Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Vonis pidana selama 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun kepada Syahyudi S.PdI, guru yang dituding menganiaya siswa di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) Medan, dinilai tidak adil dan naif. Pihaknya pun akan menempuh jalur banding hingga tingkat Mahkamah Agung (MA) demi mencari sebuah keadilan.
"Atas putusan bersalah ini, secara pribadi adalah pukulan yang sangat berat buat saya. Demi Allah tindakan yang saya lakukan tidak lain dan tidak bukan untuk kebaikan anak itu sendiri," ungkap Syahyudi kepada medanbisnisdaily.com, saat ditemui bersama kuasa hukumnya di Medan, Selasa (14/7/2020) siang.
Syahyudi menjelaskan, putusan bersalah itu telah menciderai profesi guru dalam pembentukan karakter seorang siswa.
"Saya tidak terima atas putusan ini dan akan terus mengambil langkah hukum demi mendapatkan keadilan. Jika perjuangan ini hanya saya prioritaskan secara pribadi, kemungkinan akan saya terima putusan hakim tadi. Tapi karena ini demi harkat dan martabat profesi guru ke depannya maka perjuangan ini akan saya lanjutkan sampai mendapatkan sebuah keadilan," tegas Syahyudi lagi.
Sementara, Bambang Santoso SH MH yang tergabung dalam Tim Pembela Guru dan Dosen (TPGD) selaku kuasa hukum Syahyudi menegaskan, putusan majelis hakim itu dipandang bisa menciderai harkat dan martabat profesi guru, dapat mengakibatkan ketakutan dan kekhawatiran yang tinggi bagi profesi guru ketika mengambil tindakan tegas bagi murid yang melanggar disiplin.
"Sementara mendidik murid bukanlah hal yang mudah. Guru mempunyai beban yang tinggi kepada orang tua murid dan masyarakat yang telah mempercayakan anaknya untuk dididik. Jika guru tetap dihukum maka diprediksi murid akan bertindak amoral kepada gurunya maka akan terjadi kerusakan moral bagi generasi bangsa," tegas Bambang.
Apalagi, apa yang disangkakan kepada Syahyudi menampar muridnya bernama, Muhammad Hadyan Siregar tidak lah benar seperti kesaksian lainnya.
"Klien kami hanya mengelus pipi M. Hadyan Siregar sebagai bentuk kasih sayang, perhatian dan tindakan mendidik murid agar si murid mendisiplinkan diri dan lebih baik mematuhi guru tapi hasil persidangan malah lain hingga menghukum klien dengan pidana. Jadi kami akan terus menempuh jalur hukum dengan banding sampai ke tingkat MA," tegas Bambang.
Sementara, Ustad Nursarianto dari Kabid Kelaskaran, Investigasi dan Keorganisasian Forum Umat Islam (FUI) Sumut yang turut mendampingi kasus tersebut menyebut bahwa proses hukum terhadap Syahyudi tidak memenuhi keadilan, karena di luar dari fakta hingga menjadi kriminalisasi terhadap guru.
"Kalau seperti ini maka tidak ada kebebasan guru lagi dalam mendidik anak. Ini akan berefek kepada guru dalam mendidik dan disiplin anak di masa mendatang sehingga sangat merugikan buat dunia pendidikan. Jadi kita akan memberi perhatian khusus setiap kasus seperti ini, karena ini menyangkut permasalahan guru di masa akan datang," pungkasnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang diketuai Eliwarti menjatuhkan vonis pidana selama 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun terhadap terdakwa, Syahyudi S.PdI. Terdakwa diputus bersalah melanggar Pasal 80 ayat (1) UU No. 23 tahun 2002 sebagaimana telah dirubah dengan 35 tahun 2014 dan UU No. 17 tahun 2016 tentang perubahan atas Perlindungan Anak, perbuatan yang didakwakan adalah bahwa terdakwa melakukan kekejaman, kekerasan, atau ancaman kekerasan atau penganiayaan terhadap anak.