Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Bakal Calon (Balon) Wakil Wali Kota Medan dari Partai Gerindra, Suryani Paskah Naiborhu, memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mempertimbangkan untuk mengalihkan pengawasan lembaga bank dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).
Suryani Paskah Naiborhu yang mengusung tagline Medan Menang dan Maju Perempuan Medan ini mengatakan, pertimbangan Presiden Joko Widodo tersebut sangat tepat jika direalisasikan.
"Sebab kita lihat selama masa pandemi virus Corona atau COVID-19 ini, peranan OJK sangat minim. Wajar jika Presiden Joko Widodo kecewa dengan kinerja OJK," ujarnya di Medan, Jumat (3/7/2020).
Suryani Paskah Naiborhu yang merupakan kader Partai Gerindra ini mengatakan, untuk melakukan pengalihan pengawasan tersebut, Presiden dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Penerbitan Perppu ini sangat dimungkinkan mengingat OJK didirikan berdasarkan Undang -undang Tahun 2011 dengan tugasnya untuk mengawasi lembaga keuangan.
Lebih lanjut dikatakan, wajar jika muncul keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengalihkan pengawasan bank dari OJK ke BI. Suryani Paskah Naiborhu mencontohkan keinginan Jokowi untuk memberikan keringanan kredit kepada debitur UMKM dengan nilai pinjaman di bawah Rp 10 miliar. Keringanan yang diberikan bisa berbentuk pengurangan bunga kredit dan perpanjangan masa waktu atau tenor kredit.
Namun dalam implementasinya, fasilitas keringanan itu sulit diperoleh debitur dari bank. Dan yang lebih dilematis adalah ketika debitur mengajukan pengurangan bunga kredit dan perpanjangan masa waktu atau tenor kredit, maka debitur tersebut akan masuk dalam program restrukturisasi kredit dan kemudian identitas debitur ini tercantum dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau dulu dikenal sebagai BI-Checking.
Satu-satunya Balon Wakil Wali Kota Medan perempuan dari Partai Gerindra ini mengatakan, bank umumnya menilai debitur yang identitasnya masuk ke dalam SLIK adalah debitur bermasalah. Dan sebagai konsekuensinya, debitur tersebut akan kesulitan dalam mengakses pembiayaan atau kredit di lain waktu dan di lain bank.
"Pemerintah sendiri seperti disampaikan Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani beberapa waktu lalu, telah menempatkan dana sebesar Rp 30 triliun di bank-bank milik negara atau HIMBARA sebagai bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah menginginkan agar dari setiap rupiah yang ditempatkan, bisa disalurkan 3 kali lipatnya dalam bentuk kredit," ujarnya.
Yang menjadi persoalan dengan masuknya identitas debitur ke dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK tersebut dapat mengganggu target pemerintah dalam menyalurkan kredit, khususnya kepada UMKM.
"Satu sisi, debitur UMKM yang masuk dalam SLIK akan sulit memperoleh akses pembiayaan, namun sisi lain pemerintah ingin agar sektor UMKM ini mendapat pembiayaan sebagai bagian dari stimulus ekonomi dan PEN," ujarnya.
Seharusnya SLIK tersebut dihapuskan untuk sementara, karena lebih dari 80% UMKM saat ini terdampak pandemi COVID-19. Sehingga dengan dihapuskannya SLIK, maka UMKM tersebut tidak mengalami kesulitan jika ingin mengajukan kembali permohonan kredit di bank. Dan jika SLIK dihapus, bank tetap dapat menilai kelayakan calon debitur UMKM yang akan mengajukan kredit dengan menerapkan sistem 5 C, yakni character, capacity, capital, condition dan collateral.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, munculnya persoalan-persoalan seperti ini menunjukkan jika OJK tidak optimal dalam menjalankan tugasnya, khususnya untuk membantu pemerintah mengatasi kesulitan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
"Presiden Joko Widodo menginginkan adanya tindakan extraordinary atau kebijakan yang luar biasa untuk mengeluarkan kita dari kesulitan ekonomi. Namun kebijakan yang dikeluarkan OJK sangat jauh dari harapan Presiden," ujarnya.
Suryani Paskah Naiborhu yang merupakan kader Partai Gerindra ini mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sendiri juga telah mengevaluasi kinerja OJK dengan menyimpulkan bahwa peran pengawasan OJK lemah. Hal ini tentu sangat memprihatinkan mengingat salah satu tujuan terbentuknya OJK adalah untuk memperkuat pengawasan terhadap lembaga keuangan, seperti bank, lembaga pembiayaan, dan lainnya.
"Karena itu, munculnya keinginan Presiden Joko Widodo untuk mengalihkan pengawasan bank dari OJK ke BI tersebut patut di apresiasi. Langkah ini diharapkan dapat mendorong perbankan untuk lebih proaktif lagi dalam membantu pemerintah menggerakkan roda perekonomian dalam menghadapi era new normal ini," jelasnya.