Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Bawaslu RI meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pilkada 2020 termutakhir, di mana tingkat kerawanan Pilkada meningkat di masa pandemi virus Corona (COVID-19). Adapun Bawaslu telah memetakan daerah-daerah provinsi, kota dan kabupaten yang berpotensi terjadinya kerawanan terjadinya potensi pelanggaran pada Pilkada 2020.
"Indeks kerawanan pemutakhiran ini akan menjadi early warning kita bersama agar apa yang tadi disampaikan tidak terjadi. Tentu sekali lagi butuh kerja komitmen kita bersama. Mudah-mudahan kita semua bisa mengantisipasi hal-hal yang tidak kita inginkan," kata Ketua Bawaslu RI Abhan di kantornya, yang disiarkan secara daring di YouTube Bawaslu RI, Selasa (23/6/2020).
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin mengatakan berdasarkan data dari daerah, pandemi Corona menyebabkan kerawanan Pilkada 2020 meningkat. Bawaslu memetakan beberapa aspek kerawanan pada Pilkada misalnya konteks sosial, politik, infrastruktur daerah, pandemi COVID-19 di tingkat kabupaten/kota dan provinsi agar dapat dilakukan pencegahan terkait kerawanan tersebut.
"Semua peta yang kita lakukan ini konteks keperluan kita adalah melakukan kewenangan pencegahan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi. Kalau terjadi hal yang tidak kita inginkan dalam metode pencalonan nanti pasti ada sengketa. Kalau ada sengketa maka larinya ke Bawaslu repot juga kita. Pemutakhiran data pemilih kita optimalkan potensi masalahnya agar tidak terjadi orang yang bisa memilih tidak bisa memilih karena alasan administrasi," ungkap Afif.
Bawaslu menyebut terdapat 20 kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi Corona. Di antaranya adalah Kota Makassar, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Karawang, Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Tomohon, dan Kabupaten Gowa. Kemudian Kabupaten Sijunjung, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kota Banjarbaru, Kota Ternate, Kota Depok, dan Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya Kota Semarang, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Melawi.
"Ini yang paling khas dari update indeks kerawanan ini, pertama terkait anggaran Pilkada terkait COVID-19. Kemudian data terkait orang-orang yang positif COVID-19. Dukungan pemerintah daerah untuk penanggulangan COVID-19, resistensi masyarakat atas pelaksanaan Pilkada, hambatan pengawasan pemilu," ujarnya.
Bawaslu juga melakukan pemetaan terhadap konteks infrastruktur daerah di tingkat kabupaten/kota yang menilai dua aspek, yaitu teknologi informasi dan sistem informasi penyelenggara pemilu. Pada konteks infrastruktur daerah, tidak ada kabupaten/kota yang rawan rendah, sebanyak 117 kabupaten/kota terindikasi rawan tinggi dan 144 rawan sedang.
Adapun 14 daerah dengan kerawanan tertinggi dalam konteks infrastruktur daerah adalah Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Supiori, Kota Solok, Kabupaten Sijunjung, dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Kemudian Kabupaten Malinau, Kabupaten Morowali Utara, Kabupaten Membramo Raya, Kabupaten Agam, Kabupaten Siak, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Kaimana.
Lebih lanjut, Bawaslu juga memutakhirkan kerawanan pada konteks politik dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 di tingkat kabupaten/kota. Aspek yang diukur dalam konteks ini adalah keberpihakan penyelenggara pemilu, rekruitmen penyelenggara pemilu yang bermasalah,ketidaknetralan ASN, dan penyalahgunaan anggaran.
Hasil penelitian Bawaslu menyebutkan, 50 kabupaten/kota ada dalam kerawanan tinggi pada konteks politik, 211 kabupaten/kota dalam kerawanan sedang, dan tidak ada daerah yang rawan rendah. Beberapa daerah yang terindikasi rawan tinggi adalah Kabupaten Manokwari Selatan, Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Agam.
Adapun dalam konteks sosial, Bawaslu mengukur aspek gangguan keamanan seperti bencana alam dan bencana sosial, serta aspek kekerasan atau intimidasi pada penyelenggara. Dalam konteks ini, sebanyak 40 kabupaten/kota ada pada titik rawan tinggi dan 221 kabupaten/kota rawan sedang, tidak ada satu pun daerah terindikasi rawan rendah.
Beberapa kabupaten/kota yang terindikasi rawan tinggi adalah Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Nabire, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Halmahera Utara.
Sementara itu Bawaslu juga memetakan kerawanan Pilkada pada tingkat provinsi. Dari sembilan provinsi yang menyelenggarakan Pilkada, tiga daerah terindikasi rawan tinggi dalam konteks pandemi, yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Utara. Sedangkan dua provinsi terindikasi rawan rendah dalam konteks pandemi, yaitu Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Dan empat provinsi ada pada titik rawan sedang, yaitu Sulawesi Tengah, Kalimantan Utara, Bengkulu, dan Jambi.
Sedangkan dalam konteks infrastruktur daerah, semua provinsi yang menyelenggarakan Pilkada berada pada titik rawan tinggi. Dalam konteks politik, tujuh provinsi terindikasi rawan tinggi, yaitu Sumatera Barat, Jami, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Bengkulu dan Sulawesi Tengah. Dua provinsi lain, yaitu Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah ada dalam kerawanan sedang.
Dalam konteks sosial, tujuh provinsi ada dalam kerawanan sedang, yaitu Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, dan Bengkulu. Dua provinsi lain, ada dalam kerawanan sedang yaitu Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah.
Terkait dengan kerawanan tersebut, Bawaslu merekomendasikan agar penyelenggara pemilu memastikan semua pihak baik penyelenggara, peserta, pendukung, dan pemilih menerapkan protokol Kesehatan dalam pelaksanaan tahapan verifikasi faktual calon perseorangan dan pemutakhiran dan pemilih. Selain itu Bawaslu meminta semua pihak berkoordinasi dalam keterbukaan informasi terkait penyelenggaraan pemilihan dan perkembangan kondisi pandemi COVID-19 di setiap daerah.
Bawaslu juga meminta agar pemerintah memastikan dukungan anggaran penyediaan alat pelindung diri (APD) dalam pelaksanaan tahapan Pemilihan Kepala Daerah 2020. Selain itu Bawaslu merekomendasikan penerapan penggunaan teknologi informasi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kendala yang dialami oleh penyelenggara pemilu.
"Menjaga kemandirian aparatur pemerintahan, Pak Mendagri laporan kita sekitar 369 kalau nggak salah jajaran ASN yang diindikasikan tidak netral untuk ditindak. Terakhir menerapkan penggunaan teknologi informasi yang sesuai dengan kondisi, kalau kita petakan per kabupaten nggak terlalu kelihatan tapi kalau dipetakan per kecamatan kerawanan-kerawanan dari sisi tenologi informasi yang tidak semuanya maksimal bisa menjadi persoalan Pilkada kita," terang Afif.
Sebelumnya pada Februari 2020, Bawaslu telah meluncurkan IKP Pilkada 2020. Pemutakhiran IKP Pilkada 2020 ini merupakan pemutakhiran yang pertama dari tiga pemutakhiran yang direncanakan.
Pemutakhiran kedua akan diluncurkan pada September 2020 dengan menitikutamakan konteks kontestasi. Sedangkan pemutakhiran terakhir akan dilakukan pada November 2020 yang lebih menyorot konteks partisipasi. dtc