Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Di tengah pandemi Covid-19 sebenarnya inilah ujian keberpancasilaan kita yang sesungguhnya. Mengapa tidak, ketika ada berita kita dengar bahwa bansos untuk masyarakat terdampak Covid-19 dipotong (dibegal) sebagai wujud korupsi, ini salah satu bentuk nyata penghianatan kepada Pancasila. Ketika anggota DPR dan pejabat misalnya terkena OTT karena kasus korupsi, ini juga wujud nyata penghianatan kepada Pancasila.
Korupsi sudah ditetapkan sebagai kejahatan kemanusiaan (extra ordinary crime) karena tidak sesuai dengan ajaran Pancasila. Masalahnya, kita sangat lancar mengatakan bahwa kita adalah manusia yang sangat pancasilais pada tataran logos (keberlogosan). Kenyatannya praktik- praktik berbangsa dan bernegara keberetosan kita dalam berpancasila tidak kelihatan. Bahkan perbuatan dan perilaku yang kita lakukan seringkali tidak sesuai dengan Pancasila.
Sebagai sebuah bangsa yang punya ideologi Pancasila, bisa dibilang inilah ideologi paling bagus di dunia, di mana nilai –nilai di dalamnya kalau diimplementasikan dalam bentuk ethos kerja maka bangsa ini akan hebat. Tetapi selama ini Pancasila hanya dijadikan hafalan rutinitas (logos), maka implementasi Pancasila itu pun seolah –olah hanya sebagai rutinitas saja. Inilah kesalahan terbesar bangsa ini tidak mampu mengimpelemntasikan Pancasila dalam bentuk ethos.
Terlepas daripada itu, tatkala banyak politikus, kepala daerah, pejabat yang tertangkap tangan (OTT) oleh KPK, kemudian banyak kasus narkoba yang begitu marak, pengempalang pajak yang begitu banyak, gerakan teroris dan radikalisme makin menguat, dan berbagai kasus kriminal yang sering terjadi di negara ini adalah sebuah wujud nyata betapa kita gagal mengimplementasikan Pancasila dalam tatanan hidup sosial berbangsa dan bernegara. Dalam hal inilah keberpancasilaan kita sebagai warga negara mengalami kegagalan. Padahal dalam hitungan nilai dan norma Pancasila adalah salah satu ideologi terbaik di dunia yang sangat sempurna (very perfect), karena ada nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan nilai keadilan yang merupakan kerangka dasar (the basic framework) membangun masyarakat yang beradab dan bermartabat.
Terlepas daripada itu, Pancasila merupakan salah satu pilar kebangsaan yang terus gencar disosialisasikan oleh MPR RI dimana-mana selama 10 tahun belakangan ini. Hampir setiap waktu sosialisasi pilar kebangsaan kita dengar dilakukan dengan tujuan agar masyarakat yang berjiwa pancasilais bisa terwujud dengan baik. Mulai dari kampus, organisasi massa, dan juga organisasi kepemudaan. Semua mengatakan penegakan ideologi Pancasila merupakan salah satu upaya memperkuat pilar kebangsaan ditengah bangsa kita yang memang sejak awal sudah beragam (majemuk).
Apakah efektif melakukan sosialisiasi pilar kebangsaan hanya dengan pendekatan normatif dalam bentuk seminar-seminar, pidato, dan imbauan (logos)? Sementara tidak diikuti dalam praktik langsung (etos) dengan cara memberikan nilai keteladanan? Kalau kita memahami dengan betul ideologi Pancasila adalah falsafah negara, maka tidak akan ada konflik berbau agama dan kesukuan. Tidak ada penutupan dan penyegelan rumah ibadah. Hanya ideologi Pancasila di tengah masyarakat kita, baik masyarakat atas, menengah, dan bawah sangat rapuh. Bahkan muncul gejala nihilisme atau kehampaan karena masalah bangsa yang tak kunjung selesai. Apa upaya mengembalikan Pancasila sebagai dasar bernegara yang sesungguhnya atau secara substantif dalam bentuk etos kerja?
Sungguh hebat para pendiri bangsa ini (the founding father) kita dalam merumuskan ideologi Pancasila sebagai dasar negara yang kelahirannya kita peringati setiap tanggal 1 juni. Sekalipun dalam perumusannya sempat menimbulkan perdebatan diantara para pendiri bangsa itu tetapi semua itu bisa diatasi dengan mufakat yang saling menghargai. Perdebatan pemikiran memang sempat muncul dalam perumusan sila-sila Pancasila. Semua itu diletakkan dalam rangka membangun bangsa ini jauh ke depan. Visi the founding father kita sungguh luar biasa melihat jauh kedepan. Kondisi negara yang plural dan beragam suku, agama, dan budaya sudah mereka pikirkan 75 tahun yang lalu. Bagaimana merawat pluralisme ini demi kelangsungan hidup bangsa kita merupakan kajian terdalam dari pendiri bangsa ini 75 tahun yang lalu.
Kalau kita mau jujur ideologi Pancasila bisa dibilang salah satu ideologi yang paling hebat di dunia. Dalam ideologi Pancasila terbentang apa yang menjadi nilai –nilai universal sepanjang masa, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan juga nilai keadilan sosial. Nilai-nilai ketuhahan misalnya berlaku sepanjang masa karena semua ajaran agama percaya akan Tuhan yang maha esa yang menjadikan bumi ini. Melestarikan dan merawat alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan ajaran semua manusia bertuhan. Kemduian disusul nilai-nilai kemanusiaan sangat relevan dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Nilai kemanusiaan lahir dari hati nurani manusia untuk peduli sesama, memupuk cinta kasih, menjaga norma dan nilai bersama. Nilai persatuan merupakan nilai untuk menciptakan kebersamaan. Kebersamaan untuk maju, kebersamaan untuk berbagi rasa, kebersamaan untuk saling menghormati. Sedangkan nilai keadilan merupakan nilai yang selalu menjadi tujuan akhir (final goal) dalam bernegara. Negara harus memberi rasa adil bagi warganya. Warga juga harus berbuat adil kepada sesamanya. Semua nilai –nilai Pancasila memberikan pancaran hangat bagi bangsa Indonesia.
Dalam sejarah perjalanan peradaban bangsa kita yang dihadapkan pada pasang surut kehidupan, ideologi Pancasila telah mengalami reduksir di segala lini. Dalam bidang kehidupan politik dan pemerintahan kita ambruk. Dalam bidang ekonomi angka kemiskinan sangat tinggi, pengangguran, kesenjangan makin menggila. Dalam bidang hukum terjadi ketimpangan hukum. Di mana asas semua warga negara sama di depan hukum (equality before the law) tidak terlaksana. bahkan aparat penegak hukum sering terlibat dalam berbagai kasus suap, atau sogok. Banyak Jaksa, hakim, Polisi yang ditangkap karena penyahgunaan wewenangnya (abused of power).
Dalam bidang sosial budaya kita mengalami pergeseran nilai budaya dimana kita mulai kehilangan jati diri. Terjadi krisis identitas yang sangat parah dan gejala ini sangat terasa karena pengaruh budaya luar yang sangat besar melalui persebaran teknologi. Dalam bidang kemananan kita dihadapkan pada rasa tidak nyaman karena aksi terorisme, perampokan, jambret, dan juga pembunuhan. Banyak dijumpai konflik dan kekerasan yang mengganggu rasa nyaman kita. Bahkan rumah ibadah banyak yang disegel karena alasan izin dan belum mendapat persetujuan dari masyarakat sekitar.
Bagaimana melangsungkan tatanan bangsa yang beradab, nyaman, sejahtera, makmur jika pengelola negara mereduksir nilai- nilai Pancasila. Gejala nihilisme Pancasila sangat terasa. Praktik pemerintahan tidak lagi punya visi keadilan dan kemanusiaan. Korupsi adalah sebuah penyakit bangsa yang dilakukan secara massal dan masif. Pelaku korupsi sudah tidak punya rasa malu lagi dalam mengkorup uang negara. Korupsi tidak berdiri sendiri sebagai variabel yang tunggal. Korupsi terjadi karena lemahnya supremasi hokum (the weakness of the rule of law). Godaan mendapatkan materi karena kekuasaan yang terlalu besar selalu muncul dalam pikiran pejabat kita. Akibatnya nilai- nilai agama, nilai ideologi ditabrak yang penting bisa meraup untung yang sangat besar.
Celakanya lagi, DPR yang secara institusi seharusnya mewakili masyarakat tidak pernah menunjukkan lakonnya sebagai wakil rakyat. Energi politik yang dikeluarkan oleh DPR lebih banyak fokus untuk kepentingan dirinya dan partainya. Penyakit pragmatisme politik (political pragmatism) selalu dipertontonkan kepada rakyat kita. Akibatnya secara intitusi DPR mengalami erosi fungsi sebagai perpanjangan aspirasi rakyat. Bukan hanya DPR, para pengelola negara lainnya seperti Kepala Daerah juga melakukan hal yang sama. Mereka gagal menjawab apa yang jadi kebutuhan masyarakat. Praktik pemerintahan tidak lebih dari hanya sebagai rutinitas tahunan saja tanpa makna dan gagal mengangka derajat hidup (degree of life) masyarakat secara kolektif. Kualitas pembangunan yang asal jadi dan tidak terukur dengan baik merupakan indikator kegagalan (indicator failure) dari pemerintahan.
Bahkan kita pernah diperhadapkan pada isu negara gagal karena masalah korupsi, kekerasan, pembunuhan, konflik sangat subur di negara kita. Setiap ada konflik tanah di suatu daerah pengusaha selalu dibackup oleh pemerintah. Kepentingan korporasi selalu diutamakan oleh pemerintah kita. Lihat data, hampir semua perkebunan kelapa sawit di negara kita dikuasai oleh korporasi asing. Masyarakat di sekitar perkebunan hanya sebagai pekerja. Itupun kadang diperlakukan dengan tidak adil. Konsep negara kesejahteraan (welfare state) yang seharusnya menjadi pedoman (be a guide) bagi kita sebagai amanat konstitusi gagal kita terapkan dalam kehidupan berbangsa.
Bagaimana mengembalikan nilai- nilai Pancasila dalam kehidupan kita setelah lama mengalami gejala nihilisme yang sangat dalam? Apakah kita mau menjadi negara gagal sebagimana wacana yang pernah berkembang di negara ini? Noam Chomsky, 2006 dalam buku "Failed States: The Abuse of Power and the Assault on Democracy" negara gagal sama dengan negara yang sedang atau akan mengalami kegagalan dalam beberapa syarat dan tanggung jawab utama dalam menjalankan negara termasuk kedaulatannya.
Menurutnya, ada 2 karakter utama negara gagal. Pertama, negara tidak mempunyai kemauan dan kemampuan (will and abaility) untuk melindungi warga negaranya (protecting its citizens) dari kekerasan dan bahkan kehancuran. Kedua, tidak mampu mempertahankan hak hak warga negaranya baik di tanah air maupun diluar negeri. Juga tidak mampu menegakkan dan mempertahankan fungsi institusi institusi demokrasi. Sementara, Menurut Jared Diamond (2005), negara gagal dicirikan lima faktor: Pertama, kerusakan lingkungan. Kedua, pemanasan global. Ketiga, tetangga yang bermusuhan. Keempat, mengendurnya dukungan kelompok masyarakat yang sudah menjalin hubungan baik melalui perdagangan. Kelima, lembaga politik, ekonomi, sosial dan budaya lumpuh sebagai pemecah persoalan (paralyzad is a problem solver).
Jika gejala nihilisme (symptom of nihilism) Pancasila masih kuat dalam diri bangsa ini bukan tidak mungkin suatu saat bangsa kita menjadi negara gagal. Untuk mencegah itu aktualisasi nilai –nilai Pancasila itu harus dilakukan dalam segenap kehidupan bangsa. Praktik pengelolaan pemerintahan harus kembali kepada nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Semua praktik bernegara dan berbangsa harus bermuara pada usaha penciptaan nilai- nilai keadilan dan kemanusiaan. Nilai keadilan dan kemanusiaan bisa terwujud jika kita kembali kepada ajaran Tuhan yang mengajarkan nilai mutlak seperti kasih sayang dan cinta kasih.
Penutup
Sudah saatnya kita menjadikan pancasila itu sebagai etos dalam semua aspek berbangsa dan bernegara. Apakah etos ekonomi, politik, hukum, budaya dan etos lain sebagainya. Jangan hanya kita jadikan Pancasila itu hanya sebagai logos yang hanya jadi hafalan rutinitas tanpa ada upaya menerapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Mengembalikan perilaku kita dalam bernegara berdasarkan ideologi Pancasila adalah solusi tunggal dalam membangun bangsa ini. Semua masalah bangsa ini, apakah korupsi, terorisme, intoleransi, kemiskinan, kriminal, narkoba akan teratasi jika semua sepaham melaksanakan Pancasila secara implementatif secara langsung dalam aktivitas hidup sehari-hari.
Apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini bangsa kita saat ini butuh gotong royong kemanusiaan untuk bisa menghadapinya dengan berpedoman pada ideologi Pancasila sebagai etos. Dengan adanya new normal oleh pemerintah menghadapi Covid-19 ini, jiwa kita sebagai manusia yang berkarakter Pancasila pada tataran ethos adalah solusi tunggal dalam mensukseskan kebijakan new normal tersebut. Semoga!
===
Penulis adalah Pengajar Tetap Prodi Administrasi Publik FISIP Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan/ Mahasiswa S3 Unimed Medan
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]