Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Yogyakarta - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai tertangkapnya buronan Maria Pauline Lumowa di Serbia harus disusul dengan penangkapan terhadap Djoko Tjandra. Pukat UGM memberikan sejumlah masukan untuk menangkap Djoko Tjandra yang masih buron.
"Ke depan Pemerintah harus kembali membuat satu program yang jelas dengan target jelas untuk memburu para buronan koruptor, dan juga berusaha mengembalikan aset hasil kejahatan mereka," kata Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman saat dihubungi detikcom, Kamis (9/7/2020).
"Kalau sudah ditetapkan jadi program pemerintah maka nanti akan dibuat koordinasi antar lembaga yang lebih jelas," imbuhnya.
Zaenur pun mengapresiasi diplomasi Indonesia untuk mengekstradisi pembobol bank BNI senilai Rp 1,7 triliun Maria Pauline Lumowa. Dia pun menyoroti pentingnya koordinasi dalam ekstradisi ini.
"Karena itu penting sekali untuk membuat koordinasi yang jelas tadi, karena problem dasar terkait menangani koruptor yang kabur ke luar negeri adalah koordinasi," ucapnya.
Zaenur lalu menyinggung kasus Djoko Tjandra yang licin bak belut. Menurutnya buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali itu sudah mengejek sistem hukum di Indonesia.
"Menurut saya Djoko Tjandra mengejek sistem hukum dan aparat penegak hukum di Indonesia, dan itu sangat menghina. Karena itu perlu ditindaklanjuti dengan upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah," imbuh Zaenur.
Zaenur melihat ada tiga hal yang membuat Djoko Tjandra dengan mudah keluar masuk Indonesia. Pertama, tidak adanya program memburu para tersangka maupun narapidana korupsi.
"Jadi penyebab pertamanya memang karena tidak ada program dari Pemerintah untuk memburu para terduga pelaku kejahatan ini. Jadi tidak ada target dari Pemerintah untuk memburu mereka," katanya.
"Bisa dilihat misalnya dari sudah tidak lagi dimasukkan red notice Interpol. Ini menunjukkan sampai sekarang tidak ada upaya yang sungguh-sungguh dari negara untuk memburu para buron dalam kasus-kasus besar khususnya kasus korupsi," lanjutnya.
Kedua, hal tersebut tentu memperlihatkan buruknya koordinasi antarkementerian dan lembaga terkait. Seperti antara Kejaksaan Agung, Dirjen Imigrasi Kemenkum HAM, interpol dan Kemenlu.
"Kenapa buruk? Karena salah satunya memang central authority, lembaga pusat yang punya kewenangan di bidang ekstradisi kan ada di Kemenkum HAM," ujarnya.
"Sedangkan Kemenkum HAM bukan lembaga secara langsung tangani perkaranya, karena ditangani kejaksaan. Sehingga menyebabkan seakan-akan tidak ada satu lembaga yang merasa punya tanggung jawab untuk memburu mereka," imbuhnya.
Hal ketiga, kata Zaenur yakni adanya dugaan maladministrasi dalam proses pembuatan e-KTP Djoko Tjandra.
"Karena itu, pihak yang terkait dengan ini harus diperiksa setidaknya oleh pengawas internal di masing-masing lembaganya untuk mengetahui kejadiannya. Setelah itu harus diusut secara tuntas," ucap Zaenur.
Diberitakan sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan buron kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra, harus segera ditangkap. Dia bahkan berniat mengaktifkan lagi Tim Pemburu Koruptor. "Kita itu punya tim pemburu koruptor, ini mau kita aktifkan lagi," kata Mahfud dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (8/7).
Tim Pemburu Koruptor itu berisi pimpinan Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkum HAM dan dikoordinasi dari Kemenko Polhukam. Mahfud yakin tim ini bisa menangkap Djoko Tjandra.
"Jadi Tim Pemburu Koruptor ini sudah ada, dulu beberapa berhasil, nanti mungkin dalam waktu yang tidak lama Tim Pemburu Koruptor ini akan membawa orang juga, pada saatnya akan memburu Djoko Tjandra juga, kira-kira begitu," ungkapnya.
Mahfud mengatakan Tim Pemburu Koruptor pernah dibentuk dengan Inpres. Namun Inpres yang hanya berlaku 1 tahun itu tidak diperpanjang.
"Kita akan coba perpanjang dan Kemenko Polhukam sudah punya instrumennya. Kalau itu diperpanjang, langsung nyantol ke Inpres itu, gitu aja," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan upaya menangkap Djoko Tjandra merupakan masalah sepele. Dia menegaskan negara tidak mau dipermalukan Djoko Tjandra. dtc