Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Berbagai elemen terus menyuarakan penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja. Tidak hanya kaum buruh, penolakan juga datang dari kelompok mahasiswa. Salah satunya dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Medan. Pada moment peringatan hari buruh internasional (May Day) yang jatuh pada hari ini, GMNI Medan menyatakan sikap menolak omnibus law RUU Cipta Kerja.
Kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (1/5/2020), Ketua DPC GMNI Medan, Samuel Oktavianus Gurusinga, mengatakan, mereka menolak RUU itu karena hanya akan menambah kesengsaraan buruh. Banyak pasal dalam RUU itu yang menindas nasib buruh. Samuel membandingkannya dengan UUK No 13/2003 yang menurutnya masih lebih baik.
"Dalam pasal 93 UU itu kalau buruh sakit, cuti menikah atau menikahkan atau sedang melaksanakan kewajiban agama tetap diberi upah. Namun dalam RUU Cipta Kerja tidak diberi upah," jelas Samuel.
Selain itu, GMNI Medan juga menyoroti soal klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang sangat buruk dibandingkan dengan UUK No 13 Tahun 2003. Dalam RUU Cipta Kerja, durasi jam kerja buruh adalah 8 jam atau 40 jam per minggu. Itu artinya tidak ada libur bagi buruh. Sedangkan di UUK No 13/2003 di pasal 77 dijelaskan, durasi kerja buruh yakni 7 jam per hari untuk 6 hari kerja.
"Ini namanya eksploitasi buruh dan harus ditolak. RUU ini jelas-jelas produk kapitalis. Kami GMNI Medan menolak dan mendukung buruh yang menyuarakan penolakan RUU ini," tambah Samuel.
GMNI Medan, sambung Samuel, juga meminta agar pemerintah fokus kepada penanggulangan covid-19 yang juga ikut merangsek kehidupan para buruh saat ini. "Dalam situasi ini pemerintah maupun DPR jangan coba-coba ambil kesempatan dengan membahas RUU ini," kata Samuel.
Melengkapi informasi, pemerintah sudah sepakat untuk menunda pembahasan RUU ini, salah satunya karena mempertimbangkan situasi tanah air, terkait pandemi covid-19.