Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Tanah Karo. Sekitar 90 persen produksi bunga potong di kawasan sentra penghasil bunga potong di Kabupaten Karo, Sumatra Utara mengalami gagal dipanen. Hal ini dikarenakan minimnya permintaan pasar pasca pandemi COVID-19, sebagai pemicu pemasaran di kawasan Sumut, NAD, Riau, dan Padang mengalami gangguan.
“Saat ini petani bunga potong berharap perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Karo. Saat ini bunga tidak laku, bahkan yang siap panen lebih dari 90 persen tidak terpasarkan," ujar Ridwan Ketaren dan Muslim Ketaren, petani bunga potong Desa Raya, Kecamatan Berastagi, yang ditemui medanbisnisdaily.com, Kamis (16/4/2020) .
Menurut kedua pria yang masih memiliki pertalian darah itu. Hampir seluruh jenis bunga potong baik yang peruntukannya guna kebutuhan resepsi, pernikahan, peringatan hari besar, termasuk jiarah, minim permintaan. Pasokan ke wilayah Sumut, Provinsi NAD, Riau, dan Padang, kini tersendat.
“Dalam kondisi normal, biasanya bunga minimal dikirim keluar daerah dua kali dalam sepekan. Semisal jenis mawar, carnation (anjelir), atupun pikok tidak pernah sampai mekar sudah terjual. Sebulan terakhir ini, bunga banyak masuk tempat sampah. Jika berkepanjangan tanpa ada solusi dari pemerintah, musim tanam berikutnya akan kacau," ujar keduanya.
Di tempat terpisah, Bendahara Kelompok Tani Pengiapen, Desa Raya yang juga bergelut di bidang cocok tanam bunga potong, Wisma Pandia, juga mengatakan hal senada. Menurutnya beberapa jenis bunga potong bahkan tidak panen hingga 95 persen. Semisal mawar, anjelir, herbra, dan pikok.
“Selain tidak laku, biaya opersional pun tidak mencukupi. Jadi lebih baik tidak dipanen. Pengeluaran tenaga kerja tidak sebanding dengan perolehan, apalagi biaya produksi. Banyak petani yang memilih buganya membusuk atau di buang ke tempat sampah. Kondisi sekarang ini, sepenuhnya menanam modal tanpa hasil," ujar Wisma Pandia.
Menurut Wisma Pandia, sudah semestinya Pemda Karo menaruh perhatian kepada petani bunga potong. Jangan hanya ketika gelar Festival Bunga dan Buah Pemda Karo menyatakan Kabupaten Karo sebagai salah satu daerah penghasil bunga. Namun ketika dalam kondisi keterpurukan, peran pemerintah daerah terasa nihil oleh masyarakat.
“Minimal bantuan bibit, pestisida, dan pupuk kimia atau kompos. Dana penangana virus Corona jangan hanya fokus di penanganan penyebaran saja. Hal-hal yang menyentuh sektor ekonomi kemasyarakatan juga perlu dipikirkan. Jika sayur –mayur dan buah, masih laku terjual dipasar walau mengalami penurunan harga. Beberapa jenis bunga potong ini, boleh dikatakan memang sama sekali tidak laku," ujar Wisma.
Data yang diperoleh medanbisnisdaily.com dilapangan harga beberapa jenis bunga potong dalam kondisi normal diantaranya : mawar Rp 90.000/codi (20 tangkai). Carnation (anjelir) Rp 30.000-40.000/ikat, pikok 10-15 ribu/ ikat. Herbras (garbera) Rp 25.000-Rp40.000. Salju Rp 1.000/batang, sedap malam 5.000-10.000/batang, kerisan 20.000-40.000. Saat ini harga jual obral, dan menyebabkan petani tidak melakukan pemanenan.