Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PILKADA Serentak di Kota Medan tanggal 9 Desember mendatang bisa dikatakan ngeri-ngeri sedap. Berkaca dari tiga kali Pilkada yang berlangsung dari 2005, 2010 dan 2015, terlihat angka partisipasi masyarakat menurun dari waktu ke waktu.
Pada Pilkada Kota Medan 2005, di mana ini menjadi momentum pemilihan langsung pertama kalinya. Agka partisipasi pemilih hanya mencapai 54.70%. Pilkada 2010 di Medan berlangsung dua putaran. Pada putaran pertama, angka partisipasi pemilih sebesar 35.68 % dan pada putaran II sebesar 38.28 %. Pilkada tahun 2015 sangat memprihatinkan, di mana angka partisipasi pemilih terjun bebas, sebesar 25.38 % dari jumlah pemilih sebanyak 1.998.835 jiwa. Angka partisipasi Pilkada Kota Medan tercatat sebagai angka partisipasi terendah dalam sejarah Pemilihan di Indonesia.
Beberapa pengamat dan ahli menengarai rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilihan Walikota adalah sebagai ekspresi kekecewaan politik masyarakat Kota Medan. Wujud protes. Aksi politik spontan yang tidak teroraganisir dengan memilih Golput. Kecewa karena pemimpin yang terpilih berhenti di tengah jalan karena kasus korupsi. Terbukti pada setiap Pemiliu yang bersifat nasional, trend angka partisipasi di Kota Medan cenderung tinggi, sedang untuk pemilihan Walikota, angka partisipasi cenderung rendah.
Warga Medan yang berada pada usia produktif terdiri dari 4,6 % bekerja di sektor pertanian, 19,04 % di sektor manufaktur dan 76,26 % bekerja di sektor jasa. Medan adalah kota dagang dan kota industri. Kantor dan perusahaan diliburkan pada hari pemilihan. Mayoritas pemilih tidak pergi ke TPS, mereka memilih pergi berlibur. Pemilih Kota Medan melakukan pembalasan dengan gaya Medan betul. Selow tapi kejam. Apatis dan tidak mau ambil pusing.
Oleh karena itu, siapa pun yang ingin bertarung di Pilkada Kota Medan 2020 pasti tidak ingin bertarung melawan kotak kosong. Kotak kosong adalah momok. Hanya dengan mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara sah, pasangan tunggal dapat dinyatakan menang dalam Pilkada. Bayangkan, bukan tidak mungkin pemilih di Kota Medan mengekspresikan apatismenya dengan beramai-ramai ke TPS, tapi memilih kotak kosong. Aih, hajab kita…
Kotak kosong bukan pilihan. Partai-partai politik pengusung pun pasti sudah mengkalkulasi hal ini. Terlalu beresiko.
Politik Identitas
Pada masyarakat floating mass (massa mengambang), pilihan politik belum didasari alasan yang ideologis. Itulah sebabnya politik identitas masih kuat di negeri ini. Identitas individu dapat dimunculkan secara sosial melalui suku, ras, agama dan gender. Dalam praktek politik identitas, kompetisi akan menekankan pada perbedaan latar belakang antara calon yang satu dengan calon yang lain. Berlakulah teori himpunan. Siapa yang berhasil mengumpulkan irisan terbanyak, itulah yang akan menjadi pemenang.
Pilkada Kota Medan kali ini agak susah tertebak. Siapa yang akan berhadapan dengna siapa. Maklumlah, kadang nama bakal calon baru diumumkan jelang penutupan pendaftaran di KPU. Bahkan keputusan yang sudah keluar pun masih bisa direvisi atau Bahasa kerennya ditinjau ulang.
Sampai saat ini yang santer akan bertarung dan kabar-kabarnya sudah dapat partai pengusung ada dua nama. Petahana, Plt. Walikota, Akhyar Nasution akan berhadapan dengan Bobby Nasution. Alamak! Mungkin kalau salah satu dari mereka bukan Nasution, situasi ini bisa dibuat mudah. Mereka bisa saja tampil duet berpasangan. Yang senior berpengalaman dan yang muda energik. Sayangnya, dua-duanya Nasution.
Tapi kabar baiknya, jika Nasution vs Nasution, tidak mungkin melakukan perang politik identitas bukan? Sukunya sama, marganya sama, agama sama, jenis kelamin pun sama. Apa yang akan dipertentangkan? Dengan kondisi demikian, mungkin kita akan mulai belajar membandingkan rekam jejak, membandingkan konsep, gagasan, buah pikiran dan karya.
Medan memang kota yang dibangun dari beragam suku, ras dan agama. Mungkin ini saatnya Medan mulai melepaskan politik identitas itu dalam pemilunya, sebelum politik identitas itu menjerat kita dan mencerai-beraikan kita. Kita tunggu saja. Semoga para petinggi partai dan petinggi negeri ini dikaruniakan-Nya pikiran arif dan bijaksana.
====
Penulis pengamat sosial dan politik, tinggal di Medan
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]