Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sebanyak 64 driver (mitra pengemudi) GrabCar menggugat PT Solusi Transportasi Indonesia Cabang Medan yang dikenal Grab dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) cabang Medan yang berkedudukan di CBD Polonia Medan. Mereka juga sekaligus minta ganti rugi sebesar Rp 6,8 Miliar karena kedua perusahaan tersebut disebut ingkar janji dan melawan hukum sehingga merugikan para sopir.
Gugatan perdata tersebut sudah didaftarkan di Kepaniteraan PN Medan. Perkara No 210./Pdt.G/2020/PN Medan yang diajukan 38 sopir Grab sudah taraf mediasi di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (10/6/2020) yang dipimpin Hakim Desson. Sedangkan perkara No 245/Pdt-G/2020/PN Medan yang diajukan 26 sopir akan dimediasi Hakim Dominggus Silakan pada 18 Juni mendatang.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Cabang TPI Medan, Dany Wijaya, mengatakan, pihaknya menghargai pendapat para mitra. "Selama ini TPI senantiasa menghargai aspirasi mitra pengemudi. Melalui berbagai pertemuan rutin (seperti kopi darat) dengan komunitas mitra pengemudi di Medan, Grab terus mendengarkan masukan dan saran yang diberikan dan menggunakannya untuk menciptakan program dan kebijakan terbaik bagi seluruh pihak. Kebijakan baru juga secara rutin kami sampaikan melalui forum ini," katanya, Selasa (16/6/2020).
Dia menambahkan, kerja sama antara TPI dan Grab dibuat untuk memberi kesempatan warga masyarakat yang ingin menjadi mitra GrabCar namun belum memiliki mobil sendiri. Karena itu, TPI menawarkan sejumlah skema kerja sama dimana dalam pelaksanaannya TPI tetap patuh kepada perjanjian antara TPI dan mitra pengemudi.
"Kami juga menghormati sepenuhnya proses hukum yang tengah berlangsung dan akan mengikuti proses ini sampai selesai," kata Dany.
Sebelumnya, Yusuf Hanafi Pasaribu dan Ahmad Fadly Roza selaku kuasa hukum 64 sopir Grab, mengatakan, dalam gugatan tersebut, 64 sopir Grabcar merasa dirugikan atas kebijakan para tergugat yang merubah skema baru secara sepihak. Menurut Yusuf, sebelum para penggugat bekerja sebagai driver GrabCar diwajibkan membayar uang deposit Rp 1-5 juta kepada Grab dan tergugat II menyediakan mobilnya. Para penggugat ditawarkan Program Gold Captain yaitu program kepemilikan mobil selama 5 tahun. Setelah jangka waktu tersebut, penggugat bisa memiliki mobil.
Awalnya, kata Yusuf, para sopir lancar mengikuti aturan yang dibuat para tergugat. Tapi belakangan para sopir mengeluh karena tergugat merubah skema (aturan) diantaranya uang rental fee seminggu yang harus dibayar kepada tergugat dan aturan tersebut tidak ada dalam skema lama.
"Skema baru secara sepihak itu jelas membebani sopir, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi kewajiban dan pembayaran kepada para tergugat apalagi sampai jangka waktu 5 tahun. Untuk biaya hidup sehari-hari saja para sopir sangat sulit," kata Yusuf.
Para sopir, kata Yusuf, sudah berulangkali menyampaikan keberatan atas pemberlakuan skema baru tersebut kepada tergugat. Tapi sampai saat ini tidak terealisasi dari para tergugat.
Menurut Yusuf, tindakan para tergugat dikualifikasikan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata). Karenanya untuk menghindari gugatan hampa, para penggugat memohon kepada Ketua PN Medan untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap harta para tergugat sekaligus mengabulkan gugatan para penggugat.