Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Quaden Bayles namanya, bocah berusia 9 tahun yang menjadi korban bully di sekolahnya yang mencuri perhatian seluruh dunia, baik itu dari kalangan artis, orang tua, guru, nitizen, dll. Quaden memang memiliki pertumbuhan yang kurang sempurna (cebol) itulah yang menjadi sebab teman di sekolahnya mem-bully-nya dengan segala cara.
Dari beberapa berita yang saya baca bahwa Quaden sampai depresi atas bully yang dilakukan temannya. Sampai-sampai ia memutuskan ingin bunuh diri. Bahkan ia menyuruh ibunya untuk mengakhiri hidupnya, sambil menangis tersendu-sendu, Sungguh berat sekali beban bocah asal Australia ini.
Fenomena bully memang kerap terjadi di lingkungan sekolah, baik itu secara langsung atau tidak langsung. Terkadang anak-anak di lingkungan sekolah tidak menyadari bahwa kata-kata yang diucapkan kepada temannya tidak berdampak apa-apa. Memang awalnya si anak hanya sekadar bercanda dan bermain, namun ternyata dalam ilmu psikologi tidak mengenal kata-kata bercanda. Secanda apapun yang kita lakukan kepada seseorang ia akan tetap tersimpan di memori alam bawah sadar (menyimpan dendam). Nah, kalau kata-kata buruk itu selalu diungkapkan berulang-ulang kepada seseorang, walaupun itu sifatnya bercanda, cepat atau lambat akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Balas dendam, balas bully, dll.
Menyikapi bully, memang sering sekali pihak sekolah yang menjadi sasaran empuk atas semua kesalahan ini, karena memang bully kerap terjadi di areal sekolah, baik di dalam kelas, kantin sekolah maupun lingkungan sekolah. Sebagai seorang guru saya tidak menyalahkan ini. Namun, saya ingin katakan bahwa karakter seorang anak dominan terbentuknya adalah di rumah. Baik buruknya seorang anak mutlak itu berangkat dari pola asuh orang tuanya, baik ibu, ayah maupun orang-orang terdekat yang mengasuhnya.
Kalau sudah begini siapa yang dipersalahkan? Padahal kalau berani jujur terhadap diri sendiri, sudah sebaik apakah diriku dalam mengasuh anak-anak di rumah? Kalimat ini untuk orang tua. Sudah sebaik apa teladan yang saya berikan kepada siswa-siswiku? Kalimat ini harusnya evaluasi bagi setiap guru.
Saya juga ingin sampaikan, harusnya orang tua dan tenaga pendidik di sekolah harus kompak dan sama-sama mengerti peran masing-masing, agar menghindari saling menyalahkan jika ada masalah terhadap anak. Orang tua tidak boleh alergi bila pihak sekolah mengundang untuk hadir ke sekolah mengikuti seminar parenting, diskusi, edukasi, dll. Para pihak guru pun harus ekstra keras menjaga anak-anak dari kasus bully ini. Setiap tenaga pendidik harus cepat respon dan mencari solusi atas masalah bully ini.
Memang baik dan buruk akan selalu berdampingan, karena memang hidup ini selalu berpasangan. Paling tidak ikhtiyar yang kita lakukan harus maksimal, agar tidak ada alasan untuk menyalahkan diri.
Semoga kasus bully ini menjadi pelajaran penting bagi kita, orang tua, masyarakat maupun guru. Semoga bermanfaat!
===
Penulis guru SD Muhammadiyah 1 Aek Kanopan, Kabupaten Labuhanbatu Utara.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]