Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. KBRI Riyadh kembali membantu proses repatriasi mandiri WNI dengan penerbangan khusus dari Arab Saudi di tengah kebijakan penutupan penerbangan internasional. WNI yang dipulangkan itu ada yang merupakan korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) dari rumah singgah sementara 'Ruhama' Riyadh.
Seorang di antara 18 WNI korban TPPO itu mengidap penyakit kanker ganas, sementara seorang lainnya menderita tumor. Para WNI dengan total 311 orang yang dikoordinasikan oleh KJRI Jeddah diterbangkan dari Bandara King Abdul Aziz Jeddah dengan Lion Air pada Kamis (9/7/2020) dini hari dan dijadwalkan tiba di tanah air sore harinya pukul 16.30 WIB.
Salah seorang PMI yang ikut repatriasi dari Riyadh, Ika (29 tahun), mengaku berangkat ke Arab Saudi karena janji manis sponsor atau calo yang datang ke kampungnya di Cianjur. Dia ditawarkan pekerjaan di luar negeri dengan kerja ringan dan gaji tinggi.
"Saya cuek saja, tak memerhatikan kesehatan atau lainnya. Saya juga tidak tahu akan bekerja dengan siapa atau di mana," ungkap Ika. Baru 2 bulan bekerja di Arab Saudi, ia dinyatakan mengidap penyakit tumor.
Sponsor atau calo yang dulu menawarinya bekerja di luar negeri tak mau tahu dan tak mau bertanggung jawab atas kondisinya saat ini. "Kan kamu yang ingin kerja, saya kan memberi jalan saja, saya tidak tahu kalau kemudian mau sakit atau mau gimana," ujar Ika dengan perih menirukan jawaban calo yang mengurus pemberangkatannya.
Setelah mendapat aduan dari Ika, KBRI Riyadh segera berkoordinasi dengan perusahaan setempat yang mendatangkan Ika. Perusahaan tersebut tidak mempersulit dan tidak meminta ganti rugi atas rencana pemulangan Ika. Ia pun bisa diikutkan dalam penerbangan khusus tersebut.
"Pengalaman selama ini, banyak perusahaan atau perorangan di Arab Saudi ini meminta ganti rugi biaya mendatangkan WNI hingga Rp 100 juta saat WNI minta dipulangkan sebelum habis kontrak, biasanya 2 tahun," ungkap Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel.
"Mereka tidak mau tahu alasan WNI tersebut minta dipulangkan termasuk bila gaji tidak sesuai dengan kontrak, pekerjaan tidak sesuai yang dijanjikan sponsor/calo, segala macam. Intinya ya sudah keluar uang, maka tidak mau rugi," sambung dosen UIN Yogyakarta itu.
Selain Ika, ada pula korban TPPO berinisal I (17) asal Purwakarta. Meski tidak sakit, I menjadi korban janji manis para sponsor dan calo yang berkeliaran di berbagai daerah. I menurut saja saat usianya dipalsukan 5 tahun lebih tua menjadi 22 tahun agar memenuhi syarat. "Kata si calo itu, tidak masalah, yang penting bisa berangkat dan hasilnya pasti bagus," sesal I.
Jauh dari harapan, I mendapatkan majikan yang tidak baik. Ia pun nekat kabur dari rumah majikan, dan beruntung bisa menghubungi nomor telepon KBRI Riyadh. "Saya berterima kasih sekali dengan Tim KBRI Riyadh yang membawa saya ke shelter penampungan KBRI" ujar I.
Kasus-kasus TPPO seperti itu terus berlangsung, bahkan makin deras usai dikeluarkannya larangan pengiriman tenaga kerja sektor rumah tangga melalui Permenaker No 260 Tahun 2015.
"Para calo atau sponsor selalu mencari celah untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memanfaatkan ketidaktahuan para pencari kerja di tanah air, mereka menebar janji-janji manis, padahal tidak mengetahui kondisi negara tujuan, khususnya Arab Saudi ini," tegas Dubes Maftuh.
"Lebih sulit pemecahan masalahnya kalau sudah di Arab Saudi, karena komunikasi antara mereka ini terputus, tidak saling kenal antara pemberi kerja atau majikan, perusahaan atau perorangan perantara di Arab Saudi, calo atau sponsor di Indonesia, dan WNI pencari kerja," tukas Dubes Maftuh menerangkan tantangan yang dihadapinya sehari-hari.
Dari 18 WNI yang dipulangkan dengan Lion Air ini, tercatat 15 orang berasal dari Jawa Barat, 2 dari NTB, dan 1 orang dari Banten. Dubes Maftuh mengharapkan pihak terkait di tanah dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar TPPO tidak terus berlangsung.
"Di periode saya menjabat sebagai pelayan WNI di Arab Saudi, sebenarnya sudah ada MOU antara Indonesia dan Arab Saudi terkait kerjasama dalam memerang terorisme, ekstremisme, gerakan intoleran dan perdagangan manusia. MOU ini bisa menjadi 'palu' untuk menghentikan TPPO," pungkas Dubes Maftuh.(dtc)