Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Labuhanbatu. Meski harus menempuh perjalanan lebih dari enam jam dengan berjalan kaki, ratusan peserta dari 104 organisasi dan komunitas yang tergabung dalam Labuhanbatu Hammock Festival-2 (LHF-2) akhirnya bisa menyelesaikan seluruh kegiatan penanaman dan pembibitan mangrove (bakau), serta penyerahan bantuan buku dan alat tulis kepada anak-anak warga Dusun III, Desa Sei Tawar, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu.
Kegiatan LHF-2 yang digelar selama dua hari, terhitung 14 hingga 15 Desember 2019 ini, merupakan agenda kampanye penyelamatan sisa hutan Kabupaten Labuhanbatu yang diinisiasi oleh sejumlah pegiat lingkungan untuk menekan laju deforestasi dan abrasi garis pantai kabupaten Labuhanbatu.
“Ini merupakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya tahun 2017 kita juga melaksanakan kegiatan yang sama di lokasi yang sama, tepatnya di kawasan mangrove Dusun 3, Desa Sei Tawar, Panai Hilir,” jelas MQ Rudhy, salah seorang inisiator Labuhanbatu Hammock Festival kepada wartawan, Selasa (17/12/2019).
Dengan mengambil tema besar “Pesan untuk Menteri Siti Nurbaya”, kata MQ Rudhy, kegiatan LHF-2 ini juga bertujuan untuk menekan pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar tidak lagi memberikan peluang bagi siapapun untuk mengalihfungsi kawasan hutan yang tersisa di kabupaten Labuhanbatu, dan segera melakukan penanganan terhadap abrasi yang sudah sangat mengkhawatirkan di garis pantai kabupaten Labuhanbatu.
“Masih banyak terjadi perambahan liar dan alihfungsi illegal kawasan mangrove di kabupaten Labuhanbatu. Lebih parah lagi, pemerintah melalui instansi terkaitnya juga sepertinya tidak mengetahui jika abrasi di garis pantai Dusun 3, Desa Sei Tawar sudah sangat mengkhawatirkan. Rata-rata lima meter per tahun. Ini kami hitung sejak tahun 2014. Artinya, wilayah ini sudah kehilangan darat tidak kurang dari 30 meter kurun waktu 5 tahun terakhir. Untuk itu, kami dari seluruh organ yang tergabung menantang menteri lingkungan hidup dan kehutanan Siti Nurbaya untuk datang ke Labuhanbatu dan melihat langsung kondisi salah satu garis pantai terluar Indonesia ini,” papar MQ Rudhy.
Kegiatan yang diikuti ratusan peserta dari 104 organisasi dan komunitas ini, digelar tanpa adanya bantuan dari pihak manapun, baik pemerintah maupun swasta. Hal ini, menurutnya, untuk menunjukkan sikap tegas kepada pemerintah bahwa masyarakat juga dapat mengambil alih peran aparatur pemerintah dalam menyelamatkan sisa kawasan hutan, jika pemerintah sama sekali tidak perduli dan mengambil langkah penyelamatan atas kehancuran hutan di Labuhanbatu.
“Ini sikap dari awal LHF dilaksanakan pada tahun 2017. Kita bergerak bersama 43 organisasi dan komunitas ketika itu, dengan dana sendiri tanpa ada bantuan dari pihak manapun. Alhamdulillah, kegiatan berjalan baik dan paling tidak hingga hari ini bibit mangrove yang sudah kita tanam cukup banyak dan mampu menyisip bekas hutan yang sudah dirambah,” tambah MQ Rudhy.
Sementara itu, ratusan peserta yang mengikuti LHF-2 secara sukarela membiayai sendiri kegiatan ini. Mulai dari perlengkapan hingga logistik dan transportasi. Beratnya medan yang harus ditempuh untuk mencapai lokasi kegiatan, karena harus menempuh perjalanan kaki tidak kurang dari tujuh jam, diakui sejumlah peserta bagian dari tantangan yang memang harus dilalui setiap peserta.
“Memang kalau dilihat medan yang dilalui untuk sampai ke lokasi kegiatan di Pantai Alam Lestari, rasanya sangat tidak memungkinkan. Kami harus berjalan kaki lebih dari enam jam untuk sampai ke lokasi, dan juga berjalan lebih enam jam lagi untuk keluar hingga mendapatkan desa terdekat tempat terakhir sepeda motor kami titipkan,” papar Neny Agustina, salah seorang peserta.