Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisniadaily.com - Medan. Di salah satu inti Kota Medan hidup menderita salah seorang warga. Oppung tua renta, Lolina Pasaribu (80). Dengan membotot (memulung) dia harus menghidupi 2 orang anaknya dan 6 cucunya.
Di rumah berdinding batu di sisi kiri dan kanan, serta papan yang sudah sangat darurat di bagian depan, Oppung Lolina tinggal bersama anak dan cucu-cucunya. Menurut keterangan tetangganya, Robert Surbakti (51), sebenarnya ada tiga anaknya yang hidup bersamanya. Satu di antaranya, perempuan, mengidap gangguan jiwa. Kemungkinan karena alasan itu tidak ikut dalam hitungannya.
Berlokasi di Jalan Gurilla, Lingkungan 5, Kelurahan Sidorame Barat, Medan Perjuangan, rumah yang sudah dihuni Lolina bersama almarhum suaminya (bermarga Lumbangaol) sejak tahun 1971 tersebut sangat memprihatinkan. Mulai dari bagian depan rumah yang menghadap jalan raya hingga ke ruang tamu, ruang keluarga dan dapur sangat tidak layak huni.
Hanya ruang tamu yang ditutupi atap. Ruang tamu sampai ke dapur dalam kondisi bolong. Tidak ada penutupnya. Beratapkan langit. Setiap saat hujan turun, tumpahan air tak tercegah membasahi. Cerita Lolina, pada 2007 rumah miliknya terbakar. Oleh pihak gereja disalurkan bantuan. Rumah kembali diperbaiki.
"Waktu itu kayu-kayu sisa yang terbakar dipakai kembali untuk membuat atap. Tapi lama kelamaan berjatuhan akibat hujan dan angin. Makanya bolong dan tidak pernah diperbaiki," katanya kepada Ketua Yayasan Peduli Pemulung Sejahtera, Uba Pasaribu, dan mantan anggota DPRD Sumatra Utara, Sutrisno Pangaribuan, yang datang mengunjunginya, Rabu (20/11/2019).
Anak-anak Lolina, ungkap Robert, berjumlah lima. Dua di antaranya merantau. Tiga orang tinggal bersamanya. Dari mereka ada enam cucu yang dia ikut membesarkan. Semua sudah bersekolah, TK hingga SD. Dua di antaranya yang sempat bertemu dengan Uba dan Sutrisno adalah Pirngadi kelas 5 SD dan adiknya Butet yang bersekolah TK.
Dengan membotot yang rata-rata menghasilkan uang Rp 20.000-30.000/hari, Oppung yang masih terang penglihatan, pendengaran dan cara berbicaranya itu, menghidupi keluarganya. Seisi rumahnya penuh rongsokan dan batang bekas. Yang dikumpulkan dari tempat-tempat pembuangan yang dihampirinya.
Di depan rumahnya teronggok bangkai beca. Di ruang tamu, ruang keluarga sampai dapur, aneka barang bekas berserakan tidak teratur. Kadangkala Lolina harus tidur di luar rumah menghindari putrinya yang mengidap kelainan jiwa yang sewaktu-waktu meledak kemarahannya.
"Kalau ada yang bisa membantu anaknya yang ada kelainan itulah dulu yang ditolong. Jadi makin susah Oppung ini dibuatnya, kasihan kali," papar Robert.
Ungkapnya, terakhir kali Oppung Lolina mendapatkan bantuan adalah pada 2018 lalu. Bersama camat dan lurah, kepolisian setempat mendatangi rumah tersebut. Polisi memberikan bantuan makanan dan pakaian. Namun demikian, Pemko Medan sama sekali tidak pernah memberi perhatian untuk menolong.
Begitupun, dengan keterbatasan kemampuan yang dimilikinya, Oppung Lolina tetap berusaha membayar tagihan listrik bulanan serta PBB rumahnya.
Terhadap situasi memilukan adanya keluarga miskin yang terabaikan oleh Pemko Medan, Uba dan Sutrisno, mengungkapkan keprihatinannya. Satu kenyataan yang tidak masuk akal. Saat wali kota, keluarga beserta jajarannya menjalankan kepercayaan yang diberikan rakyat kepadanya, masih ada warganya yang hidup sengsara dan memilukan.
Seharusnya pemerintah hadir di setiap kesulitan warganya. Jika mereka menjalankan amanah dengan benar. Bukan membiarkan mereka sengsara.
"Ini salah satu bukti Pemerintah Kota Medan abai terhadap kewajibannya menolong rakyat agar sejahtera. Jangankan sejahtera, hidup layakpun tidak didapatkan Oppung Lolina ini, kita sangat prihatin. Apalagi rumah ini hanya sejengkal dari kantor wali kota," tegas Sutrisno.