Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kejahatan korporasi di Indonesia sejak dulu hingga kini, tak ada yang berubah. Meski disebut-disebut Indonesia sudah lebih demokratis dibanding masa orde baru yang berciri otoriterianisme, namun tetap saja kejahatan korporasi di negeri ini terus "mekar". Sebaliknya menjadi ironis, ketika gerakan masyarakat saat ini, justru semakin melemah.
Demikian disampaikan akademisi dari Universitas HKBP Nommensen, Dimpos Manalu, dalam diskusi "Mengenal muslihat industri kertas PT TPL" yang berlangsung di kantor Walhi Sumut, Jalan Bunga Wijaya Kusuma, Medan, Selasa (25/2/2020)
"Kwik Kian Gie pernah menulis betapa enaknya menjadi 'pengusaha hutan' di Indonesia. Pengusaha meminjam uang dari bank lalu memanfaatkan hasil hutan. Untungnya berkali lipat, sedangkan pajak seringkali nembak," kata Dimpos.
Dikatakan Dimpos, kejahatan korporasi di Indonesia berkelinden juga dengan politik. Ini yang membuat perlawanan masyarakat melawan korporasi terasa sangat sulit dan cenderung tidak membuahkan apa-apa.
"Saya bukan pesimis, karena faktanya, di lapangan tidak ada yang berubah. Kejahatan korporasi terus saja terjadi dan berelasi dengan politik. Masyarakat menjadi korban dan tak berdaya," kata Dimpos.
Dalam konteks TPL, pemantik diskusi lainnya, Rocky Pasaribu dari KSPPM mengatakan, hasil investigasi majalah Tempo belum lama ini yang menyebutkan ada dugaan kecurangan yang dilakukan perusahaan ini untuk menghindari pajak, merupakan informasi yang sangat membantu.
"Ini adalah informasi yang penting. Terlepas secara hukum ini masih dugaan, tapi perlu dibuat diskusi yang lebih tajam soal itu. Informasi ini mau diapain?" tanyanya.
Diskusi ini dihadiri sejumlah organisasi masyarakat yang ada di Sumatra Utara. Antara lain AMAN, KSPPM, Bakumsu, Kontras, Walhi sebagai tuan rumah dan sebagainya.