Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Coronavirus Disease (Covid-19) telah melumpuhkan segala lini pertahanan dunia. Tidak hanya merusak kesehatan fisik banyak orang, Covid-19 juga mengganggu kestabilan dan pertahanan ekonomi dan keuangan hingga pada ancaman krisis. Pandemi global ini juga terpaksa memberikan pilihan kepada pemimpin-pemimpin negara untuk lebih memprioritaskan kebijakan sosial atau komersial. Tidak terlepas Indonesia yang dengan segala keterbatasannya kini berjuang melindungi semua lapisan warga negara dari paparan virus mematikan ini.
Pemerintah telah menerbitkan bentuk manajemen risiko bencana catastrophe bond (Cat-Bond/obligasi bencana) guna menormalisasi dari bencana nasional nonalam Covid-19. Asian Developmen Bank (ADB) sebelumnya telah memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 2,5% sampai akhir 2020. Turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 2,3% juga dalam perkiraan Komite Stabilitas Sektor Keuangan, keadaan riskan seperti ini juga bisa jadi lebih buruk sampai negatif 0,4%.
Mengingat International MonetaryFund (IMF)-World Bank (WB) Annual Meetings pada 2018 yang salah satunya membahas penerbitan obligasi bencana, kini kembali mendapat perhatian khusus. Dalam hal ini pemerintah menerbitkan surat utang pemulihan bencana, yakni recovery bond (R-Bond) yang dinamakan pandemic bond. Obligasi bencana ini diterbitkan pemerintah sebagai bentuk penerapan dalam peningkatan percepatan pencairan (likuiditas) keuangan para pelaku usaha saat semakin dirasakannya efek dari pandemi ini.
Perbedaan antara pandemic bond dengan Cat-Bond adalah terlihat dari konsep dan skema pembiayaannya-jika yang diterbitkan pemerintah Bank Indonesia diberi kuasa sebagai pembeli instrumen di pasar primer. Cat-Bon adalah salah satu sekuritas bencana yang terlink dengan asuransi dan memungkinkan perusahaan asuransi atau reasuransi sebagai penerbit untuk memberikan sebagian risikonya karena terjadi bencana. Cat-Bond ditawarkan dengan tenor dan suku bunga tertentu yang jika masih dalam masa tenor terjadi bencana perusahaan asuransi dan reasuransi tidak lagi membayar bunga dan tidak mengembalikan pokok dana kepada investor.
Semua Harus Dilindungi
Sukuk bencana diperkenalkan oleh Khairunnisa Musari (IAIN Jember) dalam artikelnya “Pandemi dan Sukuk Bencana” di Bisnis Indonesia (14/4/20). Sukuk bencana bisa menjadi alternatif yang baik dibanding Cat-Bond atau R-Bond di saat ketidakpastian ekonomi dalam situasi pandemi ini. Bukan hanya korporasi yang harus mendapat perlindungan akan tetapi seluruh masyarakat yang merasakan dampak Covid-19 ini juga berhak mendapat bantuan. Apalagi masyarakat menengah ke bawah dan para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang paling rentan merasakan dampaknya. Jika ditanya pemerintah harus membuat kebijakan atas dasar sosial atau komersial maka, sukuk bencana dapat mengharmonikan keduanya. Instrumen ini bertujuan untuk mengurangi dampak bencana yang harganya melebihi harga yang ditawarkan oleh banyak jenis investasi.
Cash Waqf Linked Sukuk bisa menjadi bahan pengembangan untuk mempelajari sukuk bencana dan menerapkannya sebagai terbitan kebijakan pemerintah dalam rangka melindungi warga negaranya dengan adil. Sukuk bencana ini memang masih terbilang asing dibandingkan Cat-Bond atau R-Bond. Dengan melalui sekuritisasi sukuk bencana dana-dana sosial yang terhimpun dari lembaga amil zakat infak sedekah wakaf, filantropi, korporasi, maupun investor ritel bisa ikut andil dalam menanggung risiko bencana.
Sebagai bahan pertimbangan pemerintah, sukuk bencana menawarkan beberapa mekanisme. Investor dapat membeli sukuk bencana dengan pilihan perpetual dan temporary. Caranya dengan membeli pada agen atau bisa dengan aplikasi yang tersedia. Dana sukuk bencana yang telah terhimpun disatukan dengan Sukuk Negara berseri dan memilik fitur khusus. Dengan tenor di bawah lima tahun, misalnya, kemudian pembayaran imbalannya dengan cara diskonto dan tingkat imbalan tetap yang dibayar secara berkala. Investor akan menerima diskonto yang merupakan bentuk imbalan tersebut pada saat penempatan awal dan bisa langsung menggunakannya untuk kebutuhan selama masih merasakan efek bencana.
Sukuk bencana dapat dimanfaatkan pemerintah untuk pembiayaan proyek penanganan bencana. Masa pandemi sekarang ini sukuk bencana tentu dapat digunakan untuk normalisasi pelaku UMKM, subsidi kebutuhan prioritas rumah tangga misalnya listrik dengan melalui pembiayaan qardhul hassan. Dan jika masa pandemi telah berakhir dalam artian tidak lagi terjadi bencana pemerintah mengembalikan dana sukuk bencana kepada investor saat jatuh tempo apabila pada awal pembeliannya investor memilih sukuk bencana temporary. Apabila investor memilih sukuk bencana perpetual, maka dananya diinvestasikan kembali dalam sukuk bencana tersebut. Dan jika terjadi lagi bencana, maka investor kembali dihadapkan pilihan apakah dana sukuk bencana dikembalikan atau diinvestasikan, begitu seterusnya.
===
Penulis saat ini aktif dalam kegiatan di Lembaga Pers Mahasiswa Dinamika UIN SU dan merupakan mahasiswa Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN SU.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]