Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Omnibus law disorot banyak pihak karena banyak pasal kontroversial, termasuk soal RUU Cipta Kerja. Pakar hukum tata negara Prof M Fauzan meminta jangan mencari kambing hitam.
"Saya hanya prihatin, lagi-lagi yang menjadi kambing hitam ketidakcermatan dalam penyusunan produk hukum adalah salah ketik," kata Prof Fauzan saat berbincang, Jumat (21/2/2020).
Beberapa waktu yang lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengeluarkan Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Bunyi Pasal 27 ayat (7) dan (8) sama persis yakni 'Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c diterbitkan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi'.
"Sebelum itu dalam RUU Perubahan UU KPK tentang syarat umur calon komisioner juga dikatakan salah ketik. Terakhir kasus kambing hitam salah ketik juga terdapat dalam RUU Omnibus Law dalam Pasal 170 ayat (1) yang jika dihitung terdiri dari 39 kata yang secara substansi bertentangan prinsip dan asas perundang-undangan," papar Ketua Harian Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Jawa Tengah itu.
Menurut guru besar Univesitas Jenderal Soedirman (Unsoed) itu, jika dilihat dari rumusan ketentuan Pasal 170 ayat (1) RUU Omnibus Law, maka kelihatannya tidak termasuk dan tidak cukup alasan itu disebabkan karena salah ketik.
"Tidak salah jika ada yang berpendapat bahwa ketentuan pasal tersebut merupakan cerminan garis politik hukum yang 'sengaja' akan diwujudkan dalam produk hukum, hanya saja keburu ketahuan oleh publik. Coba jika ketahuan setelah diundangkan? Saya memperkirakan banyak pihak yang akan memberikan 'pekerjaan' kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan pengujian," pungkas M Fauzan.
Berikut pasal yang dimaksud:
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 170
(1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini.
(2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia.(dtc)