Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Kehadiran virus Covid 19 telah mengubah banyak aspek dalam hidup. Tidak seorang pun mungkin pernah berpikir akan terjadi wabah virus seperti ini, yang dapat dikatakan mampu membuat perilaku manusia mengalami perubahan dalam skala yang massif atau luas.
Perubahan yang paling signifikan adalah dalam menjaga perilaku hidup sehat, dengan menerapkan pola hidup sehat, agar stamina tetap terjaga dan tidak mudah untuk terinfeksi virus atau sakit lainnya. Dimulai dari menjaga pola makan dengan meningkatkan asupan vitamin-vitamin, melakukan olahraga, istirahat yang cukup, bahkan berjemur di pagi hari.
Perilaku dalam kehidupan sosial juga berubah. Biasanya nongkrong atau duduk ngopi bareng teman, namun tidak dilakukan lagi. Melainkan, pertemuannya dilakukan secara virtual, dengan bantuan whatsapp video call, zoom, skype, atau aplikasi lainnya. Jadi, tetap bisa sambil ngopi di tempat masing-masing, dan tetap bisa ngobrol bertatap muka walau terpisah oleh jarak. Pertemuan arisan, pertemuan ibadah, pertemuan keluarga, pun dilakukan secara virtual.
Perubahan dalam dunia kerja pun terasa nyata. Bagi para aparatur sipil negara, maupun karyawan swasta yang terbiasa dengan jam kerja dari pagi sampai sore, kini bekerja tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu, tapi bisa dilakukan dari rumah, dan bisa kapan saja dilakukan. Tidak dapat dipungkiri, banyak juga karyawan yang kehilangan pekerjaan sebagai dampak dari pandemi Covid 19 ini.
Dalam dunia bisnis, penggunaan internet menjadi semakin intensif dengan mengembangkan berbagai fitur layanan produk atau jasa kepada konsumen, tanpa harus bertemu langsung antar penyedia jasa/produk secara langsung. Pembayaran non tunai pun semakin meningkat penggunaannya.
Bagaimana dengan dunia pendidikan? Dunia pendidikan menjadi satu area yang terkena dampak krusial karena turut mempengaruhi kehidupan keluarga dan masyarakat. Betapa tidak, pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka lagi, melainkan secara daring (online), baik dari proses pembelajaran, sampai dengan asesmen terhadap hasil belajar. Siswa belajar dari rumah, dan perlu bimbingan dari orangtua terutama untuk siswa tingkat pendidikan anak usia dini, dan tingkat sekolah dasar. Bagi siswa di tingkat sekolah menengah sampai perguruan tinggi, kemandirian belajar pribadi lebih dituntut, walau mungkin ada saja kasus-kasus khusus yang perlu pendampingan intensif.
Bagaimana halnya dengan para pengajarnya? Hal-hal apa yang mereka alami selama proses pembelajaran ini? Apakah ada hambatan atau justru peluang yang mereka dapatkan? Setidaknya ada beberapa hambatan umum yang dialami oleh pengajar. Pertama, dalam hal penyampaian materi pembelajaran. Bagi para pengajar yang sudah amat terbiasa dengan pengajaran tatap muka, dengan menggunakan perangkat seperti papan tulis atau alat peraga manual lainnya, akan sangat sulit untuk mengajarkan secara virtual.
Kedua, hambatan teknis baik dari pengajar maupun peseta didik yang mencakup antara lain keterbatasan fasilitas personal computer, dan jaringan internet secara khusus bagi yang berada di daerah terpencil. Belum lagi ketika menerima keluhan-keluhan dari siswa atau peserta didiknya, bahwa tidak ada jaringan internet di daerah mereka tinggal, hal ini turut mengganggu kelancaran belajar.
Ketiga, masih terbatasnya penguasaan dan keterampilan teknis dalam mempersiapkan berbagai bahan ajar berbasis digital learning. Keterbatasan ini berdampak pada kualitas pembelajaran yang dilakukan. Peningkatan kapasitas para pengajar perlu dilakukan untuk mengatasi hambatan ini.
Keempat, hambatan persepsi. Menurut penulis hambatan ini adalah paling mendasar dan mempengaruhi kesiapan pengajar untuk berubah dalam revolusi di dunia pendidikan. Pertama, persepsi tentang situasi pandemi ini. Pengajar dapat saja berpikir bahwa pandemi ini akan segera berakhir dan akan kembali normal seperti sebelumnya. Dengan pemikiran tersebut, besar kemungkinan dia tidak akan mencoba memikirkan atau belajar hal baru yang berkaitan dengan bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran online. Dalam hal inilah, persepsi tersebut menjadi penghambat bagi seorang pengajar untuk bertumbuh dan belajar.
Disisi lain, jika pengajar memahami bahwa situasi normal seperti sebelumnya akan berubah digantikan dengan situasi normal yang baru (new normal), maka besar kemungkinan dia akan memikirkan dan mencari cara mengembangkan keterampilannya sebagai seorang pengajar. Ada banyak kesempatan pengembangan penguasaan keterampilan yang ditawarkan oleh berbagai pihak, baik dari kampus, praktisi, akademisi, lembaga kursus atau pelatihan, untuk belajar hal-hal baru.
Kedua, persepsi tentang peserta didik. Hal ini berhubungan dengan apa yang pengetahuan, pemahaman pengajar tentang kapasitas belajar, motivasi, maupun karakteristik dari peserta didik. Ketika pengajar memiliki persepsi bahwa para peserta didiknya adalah individu yang sedang berkembang dalam kapasitas kognitifnya, bahwa mereka adalah dapat berubah kea rah yang lebih baik, maka pengajar akan terdorong untuk mengembangkan strategi belajar maupun cara mendidik yang berorientasi pada pengembangan diri peserta didik. Sebaliknya, jika pengajar berpikir bahwa peserta didiknya tidak mampu, tidak sanggup untuk belajar dan berubah, hal ini dapat menjadi penghambat dalam kualitas pengajaran yang diberikan oleh pengajar.
Ketiga, dan paling penting adalah persepsi pengajar akan kemampuan dirinya sendiri untuk mampu belajar dan mengerjakan sesuatu walaupun hal yang baru, berbeda atau sulit (disebut dengan self-efficacy). Jika pengajar berpikir bahwa dia sudah terlalu tua untuk belajar hal baru atau ketika berasumsi bahwa dia tidak sanggup mempelajari hal baru, dapat diprediksi bagaimana dia akan menanggapi situasi ini, yakni kurang terdorong untuk mengatasi masalah masalah baru yang dihadapi. Namun ketika pengajar meyakini bahwa dirinya mampu dan dapat melakukan hal yang baru, berbeda, walau sulit, maka kemungkinan besar dia akan melakukan upaya-upaya strategis untuk meningkatkan kualitas dirinya dan akan berkaitan dengan kualitas pembelajaran yang dirancangnya.
Howard G Hendricks (2011) dalam bukunya berjudul Mengajar untuk Mengubah Hidup, menyatakan bahwa seorang pengajar adalah seorang pembelajar, yakni seorang murid diantara murid. Hal ini mengandung makna bahwa menjadi seorang pengajar, pada dasarnya, adalah seorang pembelajar, seorang murid, yang terus menerus belajar dan bertumbuh.
Dalam aspek apa saja? Dalam semua aspek, antara lain dalam dan dimensi intelektual (terutama berkaitan dengan keahlian bidangnya), dalam dimensi sosial dan emosionalnya, antara lain dalam mengelola emosi, stress, dan kehidupan relasi. Hal ini semua mempengaruhi kualitas dirinya sebagai seorang pengajar. Tentu proses pembelajaran ini tidak instan, perlu waktu dan bagi setiap pengajar bisa bervariasi antara satu dengan yang lainnya.
Tingkat ketanggapan atau kesiapan seorang pengajar terhadap perubahan dapat bervariasi antara satu dengan lainnya. Satu faktor internal dari dirinya sendiri adalah self-efficacy. Dari sisi eksternal, salah satunya adalah dukungan institusi baik itu sekolah, maupun perguruan tinggi. Bagaimana kesiapan instansi pendidikan dalam menghadapi perubahan ini? Instansi pendidikan perlu melakukan berbagai upaya strategis demi keberlangsungan (sustainability) instansinya, secara khusus instansi pendidikan swasta. Upaya peningkatan kualitas para pengajar serta bentuk dukungan konkrit lainnya perlu dilakukan, mengingat betapa krusialnya peran pengajar.
Sebagai kesimpulan, kunci dari proses pendidikan yang mendasar adalah para pengajar. Kualitas ini tidak hanya mencakup aspek kognitif, namun juga motivasi dan sosial emosional. Peran institusi adalah membantu para pengajar meningkatkan dan mengotimalkan kualitas dirinya, untuk peningkatan kualitas belajar, kualitas pendidikan, kualitas diri peserta didik, yang akhirnya akan mempengaruhi secara global akan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia. Pro Deo et Patria, untuk Tuhan dan ibu pertiwi.
===
Penulis adalah dosen di Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen Medan.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]