Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Komisi A DPRD Sumatra Utara meminta Kementerian BUMN memberi kemudahan bagi kelompok masyarakat tidak mampu memiliki lahan eks HGU PTPN2 yang telah hapusbuku. Kemudahan dimaksud antara lain meringankan pembayaran lahan eks HGU PTPN2 tersebut, yang saat ini memang sebagian sudah dikelola masyarakat untuk rumah tinggal dan lahan bercocok tanam.
Anggota Komisi A DPRD Sumut, Irham Buana Nasution, menyatakan pihaknya sudah memohonkan keringanan pembayaran lahan eks HGU PTPN 2 yang telah hapusbuku kepada Kementerian BUMN.
Menurut Irham, sudah sewajarnya kelompok-kelompok masyarakat yang tidak mampu ini mendapat keringanan agar bisa secepatnya mendapatkan tanah eks HGU yang telah mereka perjuangkan selama bertahun-tahun.
"Keringanan membayar lahan eks HGU PTPN II yang telah hapusbuku ini harus segera direalisasikan oleh Kementerian BUMN agar tanah-tanah yang selama ini dikelola oleh kelompok masyarakat tidak jatuh kepada pihak ketiga akibat tidak sanggup bayar karena kemahalan," kata Irham Buana Nasution kepada wartawan, Kamis (20/02/2020).
BACA JUGA: Dilaporkan ke KPK, Gubernur Sumut Berencana Laporkan Balik 6 Pelapor
Irham menyatakan, saat ini ada sekitar 20% dari total 5.873 ha lahan eks HGU PTPN 2 yang telah hapusbuku dimiliki oleh kelompok masyarakat tidak mampu. Irham mengatakan lahan masyarakat ini harus diproteksi dengan memberi kemudahan bagi mereka untuk memiliki tanah tersebut.
"Kami di DPRD akan berupaya maksimal memperjuangkan agar hak masyarakat atas tanah eks HGU ini tidak hilang," kata Irham sembari menegaskan persoalan tanah eks HGU PTPN 2 ini menjadi agenda prioritas DPRD Sumut sejak dilantik 16 September 2019 lalu.
Irham menyatakan sudah beberapa kali memanggil PTPN II, BPN serta kelompok-kelompok masyarakat termasuk Ormas untuk membahas penyelesaian lahan eks HGU ini. Irham menyatakan optimis permasalahan ini bisa segera diselesaikan tanpa ada yang dirugikan, termasuk kelompok masyarakat.
"Kita minta semua bersabar, DPRD akan terus mengawal penyelesaian tanah yang menjadi hajat hidup orang banyak ini," kata Irham, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut dua periode.
Belum lama ini, Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumut mengumumkan 5.873 hektar lahan eks HGU PTPN 2.yang telah dihapusbuku oleh Kementerian BUMN akan dibagi secara bertahap. Tahap pertama akan dibagikan 2.216 ha dengan syarat penerima lahan diwajibkan membayar sesuai harga yang telah ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJJP).
Ketua Lembaga Pemulihan Hak-hak Tanah Rakyat (LPHTR), Kamisan Ginting menyatakan pihaknya telah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Menteri BUMN Erick Tohir mengkaji ulang pembayaran lahan eks HGU PTPN II yang telah hapusbuku.
Menurut Kamisan, kebijakan ini tidak adil karena masyarakat diminta untuk membayar lahannya sendiri yang masuk dalam daftar nominatif penghapusbukuan eks HGU PTPN 2.
"Kita minta kebijakan untuk membayar lahan eks HGU PTPN 2 yang telah hapusbuku ini ditinjau ulang," kata Kamisan sembari menambahkan PTPN 2 perlu mencontoh kebijakan manajemen PTPN 4 yang telah mengembalikan lahan seluas 2.800 hektar kepada warga desa Senama Nenek di Kabupaten Kampar, Riau tanpa harus membayar.
Kamisan menyatakan tanah eks HGU adalah tanah negara, yang perlu dibayar adalah tanaman, barang dan benda apabila lahan masih dikuasai bekas pemegang hak seperti yang tertera dalam PP 40 Tahun 1996 pasal 18 dan Permen ATR 7 Tahun 2017 pasal 54.
Kamisan menyatakan permasalahan lahan eks HGU PTPN 2 ini rawan praktek korupsi. Kamisan menambahkan dugaan korupsi ini bisa terjadi karena disebut adanya keharusan membayar tanah eks HGU yang sudah berstatus tanah negara ke kas PTPN 2.
Baru-baru ini, enam warga Sumatera Utara melalui kuasa hukum Hamdani Harahap dan kawan-kawan melaporkan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, mantan Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi, mantan Kakanwil BPN Sumut Bambang Priono, Direktur Utama PTPN 2 Mohammad Abdul Ghani, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (13/02/2020).
Para pejabat ini dilaporkan oleh keenam warga Sumut masing-masing Saharuddin, Sahat Simatupang, Muhammad Arief Tampubolon, Timbul Manurung, Lomlom Suwondo dan Burhanuddin Rajagukguk atas dugaan korupsi dan atau gratifikasi dan perdagangan kekuasaan untuk kepentingan masing-masing atas penerbitan Surat Perintah Pembayaran (SPP) lahan eks HGU PTPN 2.
Hamdani Harahap mengatakan PTPN 2 tidak memiliki dasar hukum menjual 2.016 hektar lahan eks HGU karena objek tanahnya sudah tidak berkekuatan hukum sebagai aset PTPN 2, apalagi sampai menerima uang dari pembayaran tanah lewat mekanisme penerbitan surat perintah pembayaran ke rekening PTPN 2.
Hamdani menyatakan surat perintah pembayaran tanah eks HGU yang dijadikan dasar jual beli lahan eks HGU PTPN II adalah perbuatan melawan hukum yang berpotensi menguntungkan pribadi para pihak terlapor yang nilainya kurang lebih Rp 26 triliun.
Hamdani menambahkan seharusnya skema penyelesaian atau distribusi lahan eks HGU PTPN yang telah hapusbuku bukan berdasar jual beli atau komersialisasi, melainkan mengacu pada SK Gubernur Sumut Tentang Tim B Plus Nomor 593.4/065/K/2000 tgl 11 Februari tahun 2000 Tentang Penyelesaian Eks HGU PTPN 2.