Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sah-sah saja bila Kota Medan masuk kategori sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia. Rel kereta api layang rute Medan-Kualanamu sedang digarap dan tidak lama lagi akan rampung. Underpass Brigjen Katamso-Titi Kuning sudah beroperasi. Gedung-gedung pencakar langit (skyscrapers) juga semakin bertambah banyak. Semua ini menjadi simbol peradaban Kota Medan yang kian modern.
Namun sayang seribu sayang. Gencarnya pembangunan infrastruktur belum mampu diimbangi dengan persoalan kebersihan di Kota Medan. Seperti yang kita bisa saksikan pengelolaan sampah tidak kunjung mendapatkan solusi efektif. Pemimpin terus berganti tapi sampah selalu menjadi masalah pelik.
Kota Terkotor
Tumpukan sampah dengan bau yang menyengat bisa kita jumpai saban hari di banyak titik. Kita ambil contoh tempat pembuangan sampah sementara di area taman dekat Stadion Teladan. Taman itu seyogianya adalah ruang publik yang ramah lingkungan. Di sana disediakan fasilitas-fasilitas olahraga. Setiap pagi dan sore masyarakat sering melakukan aktifitas seperti jogging, senam pagi atau sekedar duduk-duduk santai bersama keluarga. Tapi aroma busuk dan pemandangan kotor akibat tumpukan sampah tadi sangat mengganggu kenyamanan. Ini hanya satu contoh betapa penanganan sampah untuk kota sebesar Medan masih begitu amatir.
Tempo hari, dalam penilaian Adipura 2018 silam, kota berjuluk Melayu Deli ini diberi predikat sebagai yang terkotor se-Indonesia dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK). Nilai rendah yang diberikan KLHK ditengarai karena sistem pengelolaan sampah yang masih menggunakan sistem open dumping. Sekadar memberi informasi, dalam sistem open dumping, sampah dibuang begitu saja di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berbentuk cekungan atau legokan tanpa menggunakan tanah sebagai penutup sampah dan tidak ada tindakan lebih lanjut.
Laporan Kompas (14 Januari 2019) menunjukkan bahwa sampah warga Kota Medan bisa mencapai 2.000 ton tiap harinya dan diangkut ke TPA Terjun, Marelan. Dapat dibayangkan akan seperti apa kota ini kelak jika sistem open dumping masih terus diberlakukan. Setiap tahun jumlah penduduk kota ini terus mengalami peningkatan. Otomatis produksi sampah juga akan semakin bertambah. Padahal luas wilayah kota Medan segitu-segitu saja. Apalagi konon kabarnya TPA Terjun sudah semakin tidak memadai lagi untuk menampung sampah.
Para pakar dan aktivis lingkungan tidak bosan-bosannya memberikan rekomendasi agar Pemerintah Kota (Pemko) Medan membuat terobosan baru. Salah satunya adalah melakukan transisi dari sistem open dumping ke sistem sanitary landfill. Ini sesuai dengan yang termakhtub dalam UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Metode ini diyakini akan jauh lebih efektif karena sampah akan dibuang dan ditumpukkan di lokasi cekung yang sudah memenuhi syarat teknis. Selanjutnya sampah-sampah itu akan dipadatkan dengan alat-alat berat dan ditutup dengan tanah. Banyak kota-kota besar di negara-negara maju yang telah menggunakan cara ini dan terbukti berhasil. Sebut saja Oslo, Tokyo, Stockholm atau Freiburg.
Membangun Kesadaran
Gelar Medan sebagai kota terkotor ini seharusnya menjadi cambuk sekaligus tamparan bagi Pemko Medan agar lebih serius dan profesional dalam menangani persoalan sampah. Tujuan utama menjadi kota yang bersih sebenarnya bukan karena alasan supaya memperoleh penghargaan. Lebih dari itu, kota yang bebas sampah dan memiliki lingkungan yang sehat merupakan syarat mutlak agar produktivitas setiap individu berlangsung baik. Jika manusianya tidak sehat bagaimana mungkin pembangunan bisa berjalan maksimal?
Tak perlu lama-lama meratap. Predikat buruk itu sudah melekat. Kini, yang perlu dilakukan adalah pembenahan yang serius. Tata kelola sampah harus benar-benar di-manage dengan benar. Selain beralih ke sistem sanitary landfill, barangkali Pemko Medan bisa mencontek Surabaya yang pada tahun 2014 silam dinobatkan sebagai kota percontohan dalam pengelolaan sampah terbaik di Indonesia. Surabaya menjalankan program 3R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (mendaur ulang) dengan begitu efektif hingga bukan cuma mampu mengatasi persoalan penanganan sampah secara tepat tapi juga bisa meraup keuntungan ekonomis.
Karena keberhasilan itulah maka Surabaya menjadi tuan rumah Forum Regional The 5th Regional 3R Forum in Asia & The Pacific dengan tema Multilayer Partnership & Coalitions as the Basic for 3R’s Promotion in Asia & The Pacific.
Terkait dengan predikat kota terkotor ini, beberapa waktu lalu Pemko sempat ‘dihadiahi’ papan bunga bertuliskan ucapan ‘Selamat Sukses Kepada Walikota Medan Atas Penghargaan Kota Terjorok Bagi Kota Medan Tahun 2019. Semoga Bapak Sehat Selalu. #Sayangi Medan. Karangan bunga itu terpampang persis di depan kantor Walikota Medan, Jalan Kapten Maulana Lubis, Medan, Rabu (23/01/2019).
Saya bukan hendak membela. Malah saya cenderung sepakat kalau Pemko Medan memang belum maksimal dalam upaya tata kota yang bersih dan sehat. Namun kita juga harus bersikap fair. Urusan sampah dan kebersihan kota tidak bisa hanya dilimpahkan pada pemerintah semata. Seluruh warga Medan harus terlibat dan benar-benar lebih peduli pada kebersihan lingkungan.
Terus terang saja, kesadaran masyarakat kota Medan soal kebersihan dan kepedulian pada lingkungan masih sangat rendah. Contoh kecil misalnya ketika sedang mengemil dalam mobil atau angkutan umum, bungkus makanan bisa dibuang lewat jendela dengan seenaknya. Silakan cek selokan-selokan atau parit-parit di sekitar rumah-rumah penduduk. Setiap kali hujan turun, apalagi dalam dengan curah hujan yang tinggi, air akan menggenangi jalan-jalan di banyak ruas kota. Lihat juga sampah-sampah yang bertebaran di bantaran sungai-sungai yang ada di kota Medan.
Apakah sampah-sampah yang baunya menyengat itu turun sendiri dari langit? Tentu saja tidak! Dari kecil kita diajarkan bahwa membuang sampah ke sungai dan parit bisa mendatangakan banjir. Tapi kita tidak benar-benar belajar. Kebiasaan buruk itu terus dilakukan. Oleh sebab itu, kita tidak bisa hanya sekadar memberi kritik tanpa melakukan introspeksi. Sehebat apapun upaya yang dilakukan pemerintah, jika masyarakat tidak peduli dan terus-menerus membuang sampah sesuka hati, kota ini akan selalu kotor dan tidak sehat.
Dengan demikian, maka baik Pemko maupun penduduk Kota Medan sama-sama punya kesalahan. Kesalahan itu harus ditebus dengan komitmen yang kuat dan konsisten untuk menjadikan kota ini kembali asri.
==
Penulis adalah kolumnis lepas, dosen STIE Eka Prasetya dan guru SMP/SMA Sutomo 2 Medan.
==
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]