Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Dairi. Kehadiran PT GRUTI (Gunung Raya Utama Timber Industries) di Desa Parbuluan VI, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatra Utara membuat masyarakat resah. Pasalnya, dengan sepihak PT GRUTI mengklaim kalau lahan yang sekarang menjadi perkampungan dan lahan pertanian masyarakat merupakan konsesi perusahaan.
Aksi penolakan masyarakat dilakukan dengan membentangkan sepanduk disetiap persimpangan jalan menuju desa. Spanduk tersebut bertuliskan “Masyarakat Menolak PT GRUTI, Kami masyarakat Desa Parbuluan VI Siap dan mempertahankan Tanah Kami Demi Kelangsungan Hidup kami dan Anak Cucu Kami Kelak”.
"PT Gruti mengklaim telah mengantongi HGU dari Kemenhut RI seluas 8.850 hektare hutan negara, dimana kawasan pemukiman rakyat masuk di dalamnya. Selain itu, empat desa di Kecamatan Sumbul, yakni Desa Barisan Nauli, Desa Perjuangan, Desa Pargambiran, dan Desa Sileu-leu Parsaoran juga ikut di klaim," sebut Ketua Kelompok Tani Marhaen Desa Parbuluan VI, Pangihutan Sijabat kepada wartawan, Rabu (13/5/2020).
Disebutkan Pangihutan, permasalahan ini bermula ketika perwakilan PT Gruti datang ke kampung mereka pada, 21 Februari 2020 lalu. Pihak PT GRUTI mengatakan bahwa Desa Parbuluan VI masuk wilayah hutan negara. Mereka datang untuk menggarap.
Sebagai kompensasi kepada masyarakat, PT Gruti menawarkan uang ganti rugi sebesar Rp1,5 juta per satu hektare lahan. Masyarakat juga diberikan 200 bibit pohon untuk ditanami di atas lahan yang satu hektare tersebut.
"Bibit pohon yang diberikan Eukaliptus, disela antara pohon itu masyarakat diperbolehkan menanam tanaman lain. Setelah pohon eukaliptus siap untuk dipanen pohon dan lahan yang diusahain masyarakat akan diambil alih PT GRUTI, Namun, kami tidak setuju," ucap Pangihutan.
Dijelaskannya, desa dan lahan pertanian masyarakat memang berbatasan dengan hutan negara. Tetapi desa yang mereka diami sudah lama berdiri, jauh sebelum Indonesia merdeka tahun 1945.
“Peta hutan negara yang dipegang perusahaan tersebut, kami yakini masih peta lama, bahkan kami duga peta warisan Belanda. Makanya, desa kami masih masuk kawasan hutan," ujar Panghiutan,
Terkait hal itu, diungkapkan Panghiutan. masyarakat sudah mengadukan hal ini kepada pemerintah desa mereka, dengan harapan bisa diteruskan ke Pemkab Dairi. Namun, jawaban yang didapat sungguh mengecewakan dan tidak membela masyarakatnya.
"Setiap kami melapor sama Kades dan jajarannya, mereka selalu membela PT GRUTI dan bilang perusahaan itu tak terlawan. Makanya, kami mau melapor sama Presiden Jokowi untuk memperjuangkan tanah kami," ujarnya
Masyarakat berharap, Pemkab Dairi mendengar dan merespons masalah yang mereka hadapi. Apalagi penduduk di sini ada sekitar 422 kepala keluarga dan mayoritas petani.
“Kami hanya ingin hidup damai. Kami tidak akan angkat kaki dan pergi dari kampung kami. Kami siap mati untuk mempertahankan tanah ini," pungkas Panghiutan.
Camat Parbuluan, Rafael Siringo-ringo saat ditemui wartawan di kantornya mengatakan, belum tahu soal konflik tanah ini antara masyarakatnya dengan pihak PT GRUTI, karena ia baru menjabat Camat di Parbuluan.
"Belum ada masyarakat yang melapor ke kita, bahkan ke kades mereka. Jadi, kita belum tahu apa sebetulnya permasalahan yang terjadi," kata Rafael.