Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sebagai instrumen utama penerimaan negara, pajak memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan arah pembangunan nasional. Dengan mengandalkan penerimaan pajak, orang miskin dapat menikmati listrik dengan harga terjangkau, perjalanan mudik untuk melepas rindu lebih cepat dijangkau dengan adanya jalan tol, dan pembangunan infrastruktur yang megah tidak lepas dari kontribusi pajak yang dibayarkan oleh para wajib pajak.
Namun di sisi lain, banyak masalah justru terjadi dalam proses penghimpunan pajak, baik dari sisi administratif dan juga substantif. Dari sisi administratif kita bisa melihat bahwa masih banyak orang yang tidak mau menjadi wajib pajak walaupun sudah memenuhi kriteria sebagai wajib pajak. Implikasinya ialah penerimaan pajak tidak optimal dan pembangunan akan berjalan dengan lambat.
Dari sisi substantif juga menimbulkan banyak masalah khususnya dari sisi persepsi masyarakat yang menganggap pajak itu sebagai sesuatu pencuri legal, mengurangi penghasilan dan menghambat seseorang untuk menjadi kaya. Persepsi seperti ini menjadi motivasi seseorang menghalalkan segala cara untuk tidak berurusan dengan pajak, salah satunya adalah penghindaran pajak atau Tax Avoidance.
Urgensi Gorong Gorong Korona
Berangkat dari masalah masalah yang terjadi di dunia perpajakan indonesia, tentu diperlukan rekonstruksi peradaban yang baru yang mampu mendesain kebijakan yang mampu menciptakan iklim yang berbeda antara otoritas pajak dengan wajib pajak. Membangun Gorong-gorong bukan berarti membangun sesuatu benda yang berfungsi untuk mengalirkan air tapi, yaitu Gorong Gorong (Gotong royong dan Gotong Royong) Korona (kooperatif, reformatif dan Naratif) merupakan suatu pondasi awal yang menjadi dasar bagi otoritas perpajakan untuk mendesain kebijakan pajak yang dinamis dan efektif. Repetisi kata Gorong dalam hal ini untuk menekankan bahwa antara otoritas pajak dengan wajib pajak perlu melakukan kerjasama yang berulang ulang untuk terus meningkatkan potensi penerimaan pajak. Di sisi lain Korona adalah sebagai tujuan yang harus dicapai antara wajib pajak dengan otoritas melalui gotong royong yaitu Kooperatif, Reformatif, dan Naratif.
Kooperatif berarti antara wajib pajak dan otoritas menjalin sebuah hubungan timbal balik yang saling menguntungkan yang didasarkan oleh kesadaran dan tidak dibubuhi dengan sanksi dengan ancaman. Dengan menerapkan sistem kooperatif seperti ini maka pandangan negatif yang menganggap bahwa pajak sebagai pencuri legal akan berangsur angsur hilang dan berubah menjadi kepatuhan yang bersifat sukarela.
Reformatif menunjukkan bahwa gotong royong ini harus menstimulus wajib pajak dan otoritas untuk bersama sama menciptakan perubahan sistem perpajakan yang lebih baik, desain regulasi yang sesuai, dan evaluasi kebijakan. Dalam hal ini otoritas pajak sebagai Policy Maker perlu menyusun kerangka kebijakan yang dimana dalam proses perjalannya melibatkan wajib pajak, hal ini secara tidak langsung untuk menggaet kepercayaan wajib pajak dan juga menciptakan iklim perpajakan dua arah yang optimal. Beberapa kegiatan yang seharusnya melibatkan wajib pajak adalah sosialisasi, penetapan biaya administratif dan ketentuan skema insentif. Di bidang sosialisasi otoritas perlu melakukan stimulus untuk mendorong wajib pajak selain patuh harus juga mampu mempengaruhi orang lain untuk patuh, dalam hal ini ada transition effect nya harus dibentuk sedemikian rupa guna mengoptimalkan penerimaan pajak.
Yang terakhir adalah Naratif, Secara umum hal ini memiliki tujuan utama yaitu membangun hubungan internal antara wajib pajak dengan otoritas dari sisi komunikasi, dimana selama ini banyak terjadi masalah sengketa pajak yang berimbas pada perlambatan penerimaan pajak hanya karena disebabkan mis information antara otoritas pajak dan wajib pajak. Mis information dalam hal ini bisa berupa perbedaan penafsiran peraturan antara otoritas pajak dengan wajib pajak, dan kembali lagi hal ini cepat atau lambat akan menimbulkan masalah jangka panjang yaitu ketidakpercayaan wajib pajak yang berimbas ketidakpatuhan dalam membayar pajak. Oleh karena itu otoritas pajak perlu mengambil langkah yang mampu menutupi celah seperti ini, salah satu cara yang dapat dilakukan otoritas pajak adalah mengikutsertakan wajib pajak dalam setiap penetapan kebijakan dan ditambah dengan sosialisasi yang sistematis dan efisien.
Gorong Gorong Korona hadir sebagai alat pemersatu antara otoritas pajak dan wajib pajak dengan menghadirkan beberapa tujuan yang selain menciptakan iklim perpajakan yang baru juga membentuk hubungan yang didasarkan atas kepercayaan dan kerjasama. Hal ini juga menjadi sinyal pengingat bahwa pada dasarnya pajak itu bukanlah hanya tanggung jawab otoritas pajak tapi juga masyarakat ataupun wajib pajak.
New Relationship Otoritas dan Wajib Pajak
“Cinta itu adalah hubungan timbal balik, jika hanya kamu yang mencintainya tapi dia tidak mencintaimu itu namanya kerja rodi ”. Ungkapan ini sangat tepat sekali untuk menggambarkan bagaimana pajak itu sebagai instrumen yang sangat penting seharusnya memiliki dampak timbal balik. Sederhananya adalah wajib pajak membayar pajak, dan pemerintah mengelolanya untuk membangun perekonomian yang pada akhirnya juga akan dinikmati oleh pembayar pajak tersebut. Membangun hubungan seperti ini tentu tidak semudah mendefinisikannya.
Banyak tantangan dari internal maupun eksternal yang dihadapi oleh otoritas dan juga wajib pajak untuk mewujudkannya. Birokrasi yang kaku, fluktuasi ekonomi turut menjadi akar permasalahan ini. Namun di sisi lain perlu dibangun optimisme yang mampu memberikan semangat bagi wajib pajak dan otoritas untuk tetap berusaha menghimpun pajak yang sebanyak banyaknya untuk mendorong kemajuan yang berkelanjutan.
Dengan adanya Gorong Gorong Korona kita semua berharap bahwa ini sebagai langkah awal untuk memajukan perpajakan indonesia. Sama seperti bagaimana para pahlawan kita memerdekakan negeri ini dengan cara gotong royong, dengan cara itu pula kita melanjutkan perjuangan mereka.
===
Penulis mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]