Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ditengah perhatian masyarakat pada virus corona atau Novel Coronavirus (nCoV), difteri juga masih menjadi ancaman bagi warga Sumatera Utara (Sumut). Apalagi, kasus suspect difteri di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik pada 2019 lalu sampai menginfeksi 23 orang, dimana 2 diantaranya meninggal dunia.
Untuk itu, Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Sumut, Teguh Supriyadi meminta para petugas Puskesmas untuk bisa meyakinkan orangtua agar mau mengijinkan anaknya divaksin difteri di sekolah. Sebab, kata dia, biasanya selalu saja ada orangtua yang keberatan jika anaknya divaksin dengan berbagai alasan.
"Sebelum divaksin, kita kan kasih inform konsern untuk minta persetujuan orangtua. Tapi ada juga orangtua yang tidak mengijinkan. Nah kalau ada yang seperti itu petugas Puskesmas lah yang harus meyakinkan orangtua bahwa imunisasi itu penting," ungkapnya kepada wartawan, Kamis (30/1/2020)
Salah satu alasan orangtua menolak anaknya diimunisasi menurut dia, adalah karena rasa takut anaknya akan jatuh sakit usai diimunisasi. Padahal hal itu jelas dia, lantaran reaksi dari proses vaksin ketika bekerja di dalam tubuh.
Dia juga mengakui cakupan imunisasi difteri memang normal, namun belum mencapai target secara keseluruhan. Capaian yang sudah didapatkan baru sekitar 80%, dari jumlah sasaran yakni bayi dan anak usia sekolah.
"Tapi seharusnya cakupan kita 90 persen. Untuk itu tahun ini kita akan meningkatkan cakupan imunisasi dan kualitasnya," terangnya.
Dia juga menyebutkan, penularan difteri sangat cepat bagi anak yang tidak pernah dapat imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus). "Contohnya, pada saat difteri ini menginfeksi seseorang, mungkin dia hanya merasa hanya batuk-batuk biasa saja, padahal difteri. Nah, begitu dia dekat anak balita yang tidak imunisasi, maka tertular-lah anak itu," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, yang perlu diantisipasi adalah orang-orang yang berhubungan atau kontak dengan anak-anak seperti guru TK, SD. "Mestinya kita harus buat jejaring dengan pendidikan juga. Supaya bisa sosialisasi ke para guru. Misalkan tidak enak badan, pilek atau flu, periksalah dulu baru besoknya mengajar," imbuhnya.
Ia menambahkan, dalam mengantisipasi penyebaran difteri, Dinas Kesehatan akan melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri. Ia menggambarkan, misal ada satu desa ditemukan penderita difteri, maka cakupan imunisasi DPT harus ditingkatkan.
"Jadi dilihat cakupan imunisasi DPT nya, kemudian dari hasil penyidikan dimungkinkan nggak vaksin DPT itu diberikan kepada anak dibawah 18 tahun. Makanya, kemarin mahasiswa USU yang ada kontak dengan mahasiswi yang meninggal suspect difteri itu, diberi vaksin semua," pungkasnya.