Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung dan Kementerian Hukum dan HAM sepakat untuk melaksanakan persidangan secara online selama pandemi COVID-19. Hingga awal Juli, Kejagung telah melaksanakan 176.912 kali persidangan online kasus pidana umum.
"Dengan adanya perjanjian kerjasama yang dimaksud, pelaksanaan persidangan online sudah berjalan dalam beberapa waktu lalu, bahkan kami mencatat per 6 Juli, ternyata telah berlangsung 176.912 kali persidangan tindak pidana umum," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Kejagung, Sunarta, dalam diskusi bertajuk Persidangan Online Sebagai Inovasi Beracara Pidana, yang disiarkan di YouTube Kejaksaan RI, Rabu (8/7/2020).
Ia mengatakan dilaksanakannya persidangan secara online ini turut didukung koordinasi yang baik antara lembaga penegak hukum seperti hakim, jaksa, pihak rutan dan lapas, serta penasihat hukum terdakwa. Di mana saat melaksanakan sidang secara online ini, terdakwa tetap berada di lapas, tetapi hakim, jaksa dan penasihat hukum berada di pengadilan.
"Dengan demikian persidangan tindak pidana tidak perlu ditunda, tentunya paralel dengan upaya untuk mensterilkan para pihak penghentian penyebaran virus Corona," ujarnya.
Ia mengatakan memang ada beberapa kendala da;am persidangan yang dilakukan secara online, misalnya jaringan yang tidak stabil hingga kurang maksimalnya pembuktian. Selain itu, ada juga potensi peretasan saat melakukan sidang secara online.
"Penggunaan aplikasi zoom yang terbatas tapi ini sudah bisa diatasi, penggunaan aplikasi zoom juga berpotensi diretas. Kemudian kesulitan waktu sidang antara ruang tahanan dan ruang sidang lainnya," ucap Sunarta.
Sunarta mengatakan terdapat beberapa perdebatan mengenai pelaksanaan persidangan online. Sebab ada beberapa hal dalam KUHAP yang mengharuskan terdakwa, saksi maupun pemeriksaan alat bukti dan dokumen harus dihadirkan di persidangan, sementara di persidangan online ini belum diatur ketentuan itu.
"Kelemahan yuridis formal pelaksanaan sidang online tersebut perlu kita pahami bersama mengingat KUHAP memang belum mengatur mengenai pelaksanaan sidang secara online. KUHAP disusun pada tahun 1981, di mana teknologi yang dicantumkan masih menggunakan media kawat atau telegram. Tentu pada era tersebut belum terbayang penggunaan video conference untuk pelaksanaan sidang. Namun dengan adanya perkembangan yang terjadi di masyarakat, khususnya adanya perkembangan teknologi informasi dalam keadaan darurat kesehatan," ujarnya.
Meski begitu, dia mengatakan persidangan online ini merupakan solusi bagi aparat penegak hukum. Menurutnya, pandemi COVID-19 memberikan solusi inovasi terhadap sistem peradilan.
"Maka sepanjang terpenuhinya azas-azas hukum acara pidana yakni peradilan cepat, biaya ringan dan sederhana, serta pertimbangan pemenuhan HAM, maka Kejaksaan melaksanakan persidangan online dengan tetap memperhatikan prinsip dan prosedur yang telah diatur KUHAP yang berlaku," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penuntutan KPK, Fitroh Rohcahyanto mengatakan KPK juga sudah melakukan persidangan secara online di tengah masa pandemi COVID-19. Hingga saat ini KPK mengatakan sudah menyidangkan 40 perkara korupsi secara online.
"Untuk KPK sampai hari ini sudah ada sekitar 40 perkara yang disidangkan secara online. Untuk mendukung hal tersebut, KPK menyiapkan tempat khusus untuk sidang," kata Fitroh.
Ia mengatakan, di gedung KPK terdapat ruangan monitoring yang dibangun untuk melihat jalannya persidangan yang digelar secara online di masing-masing pengadilan tindak pidana korupsi di daerah. Ia mengatakan, tim jaksa penuntut umum tetap berada di kantor KPK saat melaksanakan sidang online, tetapi ada pula hakim yang meminta tim JPU untuk hadir langsung di pengadilan.(dtc)