Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pengentasam kemiskinan merupakan salah satu tujuan SDG’s dan berada pada urutan pertama. Sustainable Development Goals (SDG’s) merupakan lanjutan dari program Milennium Development Goals (MDG’s), memiliki 17 tujuan dan 169 capaian yang diagendakan dalam periode 2015 hingga 2030. Sejalan dengan tujuan SDG’s, Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki peran dalam menyediakan data-data yang selanjutnya digunakan oleh pemerintah dalam menjalankan program pembangunan berkelanjutan.
Terkait tujuan pertama tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyediakan data terkait kemiskinan. Data tersebut diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan dua kali dalam satu tahun, Maret dan September. Pada bulan Maret, angka kemiskinan diestimasi sampai level kabupaten/kota, sedangkan pada bulan September, hanya sampai level provinsi saja.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terhadap rumah tangga yang terpilih sebagai sampel dengan kuesioner Susenas Kor serta Modul Konsumsi dan Pengeluaran. Pada kuesioner tersebut sangat rinci dipertanyakan tentang profil rumah tangga, dan paket komoditi kebutuhan dasar makanan dan non makanan. Setiap item pertanyaan dalam kuesioner ditanyakan secara wawancara oleh petugas lapangan yang memakan waktu 2-3 jam per sampel rumah tangga, hal itu dilakukan demi mendapatkan data kemiskinan yang berkualitas.
Angka kemiskinan kabupaten/kota telah rilis melalui publikasi Badan Pusat Statistik yang dapat diunduh melalui website https://bps.go.id pada bagian publikasi dengan judul “Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota tahun 2019”. Fenomena kemiskinan setiap daerah berbeda tergantung garis kemiskinan masing-masing daerah, hal ini disebabkan karena berbedanya harga komoditas makanan dan nonmakanan yang dikonsumsi masyarakat. BPS mendefenisikan garis kemiskinan sebagai nilai rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar asupan kalori sebesar 2.100 kkalori/hari per kapita (garis kemiskinan makanan) ditambah kebutuhan minimun nonmakanan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang, yaitu papan, sandang, sekolah, dan transportasi serta kebutuhan individu dan rumah tangga dasar lainnya (garis kemiskinan nonmakanan).
Konsep ini digunakan untuk menghitung kemiskinan absolut melalui pendekatan basic need approach (kemampuan memenuhi kebutuhan dasar). Konsep ini dipakai BPS sejak tahun 1998 agar hasil perhitungannya dapat dibandingkan dari waktu ke waktu (apple to apple). Sehingga, penduduk miskin adalah penduduk dengan pengeluaran di bawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan Kota Medan pada Maret 2019 adalah Rp 532.000 per orang per bulan. Artinya, penduduk dengan pengeluaran di bawah Rp 532.000 di Kota Medan akan digolongkan sebagai penduduk miskin, sehingga diperoleh persentase penduduk miskin Kota Medan sebesar 8,08% atau setara dengan 183,79 ribu jiwa. Persentase ini menurun 0,17 poin dari Maret 2018 dengan persentase sebesar 8,25%.
Beberapa fakta mengenai si miskin Kota Medan berdasarkan publikasi Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota tahun 2019, yakni lebih dari separuh penduduk miskin atau 65,27% berhasil menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama ke bawah (tidak tamat SD, tamat SD, dan tamat SMP sederajat) dilihat dari ijazah tertinggi yang dimiliki oleh penduduk miskin berumur 15 tahun ke atas. Sisanya, yaitu 34,73% berhasil menamatkan pendidikan di sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Fakta tersebut memberi gambaran bahwa penduduk miskin masih memiliki pendidikan rendah sehingga sulit mendapatkan pekerjaan yang layak dengan upah memadai seiring dengan meningkatnya biaya hidup di perkotaan.
Dilihat dari sektor bekerjanya, ada 53,98% penduduk miskin yang bekerja di sektor bukan pertanian, 5,90% di sektor pertanian, dan sisanya 40,11% penduduk miskin merupakan pengangguran dan bukan angkatan kerja. Konsep bekerja yang digunakan oleh BPS adalah kegiatan penduduk usia 15 tahun ke atas dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan yang dilakukan paling sedikit selama satu jam berturut-turut dalam seminggu terakhir, dalam hal ini penduduk miskin.
Sektor bukan pertanian meliputi pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan gas, konstruksi/bangunan, perdagangan, hotel dan rumah makan, transportasi, keuangan, jasa atau lainnya. Sebagai daerah perkotaan, pertanian bukan lagi sektor strategis dan andalan, sebaliknya sektor sekunder dan tersierlah yang sangat berperan dalam ekonomi Kota Medan. Diandalkannya sektor sekunder dan tersier, justru ada lebih dari separuh penduduk miskin bergantung di dalamnya.
Dua fakta tersebut kiranya memberi gambaran awal tentang kondisi penduduk miskin hasil Susenas Maret 2019 di Kota Medan. Kebijakan di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan kiranya mampu menyentuh penduduk miskin. Selain itu, angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS bersifat makro bukan mikro yang berasal dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Di balik angka kemiskinan yang dihasilkan, banyak orang melupakan satu hal dalam tahapan sensus atau survei yang dilaksanakan BPS, yaitu responden (atau rumah tangga yang menjadi sampel) yang memegang peranan penting dalam menghasilkan data kondisi sosial ekonomi yang berkualitas. Kami sebagai petugas lapangan sering mendapatkan jawaban dari responden: tidak punya waktu (apalagi Susenas ini memakan waktu yang cukup lama), atau tidak ada manfaatnya.
Oleh karena itu, kami sebagai insan BPS terus menerus berbagi manfaat atau pentingnya angka-angka yang dihasilkan oleh BPS termasuk angka kemiskinan, sehingga pemerintah dalam hal ini Pemko Medan dan masyarakat pada umumnya mampu mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi, salah satunya melalui media massa, seperti yang baru saja saya lakukan ini.
==
*Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, saat ini bekerja di Badan Pusat Statistik Kota Medan.
==
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 pixel) Anda ke email: [email protected].