Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pelepasan tanah untuk proyek Jalan dari Jembatan Sei Parit Busuk sampai Simpang BW di Cemara Asri Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang jadi polemik.
Warga terkena dampak pelebaran jalan menilai pemerintah tidak berlaku adil. Masyarakat ada yang keberatan karena tanahnya diukur 9,9 meter dan ada yang 6 meter yang terkena pelebaran jalan.
Menurut keterangan warga, pada pertemuan awal pada 17 April 2020 lalu sudah disepakati pelebaran tanah itu harus adil. Masing-masing tanah warga yang terkena pelebaran 8 meter sebelah kiri dan 8 meter sebelah kanan.
Warga semakin kesal ketika ada rapat mendadak 4 hari setelah pertemuan 17 April 2020 lalu. Dalam rapat tersebut patok pelebaran jalan yang sebelumnya telah disepakati telah berubah.
Patok tanah warga yang tanahnya berada diseputaran sekolah Persatuan Amal Bakti (PAB) sampai ke Jembatan Sei Parit Busuk dipatok 9,9 meter. Sementara tanah yang berada dari SPBU Cemara Asri hingga ke Jembatan Sei Busuk 6 meter.
Lantas keputusan tersebut pun ramai-ramai ditolak warga. Hal demikian terungkap saat Kepala Desa Percut bersama warga menggelar rapat di Kantor Kepala Desa, Kamis (18/6/2020).
Dihadapan Kepala Desa, perwakilan PUPR, pihak kepolisian, camat, masyarakat meminta pemerintah harus berlaku adil terhadap masyarakat.
Warga keberatan dilakukan pengukuran ulang. Hal demikian pun dibenarkan pihak Kepala Desa Sampali M Ruslan. Melalui perwakilannya, Edison Hasibuan membenarkan adanya keberatan warga.
Edison mengatakan, yang diprotes warga soal ketidakadilan soal pelebaran jalan di Jalan Cemara Asri. Menurutnya rapat yang dilaksanakan di Kantor Kepala Desa Sampali memang belum ada keputusan.
"Rapat semalam memang ada namun belum kesimpulan. Jadi pada Rabu 24 Juni 2020 akan dilakukan rapat lagi. Rapatnya sebagai sambungan rapat yang digelar di Kantor Kepala Desa Sampali," kata Edison, Jumat (19/6/2020).
Edison mengaku mengenal warga yang protes. Namun dirinya mengatakan protes itu adalah hak setiap orang.
"Saya kenal. Ada pak Pasaribu dia adalah pengelola pajak, ada juga pengacara. Tapi iya itu haknya mereka," katanya.
Edison menjelaskan warga yang terkena dampak itu lebih dari seratus warga. Apalagi kata dia tanah yang berada di sebelah kiri dari Simpang BW ke Pasar Sei Busuk.
"Lebih seratuslah. Pokoknya banyaklah," sebutnya.
Di tempat terpisah, Kepala Lingkungan (Kepling) 1 Desa Sampali Edi Jarwo menjelaskan awalnya yang protes itu satu orang. Namun belakangan jumlah warga yang protes sudah bertambah banyak. Namun ia menuding ada aktornya.
"Awalnya yang protes itu memang 1 orang saja. Taulah saya siapa orangnya. Namun tidak diketahui belakangan yang protes sudah bertambah banyak. Tapi pada intinya warga minta keadilan. Jika patok tanah di sebelah kiri 8 meter maka patok sebelah kanan juga harus 8 meter," ucapnya.
Meski demikian pihaknya hanya sebagai fasilitas saja. Yang menentukan tersebut adalah pusat.
"Kami disuruh. Yang tau urusan ini adalah pusat. Jadi kita lihat sajalah apa yang nanti terjadi. Begini juga, kemarin kami dengar mereka (Dinas PUPR) tenol (alat untuk mengukur jarak atau sudut) ," katanya.
Salah satu warga yang keberatan bernama Erik. Erik yang sehari-hari berjualan di Jalan Cemara mengaku pemerintah tidak berlaku adil.
"Mana adil itu. Tanah kami diambil 10 meter sementara orang lain hanya 6 meter. Padahal dalam rapat awal tanah sebelah kiri dan kanan masing-masing 8 meter," katanya.
Ia pun mengatakan jika patoknya tidak digeser maka tanahnya dipastikan terkena dampak pelebaran jalan. Bahkan tempat usahanya itu tinggal sedikit. "Tinggal sedikitlah," sebutnya.