Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemerintah Kota (Pemko) Medan memutuskan tidak akan melakukan rapid test massal, meski ada desakan dari sejumlah pihak atau kalangan. Dikhawatirkan hasil rapid test hanya akan menimbulkan kegaduhan dan keresahan di tengah masyarakat, terlebih hasilnya tidak akurat.
"Alat Rapid test terbatas. Kedua, akurasi rapid test sangat rendah sekali, kita khawatir dapat menimbulkan (kegaduhan)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Medan, Akhyar Nasution, di Medan, Senin (20/4/2020).
"Karena banyak kejadian setelah rapid test positif, swab malah negatif, banyak kejadian, pertimbangan tim ahli mengatakan kita mengarah PCR, tapi itu sangat terbatas ketersediaannya," ungkapnya.
Untuk diketahui, rapid test menjadi salah satu langkah efektif untuk mendeteksi infeksi virus COVID-19 yang telah dilaksanakan di berbagai negara termasuk Indonesia.
Rapid test merupakan tes massal yang memiliki bermacam-macam jenis, salah satunya adalah Polymerase Chain Reaction atau disingkat PCR. Lalu apa itu rapid test metode PCR dan bagaimana cara kerjanya?
Dilansir dari situs The Guardian, rapid test dengan metode PCR digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi COVID-19 dalam tubuh seseorang.
Tes ini dapat menemukan partikel virus pada tubuh setiap individu dan menempatkan urutan gen Coronavirus tertentu. Selanjutnya, PRC akan membuat banyak salinan untuk memudahkan pendeteksian.
Tergantung pada jenis PCR yang ada, tes ini dilakukan oleh para petugas kesehatan mungkin dengan menyeka bagian belakang tenggorokan. Upaya ini guna mengambil sampel air liur, atau mengumpulkan sampel cairan dari saluran pernapasan bawah.
Namun, tes PCR juga dapat dilakukan dengan menggunakan sampel tinja, demikian dilansir dari Live Science.
Ketika sampel tiba di lab, para peneliti mengesktrak asam nukleat di dalamnya. Di dalam asam nukleat tersebut terdapat genom virus yang dapat menentukan adanya infeksi atau tidak dalam tubuh.
Kemudian, peneliti dapat memperkuat daerah genom tertentu dengan menggunakan teknik yang dikenal sebagai reaksi berantai transkripsi polimerase terbalik.
Pada dasarnya, hal ini memberi para peneliti sampel besar yang kemudian dapat mereka bandingkan dengan virus corona baru, yang dikenal sebagai SARS-CoV-2.
Virus SARS-CoV-2 memiliki hampir 30.000 nukleotida, blok bangunan yang membentuk DNA dan RNA.