Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Per September 2019, ekspor Sumatra Utara (Sumut) anjlok sebesar 12,06% atau US$ 795,762 juta menjadi US$ 5,801 miliar dari US$ 6,596 miliar di periode sama tahun 2018. Anjloknya ekspor Sumut ditengarai sebagai dampak dari perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Cina yang berujung kepada perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, penurunan ekspor terbesar disumbang minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) sebesar 16,72% atau US$ 429,254 juta menjadi US$ 2,138 miliar dari sebelumnya US$ 2,567 miliar. Kemudian karet dan barang dari karet sebesar 10,41% atau US$ 95,337 juta menjadi US$ 820,446 juta dari US$ 915,783 juta dan berbagai produk kimia yang terpangkas 13,51% atau US$ 95,337 juta menjadi US$ 647,361 juta dari sebelumnya US$ 748,503 juta.
Golongan barang lain yang anjlok yakni bahan kimia organik sebesar 21,61%, sabun dan preparat pembersih sebesar 8,82%, kayu dan barang dari kayu sebesar 9,72% dan buah-buahan sebesar 8,76%.
Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Sumatra Utara (USU), Wahyu Ario Pratomo, terus menurunnya ekspor Sumut seiring terus merosotnya ekspor Sumut yang bersumber dari ekspor CPO. Pasalnya, CPO merupakan ekspor industri pengolahan Sumut yang terbesar dan peranannya mencapai 35,55% terhadap total ekspor Sumut.
"Itu disebabkan berlanjutnya perang dagang antara AS dan Cina hingga berujung kepada perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Sumut tidak dapat menghindar dari dampak gejolak ekonomi global yang berakibat kepada menurunnya ekspor dari Sumut," katanya, Minggu (3/11/2019).
Wahyu mengatakan, anjloknya ekspor Sumut seharusnya dapat diantisipasi jika Kawasan Ekonomi Khusu (KEK) Sei Mangkei yang sudah diresmikan sejak tahun 2015 oleh Presiden Jokowi sudah beroperasi secara penuh. Mengingat KEK Sei Mangkei merupakan kawasan industri yang berbasis kepada pengolahan komoditi kelapa sawit dan karet yang merupakan komoditi andalan Sumut.
"Produksinya cukup besar dan hanya diekspor dalam bentuk barang setengah jadi. Harusnya jika hilirisasi industri CPO di Sumut sudah berjalan dengan baik, maka CPO dapat dimanfaatkan di dalam negeri. Jadi meski ada sentimen negatif yang mempengaruhi ekonomi dunia, ekspor Sumut masih bisa aman," katanya.
Dikatakan Wahyu, melemahnya ekspor CPO tentu berdampak terhadap menurunnya harga TBS yang secara langsung akan membuat petani sawit menjadi semakin berkurang pendapatannya. Seterusnya, dapat saja menganggu perekonomian Sumut sehingga akan terjadi stagnasi pada pertumbuhan ekonomi Sumut pada tahun 2019 dan 2020.