Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
“Jangan menggigit orang yang benar. Kalau yang salah silakan digigit, tapi yang benar jangan sampai digigit dan jangan pura-pura salah gigit," ucap Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) antara Pemerintah Pusat dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Indonesia di Bogor, Jawa Barat.
Menko Polhukam, Prof Mahfud Md bahkan menyatakan perilaku koruptif di antara petugas hukum berpotensi menghambat kemajuan perekonomian Indonesia, termasuk laju inovasi pemerintah daerah yang dihambat lembaga penegak hukum yang tidak profesional dan korup.
Bahkan Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz menyatakan "Dan juga bukan rahasia umum banyak juga Kapolres itu kalau dia minta proyek. Nah ini bagian dari masalah ini, terjadi konspirasi. Kalau dia begitu, Gubernur, Walikota silahkan hubungi saya, nanti saya carikan pemain cadangan".
Mahfud sendiri mencontohkan salah satu kasus pemilik tanah di DKI yang mengadu tidak pernah menjual assetnya, namun tiba-tiba kepemilikannya beralih ke pengembang. Padahal warga pemilik tanah ini rutin membayar pajak dan memiliki bukti kepemilikan yang sah. Namun saat melapor ke kepolisian dia justru ditolak dan dituduh merampas tanah tersebut.
Suramnya Mentalitas dan Wajah Hukum
Suramnya mentalitas sebagian besar penegak hukum di negeri ini, sebenarnya sudah sering menjadi pembicaraan umum. Bagaimana para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum, justru menjadikan hukum sebagai ajang mengeruk keuntungan. Penegakkan hukum yang seharusnya menjadi wajah keadilan bagi masyarakat, justru sering melahirkan cerita ketidakadilan, sehingga muncul istilah tajam ke bawah tapi tumpul ke atas, sampai asumsi yang menyatakan bahwa hukum dapat dibeli dan milik orang berpunya.
Tiga pernyataan di atas, jelas menegaskan pentingnya perbaikan untuk mewujudkan kepercayaan publik terhadap penegak hukum yang bersih, sehingga tidak ada lagi selentingan tentang penegak hukum yang melakukan pemerasan atau tindakan memperdagangkan perkara dan menjadikan para pejabat daerah, pengusaha dan masyarakat sebagai mesin ATM berjalan.
Imbauan Presiden tentunya bukan tanpa dasar. Seringnya muncul suara sumbang tentang perilaku sebagian penegak hukum, terutama terhadap personel institusi kepolisian, kejaksaan dan peradilan, yang berulangkali menjadi konsumsi media dan berita, seharusnya benar – benar menjadi evaluasi menyeluruh dari seluruh institusi hukum yang ada.
Wajah institusi hukum adalah perilaku para penegak hukum itu sendiri. Fakta empiris menunjukkan bagaimana beberapa penegak hukum justru tersandung persoalan hukum, bahkan terjerat dalam kasus suap dan jual beli hukum. Misalnya praktek mengutak-atik pasal dari tingkat penyelidikan atau penyidikan, sampai ke persidangan, agar tersangka memperoleh memperoleh vonis ringan hingga kebebasan dengan iming-iming suap.
Permintaan Presiden kepada penegak hukum untuk bersih-bersih, sejatinya adalah menyambung kegelisahan yang telah sejak lama berkembang di masyarakat. Pasca reformasi, masyarakat sangat menginginkan kehadiran penegak hukum yang betul-betul menegakkan hukum. Para apparatur yang benar-benar menempatkan hukum di posisi suci dan penerapan yang bersih dari segala kepentingan.
Baik buruknya masa depan sebuah bangsa sangat bergantung pada baik buruknya penerapan hukum. Sebab integritas penegakan hukum sangat berkaitan dengan berjalan atau tidaknya tertib sosial, masuk atau tidak investasi bagi pertumbuhan ekonomi, nyaman atau tidaknya proses pembangunan sebuah wilayah, terlindungi atau tidaknya masyarakat dalam beraktivitas.
Proses penegakan hukum sebagai jalan menuju keadilan, tentunya sangat erat kaitannya dengan mentalitas (moralitas dan integritas) dari para penegak hukum, karena pada hakekatnya hukum tidak dapat dipisahkan dari aspek mentalitas pelaksananya. Jika mentalitas dipisahkan dari hukum, itu sama saja dengan memisahkan pesawat dengan pilotnya.
Sesuatu yang tidak mungkin pesawat dapat berjalan lancar tanpa pilot yang memiliki keahlian dan kompetensi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Demikian juga dengan prinsip dan nilai keadilan sebagai substansi hukum, yang secara operasional akan sangat ditentukan oleh kualitas aparat yang menjalankan hukum tersebut.
Integritas Pondasi Penegakan Hukum
Target Indonesia maju yang menjadi obsesi Presiden Joko Widodo tentunya sangat membutuhkan pemerintahan yang efektif dan kompeten untuk meningkatkan perekonomiannya. Dengan syarat utama adalah memiliki pemerintahan yang efektif, efisien, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Untuk memenuhi syarat tersebut, maka kebutuhan menghadirkan penegak hukum dan proses hukum yang bersih, transparan dan akuntabel sebagai jaminan kepastian hukum dalam setiap sektor menjadi sebuah keniscayaan.
Menghadirkan wajah penegak hukum yang memiliki moralitas dan integritas tinggi, tentunya sangat membutuhkan keseriusan dari internal intitusi, terutama meningkatkan profesionalitas penegak hukum dan murninya setiap penegakkan hukum.
Perbaikan tentu bisa dimulai dari proses rekrutmen yang dilakukan secara objektif, transparan dan tidak terkotaminasi praktek titipan ataupun suap-menyuap. Karena dengan sistem rekrutmen yang baik, tentunya akan memperbesar peluang untuk memperoleh penegak hukum yang kredibel dan memiliki integritas kepribadian serta moral yang baik.
Begitu juga dengan memastikan proses promosi dan kepangkatan yang berdasarkan sistem merit, sehingga melahirkan personel penegak hukum yang kuat secara kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, tanpa harus membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, dan lainnya yang di luar konstitusi.
Sehingga lembaga-lembaga penegak hukum dapat berkembang secara kondusif bagi penegak hukum yang bermoral dan berintegritas tinggi. Kondusifitas yang bisa tercipta jika penegak hukum yang menjadi pemimpin (atasan) lembaga atau institusi tersebut lahir dari proses promosi dan jenjang jabatan yang bersih, dan menjadi teladan bagi para bawahannya.
Untuk sebuah revolusi mentalitas dan profesionalitas penegak dan institusi, tentunya sangat dibutuhkan komitmen semua pihak, karena begitu berpengaruhnya posisi hukum dalam sebuah negara, semoga peringatan Presiden tidak hanya menjadi “lips service“, namun menjadi momentum bagi seluruh penegak hukum untuk betul-betul mentransformasi diri menjadi pejuang hukum yang berintegritas, kredibel, dan berwibawa. Karena bersih, transparan dan akuntabelnya sebuah institusi tidak semata oleh sistem, namun yang terutama adalah moralitas dan integritas pelaksananya.
*Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Indonesia (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 pixel) Anda ke [email protected].