Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah mengatakan angka positivity rate COVID-19 secara nasional mencapai 12,3 persen per 28 Juni. Angka tersebut didapat dari total kasus COVID-19 dibandingkan dengan jumlah orang yang diperiksa.
Berdasarkan data hingga 28 Juni, terdapat 8.227 kasus positif COVID-19 dalam satu minggu, dimana penambahan kasus per hari rata-rata sekitar 1.000. Ia mengatakan angka kasus positif tersebut dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa sehingga muncul angka positivity rate.
"Kita lihat yang sekarang pekan terakhir sampai 28 Juni, nambahnya setiap hari 1.000 (kasus) mulu, bayangkan ada 8.227 kasus positif dalam waktu satu minggu, ini berarti satu harinya lebih dari 1.000, tapi ternyata orang yang diperiksa ini mencapai 55 ribu. Jadi kalau 8.000 dibagi 55 ribu ini positif ratenya 12 persen (12,3 persen)," kata Dewi dalam konferensi pers yang disiarkan di akun BNPB Indonesia, Rabu (1/7/2020).
Dewi memaparkan angka positivity rate saat ini menurun jika dibandingkan pada Mei 2020 yang mencapai 13 persen positivity rate. Berdasarkan data pada pertengahan Mei terdapat 3.448 kasus positif dalam waktu satu minggu, tambahan kasus positif COVID-19 dalam waktu satu minggu per hari sekitar 400-500 orang. Sementara jumlah kasus yang diperiksa sebanyak 26 ribu sehingga angka positivity rate sebesar 13 persen.
"Nah sekarang kalau kita lihat di pertengahan Mei kotak birunya 13 persen. 13 persen itu ada 3.448 orang positif dalam waktu satu minggu, kurang lebihnya berarti setiap hari 400-500 orang positif di pertengahan bulan Mei. Orang yang diperiksa ada 26 ribu. Jadi dari 26 ribu orang ada 3 ribu yang positif sehingga angka positivitynya adalah 13 persen," ujarnya.
Ia mengatakan semakin banyak orang yang dilakukan pemeriksaan maka semestinya angka positivity ratenya rendah. Ia mengatakan bila angka positivity ratenya menurun berarti pemerintah mencoba memeriksa orang yang tidak tampak bergejala.
"Semakin besar jumlah tes yang kita lakukan maka nanti seharusnya angka positivity ratenya pun akan semakin rendah. Jadi kalau istilahnya dalam rangka survailance gitu ya kalau orang yang diperiksa hanya orang-orang sakit pasti positifnya lebih tinggi, ketika angka positif kita semakin turun itu artinya kita mulai mencoba memeriksa orang-orang yang mungkin bahkan nggak punya gejala. Makanya tadi lebih tinggi pemeriksaan orang-orang yang mungkin resikonya lebih kecil atau gejalanya nggak ada kita periksa, maka angka positifnya akan jauh lebih rendah karena orang yang diperiksa makin banyak," ujarnya.
Sementara itu, angka ideal positivity rate bagi WHO ada 5 persen. Dewi menuturkan Indonesia membutuhkan kerja keras lagi, tetapi data tersebut berbeda jika dibandingkan per daerah, provinsi maupun kabupaten kota.
"Cuma memang untuk mencapai 5 persen butuh effort yang lebih besar lagi. Harus dipahami juga kalau di Indonesia angka nasionalnya 12 persen, tapi angka di kabupaten kota bisa juga beda-beda," sambungnya.(dtc)