Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut larangan ekspor benih lobster. Hal itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan yang ditandatangani Menteri KKP Edhy Prabowo pada 4 Mei 2020.
Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa menjelaskan, dengan peraturan itu nelayan bisa menangkap benih lobster lagi dan harga dasar penjualannya diatur. Ia menilai, konsep dalam aturan itu menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan dan ekonomi eksploitasi benih lobster itu sendiri.
"Jadi itu pengimbang lingkungannya, tidak semata-mata mengeksploitasi ekonomi ekspor benih lobster itu sendiri. Jadi kita harus seimbang antara penyelamatan lingkungan dan re-stocking," terang Rusdianto, Rabu (30/6/2020).
Menurut Rusdianto, awal pelarangan ekspor benih lobster itu sesuai Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 karena persoalan lingkungan, yaitu soal over fishing dan destructive fishing. Destructive fishing yaitu menangkap lobster menggunakan potas.
"Artinya saat itu bagi kita wajar untuk melarang menangkap lobster untuk konsumsi. Kedua, untuk over fishing itu dikenakan kepada benih lobster. Karena kajian KKP, para nelayan menangkapnya statis, eksploitasi benih lobster besar-besaran dan tidak memberikan manfaat kepada negara," ujarnya.
Karena itu, lanjut Rusdianto dalam aturan baru itu ada tiga konsep, yaitu konsep ekspor, restocking, dan budi daya. Hal ini bisa dilakukan oleh nelayan dan masyarakat pesisir dan perusahaan.
Permen ini juga memberlakukan sistem kuota ekspor benih lobster kepada perusahaan. Setidaknya ada delapan persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan pengekspor, di antaranya, perusahaan harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri KKP dan Dirjen Budidaya, perusahaan harus membuat proposal rencana budi daya, dan memiliki daftar nelayan yang digandeng dari organisasi atau asosiasi nelayan.
"Syarat perusahaan dapat kuota ekspor dia harus menggandeng organisasi nelayan. Jadi bukan membuat struktur nelayan, tapi membuat organisasi nelayan," jelas Rusdianto.
Terkait kuota ekspor juga berhubungan dengan sistem restocking. Rusdianto mencontohkan, perusahaan A atau B mendapatkan satu juta kuota ekspor benih lobster, maka perusahaan itu harus mengeluarkan 1-2% benih lobster muda berwarna hitam seukuran puntung rokok.
Perusahaan itu juga harus melakukan budi daya sekitar 2% benih muda. Setelah survival right 90%, maka dia harus restocking atau melepasliarkan benih lobster ke laut atau alam bebas.
"Nah di dalam perusahaan mendapatkan kuota ekspor itu harus punya rencana budi daya, maka dia harus membudidayakan 2% itu dan hasil budi daya 2% itu, dia melakukan restocking atau melepasliarkan," imbuhnya. dtc