Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
GODAAN perilaku koruptif selalu ada di mana-mana, di setiap lingkungan hidup, baik bernegara dan bermasyarakat. Kita harus waspada dan berhati-hati dengan godaan itu. Dia sangat lembut merasuk pikiran dan perasaan. Ketika dia berhasil menyentuh hal yang paling inti pada diri manusia, yaitu pikiran, maka dia bagaikan virus menyebar ke seluruh tubuh.
Seakan-akan tidak ada lagi ruang kosong untuk korupsi. Bayangkan, kita sampai muak dengar pemberitaan di media tentang para koruptor yang tertangkap tangan, terbukti korupsi dan tahanan koruptor. Pemberitaan seperti itu sepertinya biasa, padahal itu merupakan tindakan kejahatan luar biasa. Negara bersusah payah membangun rakyatnya untuk sejahtera, nyatanya masih belum sejahtera juga. Artinya, tidak gampang membangun negeri ini menjadi sejahtera. Ketika kondisi seperti itu pun, masih ada para koruptor yang tega menghancurkan proses pembangunan negeri ini. Kita pastikan kemanusiaan dan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak ada.
Lihatlah koruptor yang tertangkap itu, mereka kelihatannya berpendidikan, beragama, dan bertutur kata sopan. Itu tampilan luarnya saja, tahukah kita isi dalamnya bagaimana? Tentu sulit bagi koruptor mengungkapkan kenapa mereka bisa tergoda melakukan tindakan korupsi. Seandainya, setiap koruptor yang tertangkap bersedia dengan jujur mencurahkan isi pikiran dan perasaannya kenapa mereka mau korupsi, maka sangat membantu bagi pemberantasan korupsi.
Pendidikan Antikorupsi
Sebagian dari kita berharap bahwa dunia pendidikan bisa menjadi wadah pembelajaran tentang antikorupsi, untuk membentuk generasi baru yang berakal budi, berakhlak dan manusiawi, itu pun bisa disusupi perilaku koruptif. Misalnya, siswa di sekolah yang takut nilainya jelek, kemudian menyontek untuk mendapatkan nilai bagus, sampai dengan para birokrat pengelolah dana pendidikan yang suka dengan ‘manipulasi’ anggaran pendidikan.
Ada yang membuat kita bertanya-tanya, kenapa di institusi yang mengurusi pendidikan pun ada praktek-praktek korupsi? Pastinya kita semua memiliki pengalaman masing-masing, model korupsi di institusi pendidikan yang pernah kita lihat, baik melalui media maupun dialami sendiri. Bahkan, sedikit orang yang berani untuk mengungkap dan menyelesaikannya.
Sedih! Bagaimana mutu pendidikan kita bisa bagus jika tenaga pendidik saja digaji dibawah lima ratus ribu rupiah? Persoalan gaji guru murah saja sampai saat ini belum selesai, yang kemudian merembet pada kualitas guru yang tidak fokus mendidik. Jika guru digaji layak, dengan sendirinya mereka bisa kreatif untuk belajar sendiri, mempersiapkan bahan ajar yang bermutu. Ketika bahan ajarnya bermutu dan disampaikan dengan cara yang benar maka pelajar itu pasti terdidik, berakhlak dan manusiawi.
Pendidikan antikorupsi itu harus dimulai dari sistem yang benar. Dari bawah, murid meneladani guru dan orang tua. Guru harus memberi teladan kepada siswa, dengan tidak melakukan perilaku koruptif, sekaligus secara aktif mengajarkan nilai-nilai antikorupsi dalam bahan ajar. Orang tua memberi teladan kepada anak di rumah dengan meneladankan budaya jujur, kerja keras dan hidup sederhana.
Orang tua yang baik adalah orang tua yang menaruh perhatian besar pada anak-anaknya untuk mengajarkan hidup sederhana. Meskipun ‘trend’ saat ini memaksa kita untuk tampil mewah, supaya mengangkat kelas sosial, itu tidak akan menjawab persoalan kesuksesan seseorang, keluarga maupun negara. Gaya hidup itu hanya menampilkan bagian luar saja, supaya terlihat sukses, kaya, bahagia, dan berstatus sosial tinggi. Itu bagaikan bibit korupsi, sewaktu-waktu bisa tumbuh menjadi pohon korupsi.
Gaya Hidup
Sebagian besar terpidana koruptor memiliki gaya hidup mewah. Sekilas memang tidak ada yang salah jika mereka memiliki uang banyak bisa bergaya mewah. Sulit membantah pernyataan itu, ‘uang, uang mereka, kenapa harus dipaksa hidup sederhana?’
Bagaimana jika dibuat Kebijakan bahwa pejabat publik tidak boleh memamerkan gaya hidup mewah di tengah-tengah Masyarakat? Itu sangat menarik, karena pasti menjadi teladan bagi Masyarakat untuk tidak bergaya hedon. Harta pejabat sebagian besarnya diinvestasikan untuk membangun perekonomian rakyat, dikelola untuk membangun UKM. Itu lebih humanis dan bermakna menjadi pejabat publik, untuk kepentingan publik.
Dunia pergaulan dan hiburan media diarahkan pada antikorupsi. Bagaimana cara membangun persepsi publik, bahwa orang yang antikorupsi itu memiliki status sosial tinggi, atau orang yang dihormati. Interaksi sosial menjadi berubah menjadi lebih hidup sederhana, humanis, karena tidak serakah dan tidak memperkaya diri sendiri.
Masyarakat sering latah dengan trend hidup mewah. Misalkan saja, kasus direktur Garuda yang ketahuan menggelapkan sepeda mahal, justru masyarakat latah ingin memiliki sepeda mahal itu. Ini peran media harus mengedukasi masyarakat, misalnya pemberitaan pejabat korupsi, sekaligus menyampaikan hal itu tidak untuk ditiru karena merugikan negara. Bagaimana berita yang disampaikan kepada masyarakat dikemas untuk sekaligus mendidik masyarakat menjadi antikorupsi.
Ada kepercayaan di masyarakat yang terdoktrin bahwa sukses itu harus memiliki harta benda yang mahal, mewah dan banyak. Memang itu boleh-boleh saja asalkan didapatkan dengan cara yang benar, tetapi sering dilupakan bahwa kesuksesan itu bisa dicapai dari ‘kerja keras.’ Ketika kesuksesan itu diperoleh dari kerja keras dan benar, itulah arti kesuksesan yang sesungguhnya. Namun, proses kesuksesan itu tidak instan, karena kekayaan yang didapat dengan instan sangat erat hubungannya dengan korupsi.
Contoh yang paling aktual mencerminkan antikorupsi adalah tindakan dua orang petugas KRL, Egi Sandi dan Mujenih yang mengembalikan uang Rp 500 juta, ditemukan di KRL. Mereka bukan pejabat tinggi, hanya pegawai biasa, petugas pengawalan KRL dan petugas kebersihan, tetapi bisa mengalahkan godaan mendapat uang secara instan. Kita bisa bersama-sama memberantas korupsi. Peran masing-masing dari negara dan Masyarakat harus bersinergi. Peran media harus mengedukasi masyarakat menjadi antikorupsi. Peran pemerintah harus membangun sistem yang transparansi mulai dari Kebijakan, implementasi sampai dengan pelaporan. Masyarakat menerapkan hidup sederhana, baik di lingkungan pergaulan maupun pekerjaan.
====
Penulis adalah aktivis HAM Sumatera Utara.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]