Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pengamat kebijakan menilai pemerintah pusat terlalu terburu-buru dalam penerapan new normal. Pendapat itu disampaikan sejumlah pengamat dalam diskusi daring yang digelar Rumah Milenial Indonesia (RMI) Sumatera Utara bekerjasama dengan Centre for Public Policy And Local Governance Studies (PUBLIGO) dan Prodi Ilmu Administrasi Publik Universitas Sumatera Utara.
Diskusi yang berlangsung Selasa (9/6/2020) mengangkat tema "Implementasi Manajemen Risiko untuk Mengawal Kebijakan Publik Penanganan Covid-19". Demikian siaran pers RMI yang diterima medanbisnisdaily.com, Kamis (11/6/2020) dikatakan pemerintah terkesan menganggap remeh covid dan terkesan tak memiliki kajian matang
"Munculnya kebijakan new normal seolah-olah pemerintah beranggapan corona bukan ancaman serius. Kita tahu bahwa setiap provinsi dan daerah kabupaten/kota masih dibayang-bayangi oleh kekejaman pandemi ini. Kenormalan, baru dapat diterapkan pemerintah ketika trend kasus positif cenderung menurun, dengan catatan bahwa penerapan kehidupan baru harus dilakukan secara terpadu dengan SOP dan kedisiplinan dari masyarakat," ujar Piki.
Pakar Kebijakan Publik yang juga dosen Pascasarjana Administrasi Publik Universitas Indonesia, Riant Nugroho mencontohkan, kebijakan kenormalan baru di Korea Selatan, Jepang, Swedia dan China yang membuka kembali aktivitas masyarakat malah yang melahirkan gelombang baru corona.
"Kita sebenarnya belum siap untuk new normal, belum ada kesiapan pemerintah melonggarkan kebijakan PSBB. Seperti beberapa negara cabut aturan lockdown malah menimbulkan gelombang baru dan meningkatkan kasus positif corona," kata Riant.
Selain itu, Dr Riant Nugroho juga mempertanyakan apakah pemerintah sendiri sudah memahami formulasi dan manajemen risiko kebijakan yang nantinya akan timbul saat new normal.
"Kadang pemerintah kita seperti bondo nekat, main hajar saja. Ini jadi masalah pemerintah kita. Harusnya di analisis dulu. Setiap kebijakan ada manajemennya, apakah formulasi itu sudah menjawab risiko yang muncul, lalu bagaimana dengan pemahaman pemerintah. New normal itu apa, sudah ada gambaran risiko, dan bagaimana mengatasi risiko itu. Itu dulu yang paling utama" ujar Dr Riant Nugroho.
Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU, Asima Yanty Siahaan mengatakan, jika pemerintah serius apakah sudah ada fasilitas seperti big data atau based on data yang merupakan variabel dasar formulasi kebijakan.
"Apakah Sumatera Utara hanya ikut-ikutan keputusan pemerintah pusat. Dan apakah kita hanya mau membuat new normal atau new batter normal tranformasi. Lalu bagaimana dengan Medan, apakah berani memasuki era new normal? Kita akan uji sejauh mana Pemda memahami isu-isu etis dan basis-basis hak ketika menerapkan new normal," tegas Asima.
Diskusi tersebut juga diikuti Dr Tunggul Sihombing MA (Ketua Prodi Administrasi Publik USU) Prof Robert Sibarani M.S (Direktur Sekolah Pascasarjana USU) Dr. Edward Sigalingging, M.Si (Perwakilan Kemendagri) Dr. Willma Silalahi dari Mahkamah Konstitusi, Perwakilan BPK RI dan pakar-pakar kebijakan dari UGM, LAN, dan Bappeda.