Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Berbagai kalangan mengkritik cara-cara pemerintah dalam memajukan Kawasan Danau Toba (KDT) yang dinilai belum menyentuh aspek manusianya. Menurut mereka, memajukan KDT tetapi mengabaikan masyarakatnya, sama halnya dengan perbudakan.
Demikian salah satu poin yang mengemuka dalam diskusi publik "Tiga Tahun di Toba : Apa Kabar BPODT". Diskusi ini digelar di Literacy Coffee, Jalan Jati II No 1, Teladan Timur, Minggu malam (1/12/2019). Para pemantik diskusi antara lain, pengamat sosial Sohibul Anshori, mantan anggota DPRD Sumut Richard Sidabutar, aktivis PMKRI Suparno Mahulae.
Dalam paparannya, Sohibul menjelaskan, fenomena di berbagai negara di dunia yang pembangunannya mengabaikan masyarakatnya. Pembangunan yang mengabaikan masyarakat akan memunculkan gejolak dan tak jarang berujung pada revolusi.
"Karenanya dalam konteks Danau Toba, pengembangan masyarakat lokal harus menjadi fokus. Kalau sekadar membangun tapi tak melibatkan masyarakat, itu perbudakan sama seperti yang dilakukan Belanda dulu," kata Sohibul.
Keberadaan Badan Pengelola Otorita Danau Toba (BPODT) juga tidak luput dari kritikan. Para pemantik maupun peserta mempertanyakan keberadaan lembaga ini sejak 3 tahun berdiri. Keberadaan lembaga ini dinilai tidak efektif, malah cenderung menimbulkan konflik di masyarakat.
Diskusi berlangsung dinamis. Peserta yang didominasi mahasiswa dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menyepakati untuk terus mengawal pembangunan KDT dengan fokus pemberdayaan masyarakat.