Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Para pemimpin negara Eropa sepakat untuk menciptakan dana pemulihan US$ 858 miliar (€750 miliar) untuk membangun kembali ekonomi Uni Eropa dari hantaman virus Corona.
Bila dirupiahkan dengan kurs dolar Amerika Serikat sebesar Rp 14.500, dana pemulihan ekonomi Uni Eropa ini jumlahnya mencapai Rp 12.441 triliun.
"Ini adalah paket ambisius dan komprehensif yang menggabungkan anggaran klasik dengan upaya pemulihan luar biasa yang ditakdirkan untuk mengatasi dampak dari krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya demi kepentingan terbaik Uni Eropa," kata para pemimpin UE dalam deklarasi bersama, dikutip dari CNN, Rabu (22/7/2020).
Komisi Eropa akan meminjam uang itu di pasar keuangan dan mendistribusikan US$ 446 miliar di antaranya sebagai hibah kepada negara-negara Uni Eropa yang paling terpukul ekonominya. Sisanya disediakan sebagai pinjaman.
Para pemimpin Eropa juga menyetujui anggaran Uni Eropa baru hampir US$ 1,3 triliun untuk 2021-2027. Anggaran ini akan menciptakan kekuatan belanja gabungan sekitar US$ 2 triliun.
Kesepakatan itu berfokus pada penyediaan dana pada tiga pilar. Mulai dari membantu bisnis pulih dari pandemi, meluncurkan langkah-langkah baru untuk reformasi ekonomi dalam jangka panjang, dan berinvestasi untuk membantu melindungi terhadap krisis masa depan.
"Ini kesepakatan yang bagus, ini kesepakatan yang kuat, dan yang paling penting, ini adalah kesepakatan yang tepat untuk Eropa saat ini," kata Presiden Dewan Eropa Charles Michel.
Michel mengatakan ini adalah pertama kalinya para anggota Uni Eropa bersama-sama menegakkan ekonomi kita melawan krisis.
"Kami berhasil! Eropa kuat. Eropa bersatu," tegas Michel.
Uni Eropa saat ini berjuang melawan resesi yang dipicu oleh pandemi. Negara-negara yang paling terpukul seperti Italia dan Spanyol sangat membutuhkan bantuan ekonomi baru.
Komisi Eropa mengatakan awal bulan ini mereka memprediksi ekonomi Uni Eropa menyusut 8,3% pada tahun 2020. Jauh lebih buruk daripada penurunan 7,4% yang diprediksi dua bulan lalu.(dtf)