Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Dalam rangka meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19, pemerintah memberikan beberapa jenis bantuan sosial berupa bantuan paket sembako, Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). BST bersumber dari Kementerian Sosial Republik Indonesia yang penerimanya berdasarkan pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sedangkan BLT adalah bantuan yang sumbernya dari alokasi dana desa pada Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APB Desa). BLT diprioritaskan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaanya akibat pandemi Covid-19.
Dana yang diterima masyarakat melalui dana BST maupun BLT Rp 600.000/KK setiap bulan selama 3 bulan. Jadi, total yang diterima per kepala keluarga selama 3 bulan sebesar Rp 1,8 juta. Pemerintah menargetkan agar bantuan ini dapat disalurkan ke seluruh Indonesia dan tepat sasaran untuk masyarakat yang terdampak Covid-19.
Untuk memperoleh program ini, masyarakat harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: (1) termasuk dalam pendataan RT/RW dan berada di desa; (2) calon penerima merupakan masyarakat yang kehilangan pekerjaan imbas dari Covid-19; (3) tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial lain dari pemerintah pusat; (4) menyiapkan kartu identitas, seperti KTP, apabila tidak memiliki KTP calon penerima tetap bisa menerima bantuan ini dengan syarat harus berdomisili di desa tersebut dan menulis alamat lengkapnya. (5) Jika telah terdaftar dan valid datanya, maka BLT akan diberikan melalui tunai dan non tunai melalui transfer bank atau langsung datang ke kantor pos terdekat.
Dugaan Korupsi Bansos
Dilansir dari Tempo.co (12/05/2020), KPK menemukan ada empat titik rawan korupsi dalam penyaluran bansos. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, menyebut, 4 titik rawan itu terdiri dari pengadaan barang dan jasa (PBJ), refocusing dan relokasi anggaran Covid-19 pada APBD & APBN, pengelolaan sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos.
Sejauh ini, KPK menemukan kesemrawutan dalam hal penyaluran masyarakat terdampak Covid-19. Penyebabnya karena belum adanya Data Terpadu Kesejahteraan (DTKS) yang diperbaharui di sejumlah daerah.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana bantuan Covid-19 yang dikelola Pemerintah Kota (Pemkot) Medan. Sumanggar Siagian selaku Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumut mengatakan bahwa pihak Kejati Sumut telah memanggil dan memeriksa 2 orang pejabat Pemkot Medan yang merupakan kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Mereka adalah Kepala BPKAD Medan Tengku Ahmad Sofyan dan Kepala Dinsos Medan Endar Sutan Lubis. Selain Kejati Sumut, pihak Polda Sumut juga sedang mendalami dugaan penyelewengan dana BST dan BLT di 5 daerah Sumut, yaitu Medan, Pematang Siantar, Toba, dan Deli Serdang. (Sumber: Antaranews.com “Kejati Sumut selidiki dugaan korupsi bantuan COVID-19 di Pemkot Medan” 18 Juni 2020).
Peran Masyarakat
Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan dengan cara extra. Di tengah kesusahan pandemi Covid-19 masih ada saja oknum-oknum yang diduga mengambil dana bansos demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Padahal undang-undang telah memberikan ancaman hukuman berat namun hal ini belum berhasil membuat jera oknum-oknum tersebut.
Pasal 2 ayat (2) UU Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah menjadi UU No. 20 2001 mengatakan “Dalam hal tindak korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Maksud frasa “keadaan tertentu” adalah apabila korupsi dilakukan terhadap dana-dana yang ditujukan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
Di masa perang melawan Covid-19 tindakan apa yang masyarakat dapat lakukan untuk membantu pemerintah dalam mencegah korupsi bansos ini? Masyarakat dapat melakukan pengawasan. Pengawasan ini sangat penting dilakukan masyarakat karena pemerintah telah mengucurkan dana senilai Rp. 405,1 triliun untuk menanggulangi dampak pandemi yang menyerang berbagi sektor. Dengan rincian Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi sosial. Dana sebesar ini perlu diawasi dalam penyalurannya ke masyarakat.
Masyarakat memiliki hak dalam mengawasi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan public kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, masyarakat diikutsertakan menjadi bagian dari pengawas eksternal bersama dengan Ombudsman, DPR, DPRD. Masyarakat dapat melakukan pengawasan dengan cara, seperti mencermati apakah aliran dana bansos diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan (sudah tepat sasaran), apakah nominal bantuan yang diterima masyarakat sesuai dengan ketetapan pemerintah, serta terus mengikuti perkembangan berita melalui media massa ataupun media online.
Selain pengawasan, masyarakat juga dapat memberikan laporan terkait dugaan korupsi dana bansos. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran, atau kritik tentang upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Pemerintah juga akan menghadiahi pelapor dengan sejumlah uang dan piagam jika kasus yang di laporkannya berhasil diputus bersalah oleh pengadilan. Pengaduan dapat disaimpaikan melalui KPK Whisleblower System (KWS) di kws.kpk.go.id. Jadi, berdasarkan hukum Indonesia masyarakat berhak mengawasi dan melaporkan dugaan korupsi dalam penyaluran bansos Covid-19.
===
Penulis merupakan Alumni FH UMSU dan Anggota Pena HAM
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]