Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pandemi Covid-19 memang belum usai. Agenda Adaptasi Kebiasaan Baru, sedang ramai digaungkan pemerintah. Upaya pemulihan ekonomi menjadi dalil. Karenanya, social distancing, cuci tangan dan penggunaan masker, masih menjadi strategi utama dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19. Kebiasaan-kebiasaan untuk hidup bersih pun, sedang coba dilazimkan berbagai pihak.
Selain munculnya kebiasaan-kebiasaan baru, ada hal lain, yang belakangan ini mulai biasa kita temui sejak pandemi melanda. Kalau kita perhatikan dengan saksama, laman media sosial kita pasti kebanjiran poster-poster Webinar. Dalam sehari, saya pribadi bisa menemukan 5-7 poster undangan Webinar. Mulai dari Webinar pelatihan kepenulisan, pendidikan politik, kuliner dan berbagai hal menarik lainnya, disajikan menjadi topik pembahasan. Tulisan-tulisan menarik, juga disematkan secara literal di dalam poster-poster Webinar itu.
Biasanya, seminar online (Webinar), akan diselenggarakan melalui aplikasi; Zoom, Google Meet, skype, Instagram live, hingga Youtube. Dulu, sebelum pandemi Covid-19 muncul, seminar-seminar online seperti ini nyaris jarang ditemui. Paling, kalangan pejabat, komisaris perusahaan, pegawai perbankan dan kalangan elite saja, yang biasa menggunakan aplikasi meeting online seperti itu. Ya, itu dulu, sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Aplikasi meeting online, telah memberikan kemudahan bagi banyak pihak. Jarak, ruang dan waktu, tidak lagi menjadi penghambat. Saya pribadi, cukup beruntung bisa menggunakannya. Mulai dari seminar yang diselenggarakan DPR RI, kementerian, kepolisian, politikus dan akademisi kampus, bisa saya ikuti dengan cuma-cuma secara daring. Alias gratis!
Memang, dari segi kultural, sudah menjadi kebudayaan orang Indonesia, untuk dapat berinteraksi dengan orang lain. Sederhananya, pepatah suku Jawa berkata demikian; “Mangan ora mangan, sing penting kumpul – Makan atau tidak makan, yang penting berkumpul”. Jadi, tidak mengherankan, jika antusiasme hadirin/peserta cukup tinggi, di dalam webinar. Maklum saja, sudah sekian lama kita berada di rumah. Rasanya, kurang lengkap jika belum berinteraksi dengan orang lain. Apalagi, jika narasumber di dalam Webinar itu adalah orang terkenal/figur publik, maka makin banyaklah pesertanya.
Semakin banyak Webinar yang kita ikuti, maka semakin banyak pula informasi baru yang akan kita dapatkan. Begitu juga sebaliknya. Menyikapi fenomena masif itu, perlu kita ketahui bahwa ada peran selektif dan aplikatif yang boleh kita lakukan. Menanggapi fenomena “Kebanjiran Webinar” secara efisien, tanpa melupakan posibilitas yang mungkin akan kita hadapi dalam realita kehidupan.
Secara simplifikasi, bila kita cermati berdasarkan penjelasan Paul King, seorang neurosience, dari Redwood Center for Theoretical Neurosience, Universitas Berkeley California, tentang potensi otak manusia. Beliau mengemukakan bahwa: Otak tidak mungkin mengingat seluruh informasi yang bisa diterimanya. Melainkan, efektivitas dari banyaknya informasi bisa dimungkinkan terjadi, dengan mengupayakan otak menginterpretasikan masukan sensorik, mengumpulkan data sensorik, lalu mengubahnya menjadi pola/gerak (tirto.id 27/4/2017). Intinya, informasi yang kita terima, dapat dengan mudah kita ingat, jika kita mengubahnya menjadi sebuah gerakan/tindakan sederhana.
Misalnya bayi. Bayi akan melakukan pengamatan, lalu meniru hasil pengamatannya, dengan mencoba berjalan, berbicara, dan menoleh. Aktivitas itu, menjadi memori yang selalu diingat sepanjang hidup. Dari situ, kita bisa mengetahui, bahwa proses mengingat akan mudah dilakukan, jika kita langsung mempraktikkannya.
Nah, jika kembali mengulas soal upaya selektif dan aplikatif atas informasi, kita perlu memilah-milah kebanjiran informasi ini (baca: Webinar) untuk mulai memilih seminar online yang berkaitan dengan spesialisasi, dan potensial untuk meningkatkan soft skill dan hard skill kita. Apalagi, jika webinarnya membantu kita membuka usaha potensial (enterpreneurship). Paling tidak, dari situ kita bisa mengantisipasi gelombang pengangguran akibat Covid-19. Dengan mengikuti webinar-webinar pertanian, pelatihan menulis, memasak, dan model-model seminar vokasional lainnya. Ya, bersifat enterpreneurship.
Pasalnya, hampir dapat dipastikan, bahwa, gelombang pengangguran telah menghampiri seluruh usia tenaga kerja, di setiap negara-negara yang terkena dampak pandemi Covid-19. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan, pada tahun 2020, pengangguran akan bertambah 4 sampai 4,5 juta orang. Dan apabila keadaan itu terus berlanjut, maka di tahun 2021, pengangguran akan mencapai 10,7 sampai 12,7 juta jiwa (Republika.co.id 22/6/2020).
Masalah pengangguran akibat Covid-19 ini, kemungkinan besar akan memerlukan waktu cukup lama di dalam pembenahannya. Pasalnya, sejauh ini, belum ada kita temukan stimulus Pemerintah untuk menangani persoalan membludaknya jumlah pengangguran. Pemerintah cenderung bergantung pada program Kartu Prakerja. Kegiatan yang hanya menganjurkan pelatihan online, dan menghabiskan anggaran negara sebesar Rp.20 Triliun. Padahal, akan lebih baik jika anggaran sebesar itu, dioptimalkan untuk pembukaan lapangan kerja baru. Dan, biarkan saja pelatihan-pelatihan gratis lewat webinar, dan platform lainnya seperti youtube, menjadi opsi bagi angkatan kerja yang menganggur akibat Covid-19, untuk mengembangkan potensinya sendiri.
Padahal sudah dapat dipastikan, krisis pangan, krisis alat kesehatan, farmasi dan kebutuhan pokok tengah mengancam dunia. Bukankah alangkah lebih baik, jika industri-industri seperti itu dibuka? Selain untuk memenuhi kebutuhan lokal, nasional dan multilateral, upaya itu akan terbilang manjur untuk menangani persoalan pengangguran nasional.
Ya, paling tidak, dengan adanya fenomena kebanjiran webinar, semakin mengingatkan kita, bahwa Pandemi Covid-19 masih melanda dunia. Termasuk Indonesia. Untuk itu, kita perlu mawas diri, bahwa akan ada ancaman resesi ekonomi dan munculnya ancaman pengangguran. Selagi masih bisa mengikuti webinar, alangkah lebih baik, jika kita menggunakan platform itu, untuk meningkatkan kapasitas diri. Sembari berbenah, mencari peluang usaha, di tengah ancaman ekonomi yang telah siap menanti, di hadapan kita. Semoga.***
===
Penulis pemerhati masalah sosial, alumnus FISIP USU
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]