Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Tokoh masyarakat Sumatra Utara, Dr RE Nainggolan, turut merespon hangatnya pembahasan publik soal pro terkait ditiadakannya Festival Danau Toba (FDT) tahun 2020.
Diakui RE Nainggolan, pelaksanaan FDT selama beberapa tahun terakhir, memang terkesan kurang maksimal, termasuk minimnya antusiasme warga untuk menghadiri gelaran tersebut.
Mungkin, sebut RE, hal itu yang menjadi penyebab Gubsu melontarkan ide untuk menghapus FDT di tahun 2020, dan mencari bentuk yang baru untuk tahun selanjutnya.
"Yang perlu dilakukan adalah evaluasi, penyesuaian, dan perbaikan," ujar mantan Sekdaprov Sumut itu menjawab wartawan, di Medan, Senin (13/01/2020).
Bagaimanapun, sebut RE, FDT sudah menjadi sebuah agenda rutin. Lebih jauh lagi, FDT menurutnya sudah branded, menjadi nama yang sangat dikenal luas, legendaris sejak era 1980. FDT sudah selalu ada di brosur-brosur dan menjadi kalender rutin pariwisata Sumut bahkan Indonesia.
"Konsep dan kontennya yang perlu diubah dan disesuaikan agar benar-benar bisa memancing minat dan kehadiran pengunjung, baik domestik maupun mancanegara," ujar RE lagi.
Lebih lanjut mantan Bupati Tapanuli Utara itu mengatakan banyak opsi yang bisa dipilih untuk membuat FDT lebih bermakna dan bermanfaat. Sebagai contoh, bisa dengan menggelar lomba balap sepeda seperti Tour de Toba. Bisa juga festival solu bolon, dan berbagai event menarik lainnya, termasuk triathlon seperti yang disampaikan Pak Gubsu sendiri.
"Memang membutuhkan persiapan dan publikasi yang serius, tetapi juga sangat berpotensi menggaet pengunjung, dan makin mengenalkan Danau Toba khususnya dan Sumatera Utara umumnya, ke dunia luar,” katanya.
RE mengatakan saat ini tren pariwisata adalah yang membangkitkan adrenalin. Kawasan Danau Toba sangat mendukung untuk hal seperti itu. Banyak jenis olahraga ekstrem atau paket petualangan yang bisa digelar di sana.
"Yang jelas harus kreatif membuat konsep dan kontennya. Dalam sekejap, keseruan itu akan langsung viral ke seluruh dunia, dan membuat orang terdorong untuk datang dan mencoba," katanya.
Dia juga menyarankan agar dibentuk panitia tetap yang bertugas menyelenggarakan FDT sehingga mekanisme evaluasi dan akuntabilitasnya akan lebih mudah dilakukan.
Selain itu, perlu pelibatan seluruh daerah di kawasan. "Masing-masing kabupaten di sekitar Danau Toba membuat event festival sendiri, kemudian FDT menjadi event puncaknya. Jadi, semua terintegrasi dan punya grand design," katanya.
Yang jelas, menurut RE lagi, konten dan bentuk even memang harus diubah, disesuaikan dengan tuntutan zaman, mengikuti tren dunia yang berubah sangat cepat. "Akan tetapi, tidak perlu mengubah nama. FDT itu sudah menjadi brand yang besar, yang dibangun berpuluh tahun. Sayang jika dihapus begitu saja," katanya.
Jadwal pelaksanaannya juga menurutnya harus dicari waktu yang terbaik. Misalnya mungkin di bulan Juni atau Juli, jangan di akhir tahun. "Juni dan Juli itu masa puncak liburan di Indonesia. Itulah waktu yang optimal," ujarnya.