Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Luas areal hutan adat di Tanah Batak, nyaris seutuhnya menjadi areal konsesi PT TPL. Antara lain, tanah adat di Desa (Nagori) Sihaporas, Pematang Sidamanik, Simalungun seluas 2040 hektar. Dilihat dari peta Kementeriaan Lingkungan Hidup 98 persen areal itu telah menjadi konsesi PT TPL.
Begitu juga dengan Desa Dolok Parmonangan, Bandar Huluan, Simalungun. Dari luas tanah adat 800 hektar, 59 persen di antaranya juga sudah menjadi konsesi PT TPL.
Termasuk pula tanah masyarakat adat masyarakat adat Tor Nauli, Tapanuli Utara, Selasa 1500 hektar, 50 persen di antaranya juga menjadi konsesi PT TPL. Demikian Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak saat konferensi pers yang berlangsung di Caldera Coffee, Jalan Sisingamangaraja Medan, Kamis (6/2/2020).
"Lebih parahnya lagi, tiga tempat di atas adalah wilayah tangkapan air di Danau Toba. Sementara aktivitas TPL di tiga tempat itu diduga merusak alam sekitarnya," kata Roganda.
Salah seorang keturunan Ompu Mamontang Raja Laut Amabrita, Mangitua Ambarita mengatakan, konflik masyarakat dengan pihak TPL terkait lahan itu sudah terjadi sejak 1998. Padahal, lanjut Mangitua, dokumen kepemilikan sejarah lahan Sihaporas bisa dilihat dari bukti sejarah termasuk dari peta Belanda.
Kemudian pada 2019, sertifikatnya sudah dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melalui Badan Registrasi Wilayah Adat. Luasnya sama dengan luas awal yakni 2040 hektare. Namun meski begitu, masyarakat tetap tidak bisa menggunakan lahan itu.
"Kalau mau kami usahakan selalu diteror. Kalau kata Menteri Siti Nurbaya, kami disuruh tunggu sampai hak konsesi lahan itu dicabut dari TPL. Kalau begitu, kami mau makan apa?" kata Mangitua.