Nadiem melakukan terobosan-terobosan inovatif dan lebih banyak melihat persoalan pendidikan secara ril di lapangan.
Dijelaskan Dion, langkah awal Mendikbud yang baru
bisa dengan mengevaluasi secara menyeluruh budaya administratif bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang terkadang tak selaras dengan fakta operasional tugas mereka di sekolah.
Sementara itu, lanjut Dion, di lingkungan perguruan tinggi (Dikti) juga ada banyak problem, terutama yang dialami para dosen.
"Saat ini, dosen diwajibkan mempublis karyanya di jurnal internasional, tapi anehnya mereka harus bayar berjuta-juta. Itu sesuatu yang di luar nalar. Karena harusnya penelitian mereka itu bisa dimanfaatkan. Kebijakan itu harus dievaluasi Mendikbud yang baru," jelas Dion.
Menerbitkan penelitian di jurnal internasional, sambung Dion, mestinya bukan menjadi kewajiban. Yang paling penting adalah pembobotan dosen sesuai klasifikasi dan kemampuannya.
"Dosen berkualitas itu tidak diukur dengan publis jurnal tetapi kontribusinya dalam membangun masyarakat bangsa. Bisa lewat buku, pengabdian dan sebagainya. Makanya Mendikbud baru, nantinya jangan berfokus pada administratif atau dokumen-dokumen, tapi pada fakta, karena dokumen itu bisa saja tak sesuai dengan yang terjadi di lapangan," ujarnya.