Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sutio Jumagi Akhirno menegaskan akan berkoordinasi dengan para hakim di jajarannya demi mempertahankan terciptanya suasana sidang yang tertib. Di sisi lain juga jangan sampai menghalangi awak media dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik khususnya ketika meliput berita persidangan.
"Izin lebih dulu kepada ketua pengadilan ketika akan mengambil foto atau rekaman video jalannya suatu persidangan bukan ditujukan kepada rekan-rekan media tapi bagi pengunjung sidang," tegas Sutio saat dikonfirmasi via seluler, Selasa (3/3/2020) pagi.
Hal tersebut dipertanyakan seputar poin ke-3 Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (Dirjen Badilum MA) 7 Februari 2020.
Pasalnya pada poin ke-3 SE Dirjen Badilum Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan tersebut ditegaskan, harus ada izin dari ketua pengadilan bila pengunjung akan mengambil foto atau rekaman video (audio visual) jalannya persidangan.
"Saya menyerahkan semuanya kepada majelis hakim yang menyidangkan perkaranya. Kalau kita duduk bersebelahan sama hakim kan itu sudah tidak cocok," kata Sutio.
Mantan Wakil Ketua PN Bali itu juga mengaku memahami tugas diemban kalangan awak media yang dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di pihak lain pihaknya juga dilindungi UU (Pokok Kekuasaan Kehakiman, red) dan produk hukum lainnya.
"Nanti tinggal bagaimana kita berkoordinasi saja dengan majelis. Pers tidak diperumit kok dalam pengambilan, maksud dari SE itu, bagi pengunjung yang hadir, bukan bagi para awak media," pungkasnya.
Sementara mengutip pemberitaan di sejumlah media, Ketua MA Hatta Ali menginstruksikan agar SE Dirjen Badilum Nomor 2 Tahun 2020 tersebut segera dicabut menyusul derasnya sorotan tajam dari publik.
"Betul. Ternyata setelah diteliti itu sudah diatur dan itu sudah diperintahkan untuk mencabut," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Jumat (28/2/2020).
Diantaranya, sorotan dari Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) dalam siaran persnya yang diteruskan LBH Medan mengecam produk SE dimaksud.
'Embel-embel' harus ada izin dari ketua pengadilan bila mau mengambil foto, rekaman suara dan audio visual tersebut dikuatirkan justru semakin memberi ruang gerak semisal 'mafia kasus' maupun 'mafia' perkara. Selain itu bisa menimbulkan bias dengan produk hukum di atasnya yakni menghalangi tugas-tugas jurnalistik yang juga dilindungi UU Pers.