Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
AKHIR Mei lalu, Rachmawati Kekeyi Putri Cantikka atau yang akrab dipanggil Kekeyi mengunggah video di Youtube berjudul: "Keke Bukan Boneka". Video itu memuat tentang lagu yang ditulis Kekeyi terhadap mantannya. Dalam video itu Kekeyi dan beberapa temannya berakting dan menari.
Dalam beberapa jam, video Kekeyi menjadi trending topic di Youtube Indonesia. Seiring dengan viralnya video tersebut, Kekeyi diganjar beragam komentar dari warganet. Kebanyakan komentar berisi hujatan.
Warganet kita memang terkenal dengan jari kejamnya. Sebelum Kekeyi, artis Tiktok dari Filipina, Reemar Martin juga menjadi korban jari-jari jahat warganet Indonesia. Akun Reemar Martin diblokir Tiktok, karena laporan komplain secara massal oleh warganet Indonesia.
Tak kuasa menghadapi jemari kejam warganet Indonesia, gadis berusia 21 tahun ini akhirnya memutuskan menutup seluruh akun sosial medianya. Tragis sekali!
Banyak artis dan selebgram Indonesia juga kerap mendapat hujatan dari warganet. Sebut saja Karin Novilda yang dikenal dengan akun Instagram awkarin yang begitu viral beberapa tahun silam. Kemudian ada Anya Geraldine, Betrand Peto, dan banyak lagi. Semua korban kekejaman jari-jari warganet yang latah menghujat-caci orang lain.
Mengapa Cyberbullying Marak?
Menurut laman Pemerintah Amerika Serikat, stopbullying.gov, perundungan siber terjadi melalui perangkat digital. Perundungan siber dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan memberi komentar atau menyebarluaskan rumor yang memalukan, mengungkap kepribadian seseorang maupun konten yang diunggahnya dalam sosial media. Mengunggah foto yang sudah diedit atau meme adalah salah satu taktik yang paling marak dipergunakan warganet.
Hari-hari ini, perundungan siber semakin marak terjadi. Survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan 49% pengguna internet di Indonesia pernah mengalami perundungan siber.
Anonimitas dan Akun Palsu
Banyak hal yang menyebabkan cyberbullying semakin marak terjadi, antara lain karena penggunaan media sosial yang semakin luas serta dapat menggunakan anonimitas sebagai senjata melindungi identitas diri di sosial media. Warganet juga tak jarang sengaja membuat akun palsu hanya untuk melakukan aktivitas perundungan siber ini. Akun-akun palsu seperti ini banyak ditemukan di sosial media, tak jarang ada diselipan komentar-komentar artis dan selebgram.
Dalam kasus Kekeyi, tidak hanya warganet yang berakun palsu, namun juga para artis dan selebgram. Mereka ikut menjelekkan Kekeyi. Pasalnya, sebelum video ini, Kekeyi memang kerap kali menimbulkan kontroversi antara lain dengan video mukbang yang dianggap warganet menjijikkan. Warganet berpendapat Kekeyi hanya mencari sensasi di internet dengan menampilkan kepribadiannya yang tidak baik.
Lakukan Sesuatu
Menilik kasus Kekeyi, perundungan siber dapat kita cegah. Jari-jari kita bisa dipergunakan untuk memberi saran yang baik daripada menghujat. Ada hal-hal positif yang harusnya disorot warganet terkait lagu Kekeyi yang sampai saat ini telah memperoleh 30 juta views di Youtube. Antara lain Kekeyi dan teman-temannya memproduksi sendiri lagu tersebut mulai dari menciptakan lagu sampai shooting video clip.
Sebelum melontarkan kalimat kepada orang lain, ada baiknya kita menilik kembali dan berpikir ulang. Kita belajar menempatkan diri di sepatu orang lain. Dalam artian melihat dari perspektif orang yang akan menerima kalimat kita. Kalau pada akhirnya kita tidak senang menerima kalimat tersebut, tentu kita tidak seharusnya mengatakannya pada orang lain.
Dengan menggunakan cara berpikir positif kita juga dapat mengurangi lingkungan warganet yang memiliki jari-jari jahat untuk berkembang. Memberi komentar positif dan saran yang membangun tentu lebih baik daripada sekadar hujatan. Ketahuilah, jari-jari kita punya kekuatan untuk menghancurkan atau membangun orang lain.
===
Penulis adalah mahasiswi FEB USU dan bergiat di Perhimpunan Suka Menulis (Perkamen)
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]