Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com- Labuhanbatu. Herianto (46) atau akrab disapa Anto, warga Jalan Taruna-45 Ujung, Lingkungan Terminal, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu kini menggeluti usaha kerajinan dari bahan kayu untuk dibuat kursi dan meja. Ia bercerita, awalnya sekadar iseng dan untuk kebutuhan pribadi. Karena ada yang memesan hasil kerajainannya, ia pun kini menjadi serius melakoninya untuk kebutuhan ekonomi keluarga.
Ditemui medanbisnisdaily.com, Jumat (1/11/2019), Herianto mengatakan, bahan kayu yang diperolehnya merupakan limbah kayu dan tunggul yang terdampar di sungai maupun terendam di tanah. Lalu ia mengolahnya menjadi kursi dan meja.
"Semula iseng-iseng hanya untuk konsumsi pribadi. Potongan kayu jenis mahoni di pinggir jalan saya ambil dan mengolahnya menjadi meja belajar. Belakangan ada beberapa teman mulai memesan dengan bentuk berbeda," ujar Herianto yang berprofesi sebagai tukang bangunan itu.
Ada juga beberapa warga menawarkan potongan tunggul yang diperkirakan berusia puluhan tahun lalu, sebagian masih tertimbun dan sebagiannya masih tertancap kokoh di tanah.
Setelah diangkut dengan dumptruck, Anto mulai ‘mencincang’ akar kayu (tunggul) dengan menggunakan mesin chainsaw mini. Walau berulangkali harus mengganti rantai akibat patah, tetapi tunggul habis terbelah.
Berbekal ‘imajinasi’, sosok ayah berkulit sawo matang itupun satu persatu merakit potongan tunggul dari bentuk yang berbeda. Hasilnya, mampu membuat decak kagum pecinta kreasi seni.
Mengenai harga, Anto selalu menyesuaikannya. Menurutnya, besaran yang disepakati tergantung jenis kayu, bentuk dan lamanya proses perakitan.
“Kalau harganya tergantung, perkiraan dari Rp 2 juta sampai Rp15 jutalah, melihat banyaknya dan jenis kayu yang dipakai atau bentuk pesanan,” ujarnya.
Terkait kualitas, dia sendiri tidak meragukan hasil olahannya. Bagaimana tidak, biasanya kayu dipergunakan yang telah terendam puluhan tahun di tanah ataupun di sungai.
Selain menggunakan sekrup, Anto juga terkadang memakai kayu atau batang pinang untuk merekatkan potongan-potongan itu.
“Tidak ada memakai paku, selain dikhawatirkan kayu akan pecah, kekuatannya sedikit diragukan,” bebernya.
Sejalan dengan usaha olahan limbah kayu, dia terkadang mengalami kendala, misalnya kemampuan modal membeli material maupun alat yang digunakannya masih sangat terbilang seadanya.
Saat ini, Anto masih mengandalkan mesin chinsaw mini, mesin gerinda mini, mesin bor mini, ketam tangan mini, pahat manual, bais manual dan alat pertukangan seadanya.
Harapannya, jika pemerintah menaruh perhatian dengan memberikan bantuan mesin ataupun hibah peralatan, dia yakin usaha olahan limbah kayu akan mengangkat ekonomi dan mampu merekrut tenaga kerja.
“Kalau ada bantuan pemerintah, ya sangat lumayan. Apalagi bentuknya berbeda, selain ketebalan kayunya utuh, juga bentuknya mengikuti alur kayu,” sebut Anto lagi.