Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Penetapan pandemi virus corona sebagai bencana nasional membuat banyak pengusaha di Sumatra Utara (Sumut) me-reschedule kontrak-kontrak bisnis terutama yang berbasis ekspor. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 13 April 2020 tersebut memang tidak lantas membuat kalangan dunia usaha membatalkan perjanjian yang sudah ada.
"Kesepakatan itu paling tinggi dalam berbisnis. Jadi setelah penetapan pandemi corona sebagai bencana nasional, ya mau tidak mau banyak pengusaha harus me-reschedule kontraknya. Tidak serta merta juga bisa membatalkan. Reschedule memang harus dilakukan. Apalagi yang berbasis ekspor, banyak negara tujuan sedang lockdown," kata Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adiyaksa, Jumat (24/4/2020).
Dikatakan Laks, kondisi saat ini memang sulit apalagi kasus positif-nya masih terus bertambah. Jadi harus ada kebijakan dalam berbisnis. Tentu diharapkan kondisinya bisa segera membaik apalagi kini sudah ada larangan penerbangan ke daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Dikatakan Laks, pengusaha menghadapi masa sulit saat ini karena banyak kewajiban yang harus dipenuhi sementara banyak pabrik tak lagi berproduksi. Jadi jika banyak karyawan yang dirumahkan, itu memang bukan keinginan perusahaan. Meski tidak merinci berapa jumlah karyawan yang dirumahkan dengan alasan tidak ada data akurat, tapi pengusaha masih tetap komit tidak akan ada PHK.
"PHK justru paling ditakuti pengusaha saat ini. Karena jika PHK, maka harus membayar pesangon. Jadi di tengah masa sulit ini, pengusaha dan pekerja mengambil jalan tengah dengan dirumahkan. Tapi tentu ada kesepakan masing-masing pengusaha dengan pekerjanya," kata Laks tanpa merinci kesepakatan seperti apa. Tapi yang jelas, katanya, tentu yang tidak akan merugikan kedua belah pihak.
Dikatakan Laks, Apindo sebenarnya sudah memberi usulan ke BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) agar karyawan yang dirumahkan bisa mencairkan jaminan hari tua (JHT). Pencairan tersebut disarankan sekitar 30-50%. Hal tersebut dinilai lebih tepat saat ini. Sehingga pemerintah tinggal memikirkan bagaimana mengkover karyawan yang tidak masuk BP Jamsostek.
"Uang itu kan uang karyawan juga. Ini sedang bencana nasional. Jadi hal tersebut mungkin saja dilakukan," kata Laks.
Ketika ditanya bagaimana sikap pengusaha jika PSBB diberlakukan di Sumut, Laks mengatakan, untuk saat ini hal tersebut belum dibahas secara rinci oleh kalangan dunia usaha. Meski diharapkan jangan sampai diberlakukan di Sumut dan kasus positif bisa turun, pengusaha akan tetap mempertimbangkan apa yang harus dilakukan jika ada PSBB. Karena seperti di Jawa, pengusaha yang tetap buka saat PSBB diancam akan dicabut izin usahanya.
"Tentu akan kita pikirkan juga. Tapi sangat diharapkan pandemi ini segera berlalu sehingga tidak ada PSBB," kata Laks.