Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Pagi itu seorang anak bergumam pada temannya, “aku sudah bosan di rumah saja, makanya aku mengajak kamu bermain keluar naik sepeda”. Lalu temannya pun menjawab seraya mengayuh sepedanya, “Sama aku juga sudah bosan, mamaku minta aku tidur siang, tapi aku juga sudah bosan tidur siang diam-diam aku keluar dan naik sepeda”.
Pembicaraan kedua anak umur enam tahun itu berlangsung di suatu siang, saat situasi pandemi yang masih berlangsung. Sudah hampir empat bulan mereka beraktifitas di rumah, belajar dari rumah. Bulan Juli ini adalah masa liburan sekolah dan biasanya anak-anak akan menagih orang tuanya untuk diajak berlibur ke tempat yang mereka sukai. Seperti berkemah, berenang, berkunjung ke rumah sanak saudara. Namun lagi-lagi situasi saat ini memaksa mereka untuk tetap berdiam di rumah, aktifitas yang dilakukan seperti bermain lego, congkak, kuaci, bersepeda sudah dilakukan dan memang mereka masih merasakan bosan. Kejenuhan mereka adalah karena aktifitas biasa yang mereka lakukan, seperti pergi ke sekolah, bermain dengan teman –teman di sekolah sudah tidak dilakukan lagi.
Belajar dari Rumah
Setiap pagi, guru kelas menyapa di WA grup menyampaikan pelajaran, motivasi dan tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswanya, lalu setelah dikerjakan akan dikirimkan kembali kepada gurunya. Berbagai aplikasi seperti :google, zoom, dll digunakan untuk media mengajar dan berdiskusi dengan siswa. Hal tersebut sudah berlangsung sejak akhir Maret 2020 lalu, sejak pemerintah memberlakukan pembatasan pergerakan demi menekan laju peyebaran Covid 19. Terus terang sebagai orang tua saya merasakan khawatir dengan kondisi belajar dari rumah.
Kondisi yang terjadi adalah ketidaksiapan berbagai pihak untuk menjalankan belajar dari rumah, sebut saja hal pertama yang saya soroti adalah orang tua,kondisi ini membuat para orang tua sedikit terkejut, karena harus memaksa diri mereka untuk menambah peran sebagai tenaga pengajar bagi anak mereka. Mengajar adalah adalah sebuah seni, dan tidak semua orang dapat menguasainya. Membuat anak mereka dapat duduk tertib dan memahami materi pelajaran yang diberikan bukanlah hal mudah, tak jarang komunikasi ini menemukan jalan buntu membuat orang tua bertindak keras pada anak, dan anak pun berontak. Kondisi ini sebetulnya membuat orangtua dan anak sedikit stres.
Pelajaran yang disajikan lebih kepada satu arah, tidak ada komunikasi secara langsung, dan tidak ada tatap muka, membuat pelajaran terkesan monoton dan membosankan. Belum lagi ditambah dengan tugas-tugas yang diminta setiap mata pelajaran dan akan dikirimkan kepada masing-masing guru bidang studi, sebut saja ada delapan bidang studi yang disajiakn dalam semester ini, jadi ada delapan wa group yang bertambah untuk aktifitas belajar mengajar ini.
Bagi orang tua yang bekerja, hal ini memilki tantangan sendiri. Sekolah memberikan materi yang membutuhkan pendampingan dari orangtua, mulai dari pelajaran dan mengerjakan tugas-tugas. Sementara orangtua harus bekerja untuk mencari nafkah. Bagi orang tua yang ayah dan ibunya bekerja, hal ini memiliki tantangan tersendiri, ditengah kelelahan yang dirasakan seharian dan harus melakukan pengajaran tersebut membuat orangtua semakin stres dan tertekan.
Belum lagi jika kondisinya orang tua yang masih gaptek atau kurang dalam pendidikan, hal ini lebih rumit lagi tentu membuat orangtua kewalahan dan anak juga akhirnya menyerah untuk mengikuti pendidikan secara daring. Tidak semua anak memiliki HP ataupun laptop sebagai media untuk belajar, beberapa sekolah ketika pembatasan sosial diberlakukan sama sekali tidak melakukan kegiatan belajar mengajar baik secara tatap muka maupun daring, karena keterbatasan ini. Belajar dari rumah menggunakan teknologi dipikirnya hanya orang-orang yang mampu dan punya akses teknologi, dan bukan untuk keluarga yang kurang mampu.
Bagi anak, belajar dari rumah memilki kerumitan tersendiri mereka merasakan kebosanan dengan metode belajar yang monoton, belum lagi tugas-tugas yang diberikan juga jadi lebih banyak. Jika di sekolah hal ini bisa diobati dengan bertemu dan bermain dengan teman-teman sebayanya.
Bagi guru, belajar dari rumah sebuah pilihan yang mau tidak mau harus dilakukan mengingat tugas dan tanggungjawabnya untuk menyajikan pembelajaran dan sesuai dengan kurikulum, jika boleh memilih guru juga lebih nyaman mengajar dengan tatap langsung. Karena, dengan demikian guru dapat melihat respon anak, apakah memahami atau tidak tentang penjelasan yang sudah diberikan.
Perlu Evaluasi
Proses belajar yang tidak mudah ini sudah dan sedang berlangsung, dan kita tidak tahu kapan akan berakhirnya, Namun perlu mengevaluasi seperti apa dan bagaimana hasil dari belajar dari rumah. Kebosanan dan menurunya minat anak belajar bukankah suatu ancaman bagi generasi penerus untuk mencapai cita citanya, metode belajar yang tidak kreatif membuat pelajaran membosankan dan tidak dapat diserap dengan baik. Akan ke mana generasi penerus saat ini? Generasi penerus yang mengalami masa Covid-19? Jangan biarkan situasi ini membuat kita jadi lebih banyak memaafkan segala situasi, sehingga lupa menciptakan generasi bangsa yang berkualitas.
Belajar dari rumah janganlah sekadarnya, hanya memenuhi target kurikulum, tidak ada lagi les tambahan, les bakat, latihan-latihan olahraga untuk membentuk atlet pun sudah banyak dibatalkan. Akan kemanakah generasi kita ini nanti? Akankah ini menjadi generasi yang tidak tangguh, tidak berkarakter? Semoga hal itu tidak terjadi!
Bulan Juni 2020, masih segar dalam ingatan, Menteri Pendidikan menyampaikan bahwa tahun ajaran baru akan tetap dilaksanakan di bulan Juli 2020, dan pembelajaran mencakup dua hal, yaitu secara daring bagi sekolah yang masih berada di zona merah, dan secara langsung atau pembelajaran tatap muka bagi sekolah yang berada di zona hijau. Namun pertanyaanya sudah siapkah kita untuk metode belajar secara daring? Kesiapan itu meliputi kesiapan tenaga pengajar, media atau saran dan juga kesiapan peserta didik dan orang tua.
Situasi yang tidak biasa ini membuat kita gagap, mungkin sedikit kewalahan. Namun kita harus mampu terus untuk berinovasi, mencari cara dan belajar dari pengalaman yang ada atau sebut saja lesson learnt.
Para pendidik, kiranya terus berinovasi mencari metode pelajaran yang kreatif, yang dapat mendukung pelajaran dapat diterima dengan baik dan tidak melulu dengan PR yang banyak dan didepan buku, Pelajaran yang kreatif semisal melakukan observasi dengan lingkungan tempat tinggal, alam dan bermain sambil belajar.
Kendala yang banyak dihadapi adalah orang tua saat ini banyak berperan sebagai pendamping pendidik, hal ini perlu dipikirkan oleh sekolah atau pemangku kepentingan di bidang pendidikan untuk melatih orang tua bagaimana metode mengajar yang efektif kepada anak, sehingga hal ini membuat orangtua terlatih untuk mengajari anaknya di rumah.
Bagi keluarga yang kurang mampu, perlu dipikirkan bagaimana masyarakat memilki akses teknologi. Karena dengan metode belajar dari rumah mau tidak mau pengeluaran baru bertambah yaitu pembelian paket internet, jika selama ini, bantuan pemerintah disalurkan untuk operasional sekolah, namun karena para siswa belajar di rumah tentunya dana operasional seperti listrik, air berkurang untuk sekolah, perlu dipkirkan pemerintah untuk mengalihkan dana tersebut untuk kepentingan tersebut.
Kiranya kondisi pandemi ini tidak serta merta membuat dunia pendidikan menjadi lesu. Terlebih saat memperingati hari anak di Bulan Juli ini, kita semakin bahu membahu membenahi pendidikan Indonesia, sekalipun belajar dari rumah, mari bersama-sama bergandengan tangan untuk menciptakan generasi bangsa yang tangguh, situasi sulit tidak membuat kita patah arang tapi sebaliknya membuat situasi sulit semakin berjuang menjadi lebih baik untuk orangtua, pihak pendidikan dan juga anak didik. Mari tetap memenuhi hak anak untuk menyajikan pendidikan yang berkualitas demi generasi yang cerdas, Indonesia maju.
===
Penulis pegawai swasta Yayasan Fondasi Hidup
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]