Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Baru-baru ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan bahwa bagi perguruan tinggi pada semua zona, (baik itu zona merah, zona hijau, maupun zona kuning) wajib dilaksanakan secara daring (Kompas.com,16/6/2020). Apalagi menjelang berakhirnya tahun ajaran 2019/2020, berbagai kebimbangan dari perguruan tinggi mengenai keberlanjutan proses pembelajaran di tahun ajaran baru nanti, akhirnya terjawab dengan adanya arahan dari Mendikbud ini.
Kebijakan ini agak berbeda dengan kebijakan bagi sekolah-sekolah, mengingat kebijakan Mendikbud bagi sekolah yang berada di zona hijau boleh melakukan pembelajaran tatap muka, namun dengan melakukan protokol kesehatan secara ketat, dan memberikan pilihan diberikan bagi orang tua siswa.
Arahan Mendikbud bagi perguruan tinggi ini bukannya tidak beralasan. Menurut beliau, keselamatan para peserta didik menjadi prioritas utama. Perguruan tinggi, sebagai tingkat pendidikan yang paling tinggi, dengan berbagai program studi, dari tingkat diploma, sarjana, magister dan doktoral, dalam tahun akademik berjalan bisa mencapai ribuan orang. Sehingga, misalnya, dalam 1 hari kerja seperti biasa, ada ribuan anggota civitas akademik di universitas yang keluar masuk kampus, baik itu para dosen, tenaga pendidik, mahasiswa, sampai dengan tenaga teknis di kampus. Jadi, bisa disimpulkan bahwa kampus merupakan salah satu tempat kerumunan massa yang sangat besar. Sehingga, dengan kondisi perkembangan terkini, dimana masih ada indikasi penambahan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi Covid-19, adalah wajar jika akhirnya Kemendikbud mengambil kebijakan ini.
Disisi lain, bagi mahasiswa hal ini bisa beragam makna yang dipahami. Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran jarah jauh secara online ini. Banyak keluhan atau masalah yang muncul. Secara umum dapat dikategorikan dalam beberapa hal berikut ini.
Pertama, kesulitan teknis. Kesulitan teknis ini antara lain masalah jaringan internet di daerah lokasinya berada. Dimana saat ini, sebagian besar mahasiswa berada di luar daerah dimana kampusnya berada. Sehingga, misalnya ketika kuliah online berlangsung, jaringan terputus-putus, sehingga tidak bisa mengikuti perkuliahan dengan maksimal. Masalah kesulitan teknis lain adalah terbatasnya fasilitas, misalnya tidak memiliki laptop/PC, sehingga harus mencari rental komputer atau meminjam dari orang lain. Masalah lainnya menyangkut ketesediaan sarana belajar seperti buku, di daerah tempatnya berada saat ini. Sehingga, mereka alami kesulitan dalam usahan penguasaan bahan atau materi belajar. Berbagai kesulitan ini dapat menjadi sumber atau pemicu stres.
Kedua, masalah manajemen waktu. Ketika berada di rumah orang tua, tentu tidak terlepas dari berbagai tanggung jawab sebagai anak dan bagian dari keluarga, dimana mahasiswa pun diharapkan untuk ambil bagian dalam pekerjaan di rumah. Selain itu, situasi di rumah saja, bisa juga memicu rasa enggan atau malas untuk belajar atau bekerja, mengingat pengajar (dalam hal ini dosen) tidak dapat memantau langsung aktivitas belajar mareka. Mahasiswa bisa saja menghabiskan waktu berlama-lama dengan melakukan hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan pembelajaran. Hal ini bisa berpotensi tidak terkontrol jika orang tua atau keluarga tidak memantau pembelajaran anaknya. Nah, hal-hal ini bisa berpotensi mengacaukan pola hidup sehari-hari jika mahasiswa tidak mampu mengelola diri dan waktu dengan baik.
Ketiga, masalah dalam kebutuhan akan berinteraksi dengan orang lain. Mahasiswa juga membutuhkan interaksi sosial dengan teman sebayanya. Dari sudut pandang psikologi perkembangan, interaksi sosial ini menjadi salah satu kebutuhan utama mereka. Dengan kondisi saat ini dimana mahasiswa tidak bisa bertemu satu sama lain secara langsung, turut mempengaruhi kondisi psikologis mereka, mengingat dengan teman sebaya mereka dapat menyampaikan segala isi hati maupun unek-unek tentang hal apapun, dalam bahasa mereka sendiri.
Bagaimana sebagai mahasiswa perlu menyikapi pembelajaran jarah jauh ini, yang akan berlangsung bahkan di tahun ajaran baru nanti? Setidaknya ada 3 hal yang dapat penulis sampaikan terkait dengan kajian akan kesulitan-kesulitan di atas.
Pertama, dan yang paling utama adalah ubah “mind set” tentang situasi pandemic Covid-19 ini dan hal-hal yang mengikutinya. Mari memandang hal-hal atau peristiwa, dan masalah dengan cara pandang yang berbeda. Jika kesulitan teknis terkait dengan masalah jaringan, maka lihatlah bahwa hal ini dapat diatasi. Lakukan antisipasi dengan menghubungi dosen bersangkutan, minta tolong teman untuk membagikan bahan kuliah, mencari posisi atau lokasi yang tepat untuk memperoleh jaringan internet, atau yang lainnya. Ketika masalahnya berkaitan dengan bahan/literatur yang tidak ada, bisa minta tolong kepada teman, atau cari literatur tambahan di internet.
Sering sekali, yang menjadi hambatan utama bukanlah masalah-masalah atau fakta di luar diri kita, tapi dalam cara pandang kita akan masalah atau fakta tersebut. Karena pada dasarnya, setiap masalah atau hambatan pasti ada solusinya ketika kita bersedia berpikir, mencari dan menelusuri alternatif-alternatif solusi tersebut.
Kedua, terkait dengan masalah manajemen waktu. Menurut penulis, bagaimana kita menggunakan waktu tergantung pada bagaimana kita menilai esensi dari waktu itu sendiri. Ketika kita berpikir bahwa waktu stay at home adalah masalah yang berat, karena tidak bisa melakukan hal ini atau hal itu, maka kemungkinan kita akan mengisi waktu dengan hal-hal yang sifatnya menghibur diri saja. Mari lihat waktu ini sebagai suatu realitas yang tidak akan terulang lagi, bahwa waktu tidak akan bisa kembali, dan waktu ini perlu diisi dengan hal-hal bermanfaat, maka kita akan melakukan hal-hal yang bermakna dalam waktu ini. Bermakna bagi pengembangan diri atau kesehatan diri, bagi orang lain dalam keluarga, komunitas, maupun bangsa.
Ketiga, terkait dengan kebutuhan akan relasi dengan orang lain, mari inisiatif memulai interaksi sosial, dengan menggunakan kecanggihan teknologi yang ada dalam genggaman kita, yakni melalui gadget. Kita bisa bertemu secara virtual dengan siapapun, dimanapun, bahkan ketika terpisah oleh jarak dan waktu. Mungkin ada pribadi-pribadi yang lebih senang berinteraksi secara lebih ‘tersembunyi’ misal dengan telepon atau chatting, dan kurang nyaman jika bertatap muka secara virtual. Pada dasarnya tidak masalah, karena kepribadian setiap orang unik adanya, dan tingkat kebutuhan satu orang dengan yang lainnya bisa berbeda.
Akhirnya, mari melihat situasi belajar dari rumah dan stay at home ini sebagai kesempatan. Kesempatan untuk bertumbuh, kesempatan belajar melakukan hal baru dan hal yang dulu pernah dilakukan tapi sempat terhenti, kesempatan untuk meningkatkan kesehatan diri dan orang sekitar, kesempatan untuk meningkatkan kebahagiaan diri dan orang sekitar, kesempatan untuk berkarya, kesempatan untuk menjalin komunikasi kembali dengan teman lama dan lainnya. Karena pada dasarnya, waktu ini adalah anugerah, mari mengisinya dengan bermakna. Salam Pro Deo Et Patria!
===
Penulis adalah dosen di Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]