Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Berita baik datang dari Instagram Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pada tanggal 21 Mei 2020. Ketika itu, Siti menjelaskan Norwegia pada bulan Juni 2020 direncanakan membayar Indonesia sebanyak 56 juta dolar Amerika Serikat atau senilai sekitar Rp 840 miliar (pada saat itu). Pembayaran Norwergia tersebut diberikan karena Indonesia telah berhasil mengurangi emisi yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan. Pembayaran ini akan menjadi pertama Norwegia kepada Indonesia yang didasarkan pada Result Based Payment.
Rencana pembayaran ini tentunya merupakan suatu prestasi yang patut kita banggakan. Namun demikian, kita tidak boleh lengah. Indonesia masih memiliki sejumlah tugas penting dalam melindungi hutan Indonesia.
Angka deforestasi neto serta bruto periode 2017-2018 dan 2018-2019 masih sangat tinggi (Siaran Pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 23 April 2020). Pada siaran pers tersebut dinyatakan deforestasi neto periode 2017-2018 adalah sebesar 439,4 ribu hektar dan deforestasi neto periode 2018-2019 seluas 462,4 ribu hektar. Siaran pers tersebut juga menyampaikan bahwa deforestasi bruto periode 2017-2018 adalah sebanyak 493,3 ribu hektar dan deforestasi bruto periode 2018-2019 sebesar 465,5 ribu hektar.
Siti Nurbaya Bakar melalui Instagramnya pada tanggal 23 Mei 2020 juga menyampaikan angka deforestasi turun dengan sangat drastis apabila dibandingkan dengan deforestasi per tahun di tahun 1996 sampai dengan 2000. Deforestasi neto periode 2018-2019 lebih buruk dari periode 2017-2018, namun deforestasi neto pada periode 2018-2019 masih lebih baik daripada periode 2016-2017 (480.010,8 hektar), 2015-2016 (629.176,9 hektar), dan 2014-2015 (1.092.181,5 hektar) (bps.go.id). Perlu disampaikan, sebetulnya kita pernah lebih baik pada deforestasi neto periode 2013-2014 (397.370,9 hektar) (bps.go.id) dibandingkan dengan angka deforestasi neto periode 2018-2019 dan 2017-2018.
Berdasarkan data Sistem Informasi Deteksi Dini Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Web (SiPongi) luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di 2019 juga masih tinggi (sipongi.menlhk.go.id). Menurut SiPongi, karhutla di tahun 2019 adalah seluas 1.649.258 hektar. Berdasarkan data SiPongi, angka 1.649.258 hektar tersebut jauh lebih buruk dari karthula tahun 2018 (529.266,64 hektar), 2017 (165.483,92 hektar), dan 2016 (438.363,19 hektar), namun lebih baik dari karthula tahun 2015 (2.611.411,44 hektar).
Di tahun 2020, data SiPongi mencatat sudah seluas 38.772 hektar yang telah terbakar (data diakses tanggal 23 Juni 2020, tidak diketahui tanggal berapa data tersebut dibuat). Meskipun luas karhutla 2020 masih di bawah luas karthula 2019, namun perlu diingat musim kemarau masih panjang dan banyak wilayah belum mencapai puncak kemarau berdasarkan buku Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika berjudul “Prakiraan Musim Kemarau 2020 di Indonesia”. Ini baru dari aspek musim kemaraunya saja, belum karena karthula yang disebabkan oleh tindakan manusia.
Siti Nurbaya Bakar dalam Instagramnya tanggal 21 Mei 2020 telah menjelaskan arahan Presiden Jokowi mengenai alokasi penggunaan pembayaran dari Norwegia. Salah satu contohnya Presiden Jokowi meminta pelibatan masyarakat dalam kegiatan penghijauan. Collin O’Mara, Presiden dan CEO dari National Wildlife Federation Amerika Serikat, menulis untuk The New York Times sebuah artikel dengan judul “7.7 Million Young People Are Unemployed. We Need a New ‘Tree Army’” (nytimes.com, 18 Mei 2020). Terinspirasi dengan kebijakan terdahulu yang dibuat oleh Franklin Roosevelt, pada artikel tersebut Collin O’Mara antara lain mengembangkan potensi kegiatan penanaman pohon untuk membantu para pengangguran di Amerika Serikat untuk memperoleh pekerjaan. Model serupa perlu dipelajari kelayakannya untuk diterapkan di Indonesia.
Uang senilai ratusan miliar rupiah dari Norwegia tentu akan turut membantu Indonesia dalam menjaga hutan Indonesia dari deforestasi dan degradasi hutan. Penting untuk diingatkan bahwa Indonesia tidak boleh memilih sikap menunggu dan tergantung dengan pembayaran serta pemberian negara lain untuk melindungi hutan Indonesia secara maksimal. Strategi penurunan angka deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia perlu dievaluasi mengingat angkanya masih tinggi. Selain itu luas deforestasi neto cenderung terlihat tidak ada perubahan signifikan yang positif dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, sedangkan luas karthula terlihat tidak terkendali dan pada tahun terakhir (2019) menunjukan data yang semakin buruk.
Tidak boleh tergantung pada negara lain bukan berarti artinya tidak boleh mencari peluang kerja sama dengan negara lain. Peluang kerja sama yang menguntungkan Indonesia tentu merupakan suatu hal yang sangat baik untuk dilakukan.
Dunia akan mendapatkan keuntungan dari terjaganya hutan Indonesia. Keuntungan dari aspek perubahan iklim merupakan salah satunya. Namun, di antara seluruh negara di dunia tentunya Indonesia lah yang paling diuntungkan dengan lestarinya hutan Indonesia. Walau bagaimana pun hutan Indonesia adalah milik Indonesia bukan milik negara lain. Sudah sepatutnya kita selalu bertanggung jawab dalam menjaganya.
===
Penulis adalah Dosen International Climate Change Law di President University.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]