Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menegaskan, pihaknya menghormati vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan yang melepaskan terdakwa korupsi mantan Plt Kadis Perkim Madina, Rahmadsyah Lubis (49) dan kedua stafnya. Namun di sisi lain, pertimbangan hukum majelis hakim yang diketuai Irwan Effendi Nasution menyatakan dakwaan tim JPU prematur, bisa menimbulkan beragam penafsiran.
Bahkan dikuatirkan bisa menjadi preseden penegakan hukum, terutama penanganan perkara-perkara korupsi di Sumut dan Kabupaten Madina, pada khususnya.
“Sekali lagi, kita menghormati putusan majelis hakim. Tapi di sisi lain, kita tentu sangat menyayangkan dan kecewa dengan pertimbangan hukum putusan yang melepaskan para terdakwa. Sebab suatu keanehan, jika dalam perkara pidana, di putusan akhir diberikan pertimbangan tentang prematur atau tidaknya dakwaan penuntut umum. Seharusnya putusan semacam ini diputus saat putusan sela ya, jika ada eksepsi dari terdakwa maupun penasihat hukumnya,” ungkap Direktur LBH Medan, Ismail Lubis, Selasa (28/1/2020) saat dikonfirmasi terkait Putusan kontroversial di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (27/1/2020) kemarin.
Pertimbangan hukum majelis hakim menyebutkan tidak adanya kajian dari tim mana pun tentang pembangunan di Taman Sirisiri Syariah (TSS) dan Taman Raja Batu (TRB) dilarang atau tidak, imbuhnya, kurang elegan.
“Nah sekarang coba logikanya kita balik. Seharusnya justru kajian yang dimaksud itu dibuat sebelum pembangunan di kedua lokasi Taman Wisata tersebut oleh para terdakwa,” tegasnya.
Alumnus Fakultas Hukum UISU ini menambahkan, justru sebaliknya. Karena tanpa kajian lebih dulu mengingat lokasinya di pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Batang Gadis, namun kemudian melakukan pembangunan, bisa dijadikan sebagai hal yang memberatkan pada diri terdakwa.
Untuk menyelamatkan pihak lain yang besar dan mungkin terlibat, upaya hukum kasasi sudah tepat.
Guna menghindarkan beragam penafsiran di tengah-tengah publik, Ismail berharap agar majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut diperiksa Dewan Pengawasan (Dewas) Hakim Mahkamah Agung dan juga Komisi Yudisial (KY). Apakah ada dugaan pelanggaran etika profesi hakim di situ atau tidak.
Diketahui pada sidang itu kemarin, di antara majelis hakim terjadi perbedaan pendapat atau ‘dissenting opinion’ (DO). Salah seorang anggota majelis hakim, Denny Iskandar menyatakan tidak sependapat dengan Ketua Majelis Hakim Irwan Effendi Nasution dan anggota lainnya Mian Munthe alias DO, atas vonis lepasnya mantan Plt Kadis Perkim Madina Rahmadsyah Lubis (49) dan kedua stafnya.
Kedua stafnya yakni Edy Djunaedi ST (42) serta Khairul Akhyar Rangkuti (39) terkait proyek pembangunan lokasi wisata dan tempat upacara di Taman Siri-siri Syariah (TSS) dan Taman Raja Batu (TRB) Madina ternyata masuk dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH), juga divonis lepas dari tuntutan tim JPU, saat itu dihadiri Agustini dan Nurul.
Irwan Effendi ketika ditanya tentang alasan hukum vonis lepasnya ketiga terdakwa menguraikan, belum ada kajian dari tim mana pun yang menyatakan pembangunan di areal DAS Batang Toru, Kabupaten Madina dilarang atau tidak.
“Belum ada kajian dari tim mana pun. Sementara tuntutan JPU menyebutkan ‘total lost’ (ada pembangunan fisiknya namun tidak bisa dipergunakan pemkab-red),” tegas Irwan Effendi.
Pertimbangan hukum lainnya terkait dengan Pasal 15 PP No. 11 Tahun 2011 tentang Sungai. Pasal dimaksud antara lain menyebutkan, garis sempadan mata air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (2) Huruf g ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 meter dari pusat mata air.
“Kami tidak membuktikan unsur korupsi total lost sebagaimana didakwakan/dituntut tim JPU,” pungkasnya.